Mohon tunggu...
Rafidah Evawani
Rafidah Evawani Mohon Tunggu... -

Rafidah Evawani Nganjuk, 19 Juni 1996 PWK (Perencanaan Wilayah Dan Kota) ITS 2014

Selanjutnya

Tutup

Money

Proyek Jalan Tol Terhambat Pembebasan Lahan, Percepat dengan Land Capping

19 Desember 2016   04:48 Diperbarui: 19 Desember 2016   05:21 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Penanaman modal pada suatu proyek atau yang lebih dikenal dengan istilah investasi proyek adalah pemberian dana untuk membiayai suatu proyek oleh investor yang biasanya berjangka waktu panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa mendatang. Biasanya proyek yang didanai investor adalah proyek yang memiliki prospek di masa mendatang, Indonesia sendiri sejak tahun 2000 sudah melakukan kerjasama dengan investor untuk membiayai sejumlah proyek.

Di masa sekarang ini banyak investor yang tertarik untuk menanamkan modal akibat dari potensi ekonomi Indonesia yang dianggap besar. Investor cukup tertarik dengan proyek – proyek yang direncanakan oleh Pemerintah Indonesia terutama untuk penanaman modal pada proyek pembangunan jalan tol karena proyek pembangunan jalan tol dianggap memiliki pospek yang sangat baik di masa mendatang sehingga banyak investor berbondong – bondong menanamkan modalnya untuk proyek pembangunan jalan tol apalagi tahun 2016 ini pemerintah sedang gencar – gencarnya melaksanakan proyek pembangunan jalan tol.

Meskipun dianggap sebagai proyek yang berprospek, faktanya sekarang banyak proyek jalan tol sebesar 3 miliar hingga 4,3 miliar yang mangkrak seperti pembangunan jalan tol trans Jawa dan jalan tol trans Sumatera akibat masalah pembebasan lahan yang sudah menjadi masalah klasik yang selalu terjadi pada proyek pembangunan jalan tol. 

Naiknya harga tanah secara cepat menjadi salah satu penyebab pembebasan lahan menjadi sulit dan membutuhkan waktu yang lama karena banyak masyarakat pemilik lahan menuntut harga yang lebih tinggi dari harga yang diperkirakan dalam proyek, selain itu ketidakjelasan harga, waktu, dan kepemilikan tanah yang disepakati antara pemilik lahan dan pelaksana proyek juga menyebabkan investor enggan mencairkan dana untuk pembebasan lahan.

Pembebasan lahan untuk jalan tol ini sebenernya telah dimuat dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dimana pemerintah sebenarnya bisa menuntut keberatannya atas harga yang ditawarkan pemilik lahan yang dianggap tidak rasional. Akan tetapi kurang tegasnya Pemerintah dalam menerapkan Perpres ini menyebabkan masalah pembebasan lahan semakin berkepanjangan dan investor semakin enggan mencairkan dananya untuk pembebasan lahan yang tak kunjung ada kejelasan.

Jika tidak segera ditangani maka proyek pembangunan jalan tol khususnya jalan tol trans Jawa dan Trans Sumatera yang terbilang mendesak akan tetap mangkrak dan tidak ada kelanjutan. Sebaiknya pemerintah segera menyelesaikan dengan instrumen land capping atau instrumen kesepakatan pembagian resiko yang adil antara pemerintah dengan investor, dimana pemerintah akan menanggung perubahan harga tanah diatas 110% dari nilai yang telah disepakati dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) apabila dalam pembebasan lahan antara pemerintah dan pemilik lahan mengalami ketidakpastian. Pertanggung jawaban pemerintah tersebut sebenarnya dimaksudkan agar dana untuk pembebasan lahan dari investor segera cair.

Dalam penerapan Land Capping ini pemerintah harus berhati – hari karena besarnya resiko yang ditimbulkan dan harus dibagi antara pemerintah dengan pihak investor, apabila ketidakpastian pembebasan lahan terus terjadi maka hal tersebut justru akan membebani anggaran pemerintah dan bisa jadi pemerintah malah menjadi obyek money game dan pihak – pihak yang sebenarnya menjadikan pembangunan jalan tol sebagai profiteering atau pengambilan untung sebanyak – banyaknya setelah jalan tol beroperasi (profit – oriented).

Dengan demikian, instrumen land capping yang diterapkan tidak dapat berdiri sendiri sehingga perlu keseimbangan dari instrumen lainnya seperti instrumen kesepakatan harga lahan sesuai NJOP saat itu agar tidak terjadi pembengkakan harga tanah hingga 100% dari NJOP saat realisasi proyek oleh investor. Selain itu juga perlu instrumen regulasi yang solid seperti penatagunaan tanah dan penjaminan jika proyek gagal.

Instrumen land capping akan efektif dan tidak membebani anggaran pemerintah apabila disertai komunikasi yang baik antara pihak yang berkepentingan yakni pemerintah dan pihak investor sehingga dimungkinkan dapat mencapai mufakat dalam dalam proses negosiasi untuk pelepasan hak atas tanah dari pemilik kepada pemerintah atau investor.

Disamping intrumen yang diterapkan, instrumen land capping akan lebih lengkap jika diimbangi juga melalui pendekatan dengan masyrakat terutama pemilik lahan guna membicarakan dan mencari titik terang mengenai harga lahan, hak milik (kepemilikan), serta waktu pelepasan lahan sehingga dapat dilaksanakan pembebasan lahan tanpa konflik. Akan tetapi jika negosiasi tersebut tetap menemui kebuntuan maka Pemerintah perlu untuk melengkapi instrumen land capping dengan mengefektifkan instrumen final untuk mengkompensasi pengalihan hak atas tanah sesuai dengan pagu harga tertinggi sesuai dengan masukan tim – tim pada proyek. Secara hukum, instrumen ekspropriasi ini sangat dimungkinkan untuk melengkapi instrumen land capping.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun