Mohon tunggu...
Raffi Muhamad Faruq
Raffi Muhamad Faruq Mohon Tunggu... Mahasiswa, Peternak, Pengamat sepak bola, dan Pebisnis.

Seorang mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prodi Manajemen Pendidikan Islam. Menerima jasa konsultasi kuliah bagi mahasiswa. Memiliki peternakan Ayam Hias, Ayam Pelung dan Beberapa jenis burung (Perkutut, Derkuku dan Kicau). Menerima ajakan Bal-balan dan diskusi mengenai sepak bola. Menerima pesanan bibit pohon dan bonsai (by request). Menerima dan tidak akan menolak ajakan masuk Surga. Informasi lebih lanjut hubungi 0821-1939-4586 (WA), raffimfrq (Instagram). Raffi Muhamad Faruq (Facebook dan X/Twitter), raffimfrq@gmail.com, hobbypelunggarut@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kamu di Balik Kabut (Sebuah catatan sederhana dari riuhnya kepala)

9 April 2025   21:02 Diperbarui: 9 April 2025   21:02 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Raffi Muhamad Faruq

Kabut menggigil di awal pagi ini, menutup sisa langkah yang tak sempat berpamitan. Sejenak kurasa rindu. Di antara jeda musim hujan ini namamu masih lekat, tak selesai. Ibarat siluet yang sembunyi di balik tirai waktu yang enggan terbuka. Tak saling sapa, tak pula lupa---hanya terjebak dalam sunyi yang tak punya pintu keluar.

Adakah rindumu masih menetap, sebab rinduku tak pandai membaca peta jalan pulang, ia hanya tahu berputar dalam lingkar kenangan. Akalku perlahan menyusuri kosongnya pikiran, menggenggam ingatan yang kian lenyap, menerka-nerka bayangmu yang kian samar.

Ada yang ingin kutanyakan, tapi kalimatnya terlanjur terurai di langit-langit hati.

Lalu pagi berganti siang, merangkak tanpa belas, matahari menggantung letih di pundak langit atas.  Ada denting yang tak terdengar, menggema dari percakapan yang tak pernah dimulai. Kupintal lagi benang rindu, menjadi sulaman tanya yang tak berani kutitipkan pada angin.

Apakah kau pun resah
ketika terik panas menikam tanpa teduh bayangku?

Tak ada surat yang kutulis, hanya isyarat yang kubisikkan pada semilir yang mungkin, entah bagaimana, pernah melintas jendela kamarmu. Namun siang terlalu bising untuk mendengar lirih.

Langit berubah, menjingga dengan luka yang tak kentara, mengendap pelan di sela nyala kota yang mulai meremang. Mengingatkan pada jam-jam saat kita saling menanti tapi kalah oleh diam. Langit seolah menulis ulang takdir dengan tinta yang menetes dari perasaan purba. Wajahmu tiba-tiba muncul di balik silau cakrawala, bukan nyata, bukan fatamorgana---sekadar angan. Aku menunduk pada bayangku sendiri, sebab menatap harapmu adalah meraba yang tak bisa digenggam.

Waktu berbisik lagi, tapi kali ini dengan nada yang menyerupai maaf. Barangkali kita tak pernah benar-benar berpisah, hanya tak cukup berani menyapa. Kini cahaya condong ke barat, membawa sisa-sisa memori yang tak sempat diarsipkan. 

Aku tak lagi mencari,
hanya menunggu rindu menemukan bentuknya sendiri. Sebab yang hilang bukan kamu, tapi waktu yang gagal menyatukan pertemuan dan keberanian. Bintang-bintang seperti sandi yang hanya bisa dibaca oleh yang pernah kehilangan.

Dan malam, malam adalah saksi bahwa rindu bisa tetap hidup meski tak diberi tempat dan alamat. Dan aku, Aku terjebak dalam bayang kemungkinan, membawa namamu sebagai mantra yang tak usang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun