Mohon tunggu...
Rafif Ahmad Fadilah
Rafif Ahmad Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Saya memiliki hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Topi Terbaik, tapi Bukan Untukku

5 Februari 2024   12:02 Diperbarui: 12 Februari 2024   13:51 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa kecil di kaki gunung, tinggallah seorang gadis bernama Laras. Laras terkenal dengan keahliannya merajut topi. Topi buatannya selalu indah dan unik, dan banyak orang dari desa lain datang untuk membelinya.

Suatu hari, seorang wanita tua datang ke desa Laras. Wanita itu membawa benang wol yang sangat halus dan berkilauan. Dia meminta Laras untuk merajut topi terbaiknya dari benang itu. Laras senang sekali. Dia tak pernah melihat benang wol secantik itu sebelumnya.

Laras merajut topi dengan penuh semangat. Dia menggunakan pola yang rumit dan indah. Hari demi hari, dia bekerja keras, dan akhirnya topi itu selesai. Topi itu sangat cantik. Benang wol berkilauan di bawah sinar matahari, dan polanya terlihat begitu sempurna.

Baca juga: Bekal Terbaik Ibuku

Wanita tua itu sangat senang dengan topi itu. Dia memberikan Laras banyak uang sebagai imbalan. Laras senang sekali. Dia bisa membeli makanan dan pakaian baru untuk keluarganya.

Namun, Laras merasa ada yang aneh. Dia tak merasa senang dengan topi itu. Dia merasa topi itu bukan untuknya. Topi itu terlalu indah dan sempurna. Laras merasa dia tak pantas memakainya.

Suatu hari, Laras bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang menangis. Anak itu kehilangan topinya. Laras merasa kasihan kepada anak itu. Dia memberikan topi terbaiknya kepada anak itu. Anak itu sangat senang. Dia mengucapkan terima kasih kepada Laras dan berlari dengan riang.

Laras tersenyum. Dia merasa lega. Dia tahu bahwa topi terbaiknya bukan untuknya. Topi itu untuk orang yang membutuhkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun