Mohon tunggu...
Rafid Fathan Fahmi
Rafid Fathan Fahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta

Hobi Travelling, Bermain futsal dan bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Etika Periklanan Belum Diperhatikan oleh Para Pengiklan?

26 Mei 2023   07:23 Diperbarui: 26 Mei 2023   08:47 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kali ini kita akan bahas tentang etika periklanan, seperti yang kita ketahui bahwa periklanan yang ditayangkan di berbagai media memiliki peraturan yang telah di tetapkan oleh pemerintah guna mengatur baik atau buruknya iklan yang ditayangkan tersebut.

Etika periklanan menurut EPI (Etika Pariwara Indonesia) adalah ketentuan-ketentuan normatif menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembannya. EPI ini berlaku bagi semua iklan, pelaku, dan usaha periklanan yang dipublikasikan atau beroperasi di wilayah hukum Republik Indonesia. Oleh sebab itu sebuah iklan dan seorang pelaku periklanan harus 1) Jujur, benar, dan bertanggung jawab. 2) Bersaing secara sehat. 3) Tidak merendahkan agama, budaya, Negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum.

Lantas mengapa masih ada iklan dan pelaku periklanan ini melanggar peraturan yang telah dibuat? Sebenarnya ini patut untuk dipertanyakan kepada mereka, tetapi lembaga yang berwenang untuk melakukan peneguran dan sanksi kurang berfungsi dengan baik dan semestinya. Sebagai masyarakat kita harus bijak dalam melihat iklan sehingga dapat membedakan iklan yang baik sesuai dengan peraturan dan iklan yang melanggar peraturan.

Kemudian ada berbagai macam iklan dari beberapa produk suatu brand yang melanggar etika periklanan diantaranya :

Iklan produk rokok yang di tampilkan di jalan protokol kota-kota besar dengan ukuran yang cukup besar, padahal pemerintah sudah menegaskan dan melarang iklan rokok tidak boleh ditampilkan di jalan protokol, hal ini bisa menarik perhatian anak-anak yang rasa ingin tahunya besar sehingga bukan tidak mungkin dia akan mencoba rokok tersebut. Dan juga produk rokok dalam iklannya harus Menyertakan peringatan tentang bahaya merokok sesuai dengan ketentuan hokum, akan tetapi himbauan bahaya merokok ini dalam bungkus rokok ini ukuranya masih kurang besar, sehingga masyarakat masih menghiraukan himbauan tersebut padahal itu merupakan hal yang sangat penting untuk kesehatan mereka.

Selain iklan rokok, ada iklan kosmetik atau kecantikan yang melanggar etika periklanan yaitu Iklan kosmetik banyak yang menawarkan hasil dalam waktu singkat yang di tampilkan di media, tetapi sebenarnya dalam EPI (Etika Pariwara Indonesia) sudah jelas disana ada larangan bahwa 1) Iklan tidak boleh menjanjikan hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya harus dilakukan secara teratur dan terus-menerus. 2) Iklan tidak boleh menawarkan hasil yang sebenarnya berada di luar kemampuan produk kosmetika atau perawatan tubuh. 3) Iklan tidak boleh memanipulasi tampilan atau menyajikan hasil tampilan yang bukan diperoleh dari penggunaan secara normal atau wajar dari produk terkait. Jika masyarakat kurang teredukasi dan hanya mementingkan dari hasil yang mutlak dari produk kurang teliti dalam memilih produk, jika sudah terjadi kecelakaan akibat pemakaian produk kosmetik tersebut akan menyesal di kemudian hari.

Iklan dari Dove yaitu brand yang menawarkan berbagai macam produk kecantikan yang telah di jual di lebih dari 150 negara yang ada didunia. Namun pada 2017, mereka di kecam karena menampilkan iklan ynag berbau rasisme kepada masyarakat berkulit hitam yang di dominasi oleh masyarakat di negara afrika. Dalam iklan yang diposting di halaman Facebook mereka di Amerika Serikat,  Klip video menunjukkan seorang wanita kulit hitam melepas kausnya untuk memperlihatkan seorang wanita kulit putih, yang kemudian mengangkat kausnya sendiri untuk memperlihatkan seorang wanita Asia. Versi iklan televisi tiga puluh detik penuh mencakup tujuh wanita dari ras dan usia yang berbeda.

Namun  Akankah kitab EPI ini, yang telah disempurnakan untuk keempat kali, akan mampu meniadakan pelanggaran etika pariwara?" Tentu tidak. Selain diperlukan sosialisasi dan penegakan etika yang tegas, oleh badan yang dapat menjangkau seluruh pemangku kepentingan dalam industri periklanan, sepertinya, dunia ini dan kehidupan ini, memerlukan dua hal yang berkebalikan. Perlu ada perempuan dan laki-laki, baik dan buruk, siang dan malam, tentu juga para pematuh etika pariwara dan para pelanggarnya. Kehadiran etika pariwara tidak akan meniadakan penlanggaran etika, namun setidaknya dapat meminimalisir pelanggaran etika pariwara sampai sekecil mungkin.

Oleh karena itu, kita harus saling menghormati antara satu sama lain, tidak membeda bedakan SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Sebagai masyarakat kita harus teliti kembali ketika ingin menggunakan suatu produk atau melihat iklan suatu produk untuk menghindari hal -- hal yang tidak diinginkan, begitu pun bagi para pelaku pengiklan yang harus memperhatikan etika periklanan yang berlaku sehingga tidak ada lagi iklan yang menyesatkan yang akan ditayangkan kepada khalayak. Mungkin masyarakat bisa membaca kita EPI agar memahami iklan seperti apa yang tidak boleh ditayangkan.

Sumber : 

https://sireka.pom.go.id/download/information/64/ETIKA%20PARIWARA%20INDONESIA%20AMANDEMEN%202020 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun