Dalam sudut pandang ekonomi syariah, yang merupakan sistem ekonomi berlandaskan hukum Islam, terdapat penekanan yang kuat pada prinsip-prinsip yang diambil dari Al-Qur'an, Sunnah, Hadits, Ijma', dan Qiyas. Hal ini membawa kita pada pemahaman bahwa ekonomi syariah merupakan sistem yang terbebas dari praktik maysir, riba, dan gharar yang diharamkan karena menjadi akar permasalahan ekonomi dalam teori ekonomi konvensional.
Salah satu masalah utama dalam penerapan teori ekonomi konvensional adalah sistem suku bunga atau interest rate yang menjadi inti dari banyak kebijakan ekonomi. Suku bunga menjadi variabel krusial dalam teori ekonomi konvensional, dianggap sebagai alat untuk mengatur aktivitas ekonomi dengan mempengaruhi permintaan konsumsi secara agregat.
Teori permintaan agregat konvensional dipengaruhi oleh beberapa variabel, termasuk tingkat konsumsi, tingkat investasi, dan tingkat pengangguran. Perubahan pada variabel-variabel ini diatur oleh sistem suku bunga. Namun, penerapan suku bunga dalam kehidupan nyata menyebabkan sejumlah masalah.
Pertama, suku bunga bisa menjadi hambatan bagi individu yang ingin memulai usaha. Mereka mungkin terpaksa meminjam uang dengan suku bunga tinggi, tanpa jaminan bahwa investasi mereka akan sukses. Hal ini berpotensi memperburuk ketimpangan ekonomi karena hanya mereka yang mampu membayar suku bunga tinggi yang dapat mengakses modal.
Kedua, suku bunga tinggi cenderung mendorong individu untuk menabung daripada menginvestasikan uangnya. Ini mengakibatkan uang tidak produktif yang tidak berdampak pada sektor riil ekonomi. Ketidakproduktifan aset-aset ini memperparah kesenjangan sosial karena individu yang memiliki aset produktif memperoleh manfaat yang tidak adil.
Dalam konteks ini, ekonomi syariah menawarkan solusi alternatif yang menarik. Alih-alih menggunakan suku bunga sebagai alat pengatur ekonomi, ekonomi syariah mengusulkan penerapan biaya tambahan pada aset yang tidak produktif. Pendekatan ini didasarkan pada prinsip bahwa aset yang tidak memberikan manfaat kepada sesama harus dikenai biaya tambahan untuk mendorong pemilik aset tersebut agar menjadikannya produktif.
Dengan memberlakukan biaya tambahan pada aset yang tidak produktif, individu akan didorong untuk mengalokasikan sumber daya mereka dengan lebih efisien. Mereka akan cenderung untuk menginvestasikan uangnya dalam usaha produktif yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, solusi ini tidak hanya mengurangi ketimpangan sosial tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan.
Selain itu, pendekatan ekonomi syariah juga menekankan pentingnya keadilan dan keberpihakan terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dalam ekonomi syariah, prinsip-prinsip seperti zakat dan infaq dimanfaatkan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan bagi yang kurang mampu.
Penerapan prinsip-prinsip ekonomi syariah bukan hanya tentang menghindari praktik-praktik yang diharamkan dalam Islam, tetapi juga tentang menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan menekankan pada keadilan dan keberpihakan terhadap kesejahteraan masyarakat, ekonomi syariah memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya untuk membangun masyarakat yang lebih baik.
Dalam mengembangkan sistem ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip Islam, penting untuk diingat bahwa hal ini bukanlah tentang menolak perkembangan ekonomi modern, tetapi tentang memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut didasarkan pada nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan keberpihakan terhadap kesejahteraan semua anggota masyarakat.
Penerapan solusi alternatif dalam ekonomi syariah bukanlah tanpa tantangan. Dibutuhkan kerja keras dan kolaborasi antara pemangku kepentingan ekonomi untuk menerapkan prinsip-prinsip ini secara efektif. Namun, dengan komitmen yang kuat dan kesadaran akan pentingnya keadilan ekonomi, ekonomi syariah memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.