Kabut menggigil di awal pagi ini, menutup sisa langkah yang tak sempat berpamitan. Sejenak kurasa rindu. Di antara jeda musim hujan ini namamu masih lekat, tak selesai. Ibarat siluet yang sembunyi di balik tirai waktu yang enggan terbuka. Tak saling sapa, tak pula lupa---hanya terjebak dalam sunyi yang tak punya pintu keluar.
Adakah rindumu masih menetap, sebab rinduku tak pandai membaca peta jalan pulang, ia hanya tahu berputar dalam lingkar kenangan. Akalku perlahan menyusuri kosongnya pikiran, menggenggam ingatan yang kian lenyap, menerka-nerka bayangmu yang kian samar.
Ada yang ingin kutanyakan, tapi kalimatnya terlanjur terurai di langit-langit hati.
Lalu pagi berganti siang, merangkak tanpa belas, matahari menggantung letih di pundak langit atas. Ada denting yang tak terdengar, menggema dari percakapan yang tak pernah dimulai. Kupintal lagi benang rindu, menjadi sulaman tanya yang tak berani kutitipkan pada angin.
Apakah kau pun resah
ketika terik panas menikam tanpa teduh bayangku?
Tak ada surat yang kutulis, hanya isyarat yang kubisikkan pada semilir yang mungkin, entah bagaimana, pernah melintas jendela kamarmu. Namun siang terlalu bising untuk mendengar lirih.
Langit berubah, menjingga dengan luka yang tak kentara, mengendap pelan di sela nyala kota yang mulai meremang. Mengingatkan pada jam-jam saat kita saling menanti tapi kalah oleh diam. Langit seolah menulis ulang takdir dengan tinta yang menetes dari perasaan purba. Wajahmu tiba-tiba muncul di balik silau cakrawala, bukan nyata, bukan fatamorgana---sekadar angan. Aku menunduk pada bayangku sendiri, sebab menatap harapmu adalah meraba yang tak bisa digenggam.
Waktu berbisik lagi, tapi kali ini dengan nada yang menyerupai maaf. Barangkali kita tak pernah benar-benar berpisah, hanya tak cukup berani menyapa. Kini cahaya condong ke barat, membawa sisa-sisa memori yang tak sempat diarsipkan.
Aku tak lagi mencari,
hanya menunggu rindu menemukan bentuknya sendiri. Sebab yang hilang bukan kamu, tapi waktu yang gagal menyatukan pertemuan dan keberanian. Bintang-bintang seperti sandi yang hanya bisa dibaca oleh yang pernah kehilangan.
Dan malam, malam adalah saksi bahwa rindu bisa tetap hidup meski tak diberi tempat dan alamat. Dan aku, Aku terjebak dalam bayang kemungkinan, membawa namamu sebagai mantra yang tak usang.