Aliran Pragmatisme
Aliran pragmatisme adalah sebuah aliran dalam filsafat yang menekankan pentingnya kegunaan praktis dalam menilai kebenaran suatu ide atau konsep. Pragmatisme mengutamakan konsekuensi praktis dari suatu keyakinan atau tindakan sebagai penentu kebenaran, bukan sekadar kebenaran teoretis atau metafisika. Aliran ini menyarankan bahwa nilai suatu gagasan atau teori harus diukur berdasarkan efektivitasnya dalam memecahkan masalah nyata atau memenuhi kebutuhan praktis manusia. Tokoh-tokoh penting dalam aliran pragmatisme termasuk Charles Sanders Peirce, William James, dan John Dewey. Pragmatisme memiliki pengaruh yang luas, tidak hanya dalam filsafat, tetapi juga dalam psikologi, pendidikan, politik, dan bidang lainnya.
Pragmatisme berasal dari kata-kata dalam bahasa Inggris, yaitu "pragmatic", dan dalam bahasa Yunani, "pragma", yang mengindikasikan tindakan, pekerjaan, atau konsekuensi. Dalam konteks filsafat, pragmatisme menilai nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya bagi kepentingan subjektif individu, bukan sekadar berdasarkan pengakuan atas kebenaran objektif empiris.
Pragmatisme muncul sebagai sebuah aliran pemikiran pada akhir abad ke-19 di Amerika Serikat dan kemudian menjadi mapan secara teoritis hingga akhir abad ke-20. Tokoh-tokoh Barat yang dianggap berperan penting dalam lahirnya dan perkembangan filsafat pragmatisme termasuk Charles S. Pierce (1839--1914), Williem James (1842--1910), George Herbert Mead (1863--1931), dan John Dewey (1859--1952). Di dunia pemikiran Islam, Ibnu Khaldun diakui sebagai tokoh yang mengembangkan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip pragmatisme.
Menurut Pierce, pragmatisme adalah suatu metode refleksi yang bertujuan untuk menguji ide-ide sehingga menjadi jelas dan memiliki nilai yang realistis. Dia menjelaskan pragmatisme sebagai sebuah metode untuk mengkonfirmasi makna dari konsepsi intelektual melalui konsekuensi-konsekuensi praktisnya. Dengan kata lain, Pierce menggariskan bahwa pendekatan intelektual harus dimulai dengan menghapus semua prasangka, sehingga jika apa yang seharusnya terjadi menurut prasangka tersebut ternyata tidak terjadi, individu harus mengikuti pengalaman nyata yang terjadi saat terjadi pertentangan dengan prasangka tersebut. Ini mengimplikasikan bahwa pragmatisme mendorong individu untuk mengandalkan pengalaman aktual saat menghadapi ketidaksesuaian dengan keyakinan.
Menurut James, pragmatisme didasarkan pada temuan empiris atau pengalaman konkret yang dapat diukur dan bersifat eksperimental. Dia menekankan bahwa pragmatisme adalah suatu pendekatan untuk mengakhiri perdebatan metafisika yang tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah prinsip, karena tidak dapat diterapkan secara konkret terutama dalam hal hakikat kebenaran, makna, moralitas, dan masalah-masalah agama yang dihadapi oleh umat beragama. Lebih lanjut, John Dewey memandang bahwa pragmatisme harus didasarkan pada pengalaman empiris dan eksperimental, serta tidak terjebak dalam pemikiran metafisika. Oleh karena itu, menurut pandangan pragmatisme yang dijelaskan oleh Dewey, kebenaran bersifat relatif, bergantung pada pengalaman empiris manusia, terus berubah dinamis, dan dinyatakan dalam bentuk probabilitas, bukan kebenaran absolut.
Dari pemaparan diatas, dapat diketahui bahwasannya. Pragmatisme menempatkan tindakan diatas pengetahuan atau pengajaran dengan menekankan pentingnya realitas dalam kehidupan praktis, penilaian terhadap berbagai pemikiran, gagasan, teori, atau kebijakan yang didasarkan pada kemampuan untuk dibuktikan, dilaksanakan,dan dapat menghasilkan hasil yang bermanfaat.Â
Hubungan aliran filsafat pragmatisme dalam pendidikan
Dalam konteks pendidikan, pendekatan pragmatis menekankan pentingnya pengalaman hidup dan kemampuan menghadapi masalah agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan beradaptasi dengan perubahan dalam kehidupan dunia. Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan pengalaman kehidupan yang terus berubah, dengan penekanan pada proses belajar melalui pengalaman secara langsung untuk mencapai efisiensi sosial. Proses pembelajaran juga memiliki tujuan untuk menumbuhkan kreativitas, serta melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap lingkungan.
Peran guru adalah sebagai pengawas dan pembimbing dalam mengelola pengalaman belajar tanpa mengganggu minat dan kebutuhan individual siswa. Selain itu, pendidikan pragmatis sering dianggap sebagai sarana untuk mendorong nilai-nilai demokrasi dalam proses pembelajaran.
Contohnya, dalam pendidikan pragmatis, sekolah dianggap sebagai salah satu dari berbagai lingkungan yang memberikan pengalaman kepada peserta didik. Oleh karena itu, sekolah menjadi tempat di mana peserta didik dapat menghadapi masalah dan mencari solusinya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan adaptasi.