Delapan tahun sudah berlalu sejak kepergianmu. Rasanya seperti baru kemarin aku melihatmu tersenyum untuk terakhir kalinya. Delapan tahun yang penuh dengan kenangan indah dan luka yang perih.
Aku masih ingat bagaimana kita pertama kali bertemu. Saat itu, aku tersesat di jalan dan kamu dengan baik hati membantuku menemukan jalan pulang. Sejak saat itu, kita menjadi dekat dan tak terpisahkan. Kita berbagi cerita, tawa, dan air mata bersama.
Kamu adalah sahabat terbaikku. Kamu selalu ada untukku di saat aku senang maupun sedih. Kamu selalu tahu cara membuatku tertawa dan menghiburku di saat aku terpuruk.
Namun, kebahagiaan kita tak berlangsung lama. Kamu divonis mengidap penyakit yang mematikan. Aku tak percaya saat pertama kali mendengarnya. Aku tak ingin kehilanganmu.
Aku berusaha menemanimu di saat-saat terakhirmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu. Aku ingin kamu pergi dengan tenang knowing that you are loved.
Delapan tahun sudah berlalu, tapi aku masih belum bisa melupakanmu. Aku masih sering memimpikanmu. Aku masih sering melihat wajahmu di setiap sudut ruangan.
Aku merindukanmu, sahabatku. Aku merindukan tawa dan canda tawamu. Aku merindukan semua kenangan indah yang kita lalui bersama.
Walaupun kamu sudah tiada, tapi kamu akan selalu hidup di hatiku. Kamu akan selalu menjadi sahabat terbaikku.
Suatu hari, aku menemukan sebuah kotak tua di gudang rumahku. Saat aku membukanya, aku menemukan sebuah buku diary dan sebuah kalung dengan liontin angka delapan.
Aku membuka buku diary itu dan mulai membacanya. Di dalamnya, kamu menuliskan semua tentang persahabatan kita. Kamu menuliskan semua kenangan indah yang kita lalui bersama.
Aku membaca diary itu dengan air mata yang mengalir di pipiku. Aku tak menyangka bahwa kamu telah menuliskan semua tentang persahabatan kita.