Mohon tunggu...
Rafie Ramadhan
Rafie Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Telkom University

Pegiat berbagai macam hobi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harmoni dalam Sunyi: Mengenal Jejak Musik Tradisional Sunda yang Tergerus Zaman

14 November 2023   22:50 Diperbarui: 14 November 2023   22:52 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Periuk, salah satu peninggalan di Museum Sri Baduga. (Dokpri)

Musik, salah satu bentuk budaya yang telah lama dilestarikan oleh manusia sejak zaman prasejarah. Sebelum kita menemukan cara menulis di alat batu, kita, manusia, sudah mengenal dan membuat musik. Musik sendiri, seiring dengan perkembangan peradaban, telah menjadi bentuk ekspresi dari jiwa seni manusia yang menggambarkan banyak hal: sedih, senang, marah, kecewa. Semua emosi dapat digambarkan oleh musik. Penggambaran emosi ini biasanya muncul dari kultur-kultur tertentu, seperti blues-nya orang-orang kulit hitam masa perbudakan di Amerika, sampai dengan musik tradisional Flamenco yang berkembang di Andalusia, Spanyol. Musik-musik dari kultur-kultur tertentu seringkali merepresentasikan karakteristik dari kultur-kultur tersebut; mereka seperti ingin bilang kepada kita, "Hei! Ini loh kami!"

Hal ini juga tak luput di negara kita, Indonesia. Bentuk penyampaian ekspresi dalam media musik telah menjadi suatu hal yang sangat lumrah dijumpai di berbagai kultur di Indonesia. Dikutip dari laman Liputan6, Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa, lebih tepatnya sekitar 1.340 suku bangsa. Indonesia juga memiliki lebih dari 700 bahasa. Dari data ini saja, kita dapat membayangkan banyaknya musik tradisional yang dihasilkan dari budaya-budaya di Indonesia. Salah satu jenis musik tradisional yang muncul dari banyaknya budaya di Indonesia ini adalah musik Sunda, yang memiliki tempat spesial di banyak orang Indonesia, bahkan yang bukan berasal dari etnis Sunda.

Namun sayangnya, dewasa ini minat masyarakat dan generasi muda pada umumnya terhadap musik tradisional cenderung rendah. Salah satu penyebab dari hal ini adalah maraknya globalisasi yang tengah kita hadapi dari luar negeri (Suneki, 2012). Globalisasi inilah yang menyebabkan terjadinya erosi nilai-nilai budaya yang di dalamnya terdapat musik tradisional. Hal ini berlaku di semua budaya di Indonesia, termasuk musik tradisional Sunda. Karena itulah, untuk melestarikan musik tradisional Sunda yang merupakan bentuk budaya yang sangat penting bagi kultur Jawa Barat, kita perlu mengenal lebih dalam mengenai bentuk budaya ini dan mengikuti jejak musik tradisional Sunda yang mulai tergerus oleh perkembangan zaman ini.

Pertama-tama, bayangkan diri Anda bangun di suatu hari Kamis yang cerah, dan Anda mendapati saya menelepon Anda dan berkata, "Hei, mau ke museum hari ini?" Anda pun memutuskan untuk ikut dengan saya ke Museum Sri Baduga di Bandung. Kita pun menelusuri macetnya jalan Bandung dan teriknya matahari namun tidak mengurungkan niat kita untuk berhenti dan mencapai apa yang menjadi tujuan saya mengajak Anda hari itu; untuk melihat peninggalan-peninggalan musik tradisional Jawa Barat. Akhirnya, kita pun sampai di depan museum dan membeli tiket yang berharga 3 ribu rupiah per-orang. Kita pun akan melihat-lihat hal apa saja yang ditawarkan di museum Sri Baduga ini, terutama dalam peninggalan musik tradisional Sunda. Masuklah kita ke ruangan-ruangan museum, kita dapat melihat berbagai macam peninggalan tanah Pasundan dari zaman prasejarah, dari bagaimana terbentuknya tanah Pasundan sampai dengan peninggalan-peninggalan nenek moyang tanah Pasundan yang berupa artefak-artefak kuno.

Setelah melewati artefak-artefak kuno tersebut, kita mendapati banyak peninggalan-peninggalan musik tradisional Sunda dari zaman mulai dari kerajaan sampai dengan zaman kolonialisme. Kita pun mendapati salah satu alat musik Sunda yang termasyhur di nusantara, yaitu Angklung. Angklung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu yang saat digoyangkan akan menghasilkan nada-nada tertentu. Angklung biasanya dimainkan secara berkelompok dan digunakan di dalam berbagai pertunjukan musik dan seni tradisional Sunda. Ada pula alat musik yang bernama Gong. Gong merupakan alat musik ritmis yang berupa cakram pipih yang melengkung dan membunyikan nada saat dipukul. Gong sendiri terdiri dari Gong Ageng dan Kempul yang memiliki ukuran besar dan menghasilkan suara yang mendalam dan berkarakter. Gong Ageng biasanya diletakkan di bagian tengah gamelan dan memiliki peran sebagai gong utama dalam penyusunan musik gamelan. Sementara Kempul adalah gong yang lebih kecil dibandingkan dengan Gong Ageng. Ukurannya bervariasi, tetapi umumnya lebih kecil dan memiliki suara yang lebih tinggi dibandingkan Gong Ageng. Kita pun melanjutkan langkah kita ke benda selanjutnya, yaitu Celempung kayu. Deskripsi dari museum menyatakan bahwa Celempung kayu merupakan tiruan dari suara percikan air yang dimainkan oleh beberapa gadis desa ketika mandi di sungai. Celempung termasuk ke dalam kelompok alat musik perkusi. Alat musik ini terbuat dari kayu atau bambu dan dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan tangan atau alat pemukul, alat musik ini berasal dari Lembang atau ditemukan disana.

Kita pun melangkahkan kaki ke peninggalan selanjutnya, tepatnya, peninggalan yang lebih modern daripada peninggalan-peninggalan yang telah kita lewati sebelumnya. Peninggalan tersebut tepatnya adalah sebuah gramofon. Gramofon merupakan sebuah alat untuk memutar suara melalui media piringan hitam. Piringan hitam ini akan memproduksi suara yang akan keluar melalui corong suara berbahan kuningan yang menyerupai terompet. Gramofon sendiri diproduksi di awal abad ke-20 dan marak digunakan oleh orang kaya di zaman kolonial kala itu.

Gramafon kuno untuk memutar piringan hitam. (Dokpri)
Gramafon kuno untuk memutar piringan hitam. (Dokpri)

Tempat Gramofon ini dipamerkan juga menggambarkan suasana di dalam rumah orang kaya yang hidup di zaman kolonial yang semakin menekankan bahwa Gramofon merupakan barang mewah yang hanya dimiliki orang kaya di zaman itu. Gramofon ini bisa digunakan untuk memainkan lagu-lagu populer di masa itu. Alat Gramofon sendiri masih terus digunakan selama abad ke-20. Alat ini sendiri juga bisa digunakan untuk memainkan peninggalan kita yang selanjutnya, peninggalan ini berupa piringan vinyl album Upit Sarimanah, seorang pesinden Sunda dari daerah Purwakarta yang populer di tahun 50-an, beliau terkenal karena sering membawakan lagu-lagu tradisional Sunda. Beliau sendiri menjadi pesinden andalan RRI dan pada tahun 1969 beliau dipercayakan untuk memimpin program Seni Sunda RRI Jakarta sampai beliau pensiun pada tahun 1984. Beliau sendiri memiliki beberapa lagu populer yang direkam oleh perusahaan piringan hitam kala itu, beberapa lagu populer tersebut di antaranya: Ekek Paeh Tablo, Karyawan Elodan, Tauco Cianjur, Nampi Ondangan, Gupay Pileuleuyan, dan masih banyak lagi. Disamping peninggalan piringan hitam beliau terdapat sebuah piagam tanda kehormatan asli yang ditulis oleh presiden kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri. Tanda kehormatan ini menunjukkan apresiasi yang diberikan oleh negara kepada Upit Sarimanah atas karyanya dan jasa-jasanya di dalam bidang kesenian dan budaya.

Vinyl Upit Sarimanah dan piagam. (Dokpri)
Vinyl Upit Sarimanah dan piagam. (Dokpri)

Kita pun telah selesai dari tur kecil kita di Museum Sri Baduga. Melihat peninggalan-peninggalan zaman dahulu, terutama peninggalan-peninggalan musik tradisional Sunda, menjadikan kita tidak hanya dapat mengapresiasi tradisi dan bentuk budaya kita sebagai bangsa Indonesia, namun kita juga dapat belajar bahwa keberlangsungan suatu bentuk budaya itu tergantung oleh para pemegang kebudayaannya. Memang sangat disayangkan bahwa musik tradisional Sunda kurang diminati di zaman modern ini, namun dengan melihat peninggalan-peninggalan musik tradisional Sunda di Museum Sri Baduga, kita dapat melihat dari mata modern kita bahwa bentuk budaya ini sangat perlu untuk dilestarikan dan akhirnya akan timbul kesadaran di dalam diri orang-orang untuk ikut melestarikan bentuk budaya yang unik ini. Dengan banyaknya orang yang ikut berkecimpung di dalam pelestarian musik tradisional Sunda, kelak nada-nada yang dihasilkan oleh instrumen-instrumen unik asal tanah Pasundan ini akan terus hidup di sekitar kita. Kelak, dari suara yang dihasilkan instrumen-instrumen itu, akan berpadu suatu harmoni yang akan menghilangkan kesunyian di tanah Pasundan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun