Mohon tunggu...
Aunurrafiq Abdullah
Aunurrafiq Abdullah Mohon Tunggu... wiraswasta -

Menyukai Proses Hidup dan Selalu Berprasangka Baik Kepada Sang Empunya Kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jangan Gugat Rasa Nasionalisme Saya

11 September 2011   06:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:03 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Dibeberapa kesempatan, baik forum formil maupun sekedar bincang-bincang ringan dengan teman, saya sering mengutarakan tentang ketidakadilan ekonomi di Indonesia, bahkan secara terang saya katakan, bahwa Indonesia sekarang tak ubahnya dengan Belanda, artinya mereka sama-sama penjajah, bedanya penjajah belanda menjajah secara fisik, tapi Indonesia menjajah secara ekonomi.

Siapa yang Indonesia jajah, bukankah Indonesia tak melakukan invasi apapun saat ini ke negeri orang lain, bahkan Indonesia mengirim pasukan perdamaiannya di berbagai belahan dunia yg sedang terlibat konflik bersenjata. Lantas apa yang Indonesia jajah, jawabnya Indonesia menjajah bangsanya sendiri.

Bagian Indonesia yang dijajah tersebut adalah daerah-daerah penghasil devisa yang luar biasa, tapi tidak mendapatkan apa-apa dari hasil buminya, diambil sebanyak-banyaknya, lalu ditinggalkan dengan luka mendalam berupa kerusakan lingkungan yang parah.

Daerah-daerah terjajah tersebut lebih khusus kepada Papua, Kalimantan, Riau dan beberapa daerah lainnya di Sumatera, dan Nusa Tenggara. Bahkan saya sempat menulis yang merupakan gambaran kegelisahan hati saya tentang ketidakadilan ini. Lalu beberapa orang bereaksi bahwa saya tak punya Nasionalisme, saya dituduh melakukan rencana makar dan tindakan separatis lainnya. Astaghfirullah…

Tidak bolehkah saya berfikir krits tentang bangsa saya sendiri, apakah kalau negara saya telah keluar dari jalur kebenaran, lantas saya tak boleh mengingatkan, haruskan saya berdiam diri dan membiarkan itu semua terjadi, hanya karena saya takut tidak dianggap nasionalis, sungguh pandangan yang keliru menurut akal sehat saya.

Apa yang saya lakukan ini, tidaklah berarti apa-apa terhadap negeri ini, tidak juga akan mengubah keadaan, apalah arti 1 atau 2 tulisan saya di kompasiana ini, mereka baca saja pun mungkin tidak, bahkan sesama kompasianer pun ada yang mengangap ini bukan hal penting, karena mungkin tidak pernah menyentuh kehidupan mereka secara langsung, maksud saya tak pernah tinggal di suatu daerah yang kaya sumber daya, tapi tidak mendapat apa-apa dari kekayaan alamnya, malah mendapat celaka, berupa pencemaran akut dan kerusakan lingkungan yang berbuah bencana.

Kalau boleh memilih, perusahaan2 minyak dan gas itu, tidak usah saja menginjakkan kakinya di bumi kami, karena sebelum kedatangan mereka, kami bisa hidup lebih sejahtera dari sekarang, kehadiran mereka hanya menancapkan kuku-kuku mereka yang tajam dan mengoyak-ngoyak sumber penghidupan kami.

Kata leluhur saya, sebelum mereka datang, sungai-sungai kami jernih layaknya AQUA, bahkan tak jarang dapat diminum secara langsung tanpa menyebabkan perut jadi mules, tapi kedatangan mereka, menyebabkan kami harus merogoh kocek dalam-dalam, hanya untuk membeli air kemasan yang didatangkan jauh-jauh dari pulau seberang, sehingga setelah sampai disini harganya telah melambung tinggi sampai 3 kali lipat dari harga seharusnya.

Mereka juga bercerita, bahwa mereka dulu (sebelum eksplorasi minyak pertama tahun 1973), bisa hidup sejahtera dengan usaha kopra, dengan usaha tersebut bahkan jika ada hajatan seperti walimahan, maka berbelanja ke Singapura bukan hal yang mustahil bagi mereka.

Bayangkan saja jika dalam satu hektar,kebun kelapa kami bisa menghasilkan ratusan ribu biji kelapa, namun sekarang untuk mendapatkan 1000 biji kelapa dlm dua hektar pun susahnya minta ampun, bahkan beberapa pohon kelapa kami enggan tuk berbuah kembali, malahan ada yg putus asa dan mengakhiri hidupnya menjadi seonggok batang pohon kelapa yang merana.

Oleh karena itu jangan gugat rasa nasionalisme saya, karena kemungkinan besar, rasa nasionalisme saya, lebih besar dari anda.

Sebagai gambaran kecil, sejak kecil saya selalu bersemangat kepada hal-hal yang berbau Indonesia, mulai dari produk sampai olahraga, masih kental dalam ingatan saya, dahulu harus susah payah membolak-balik antena untuk mendapatkan suara yang bagus dari sebuah radio kecil, hanya untuk mendengarkan siaran langsung pertandingan final sepakbola antara Indonesia dan Thailand pada kejuaraan Sea Games.

Tapi untungnya usaha saya tidak sia-sia, karena pada waktu itu Indonesia menang adu penalti dan berhak menggondol medali emas sekaligus menjadi yang terakhir, karena sejak Sea Games 1991 itu, Indonesia tak pernah lagi mendapatkan medali emas.

Jika antusiasme masyarakat Indonesia terhadap Timnas saat ini begitu menggebu-gebunya, maka hal itu bukan barang baru bagi saya, bahkan saat orang-orang tak melirik timnas kita, saya selalu ada untuk mereka, walaupun saya tak pernah memberikan dukungan langsung di SGBK, maklum saja karena saya orang susah dan tak punya dana untuk pergi ke Jakarta.

Saat anak-anak muda lainnya, terlalu mengidolakan klub-klub sepakbola luar negeri, sampai-sampai rela begadang untuk menyaksikannya di layar kaca, saya tak pernah sedikitpun berminat bahkan meliriknya pun tidak.

Lain soal kalau Timnas yang bermain, sejelek apapun permainan mereka, saya selalu siap menjadi penonton setia, karena saya bukan menikmati pertandingan sepakbolanya, jujur saja... saya sebenarnya tak suka menonton pertandingan sepakbola, jadi bukan pertandingannya yang saya nikmati, tapi lebih karena ingin Indonesia menang dan dikenal di luar negeri sebagai sebuah negara yang tidak dapat dianggap remeh kemampuannya.

Hati saya selalu berdeseir, setiap kali lagu kebangsaan Indonesia raya dikumandangkan, bukan saja pada pertandingan sepakbola, bahkan di semua cabang olahraga yang mengikutsertakan Indonesia di dalamnya. Bahkan saya paling rajin mengingatkan orang tua saya dulu, untuk mengibarkan bendera merah putih pada setiap agustusan.

Sejatinya saya adalah Orang Indonesia Tulen, saking cintanya, bahkan saya tak ingin ada bagian dari Indonesia ini yang diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat. Jika kita harus sejahtera, maka tak boleh ada bagian dari Indonesia yang tak sejahtera, jika suatu pulau dibangun secara intensif dan terus menerus layaknya pulau jawa, ,maka daerah-daerah juga harus dibangun, terlebih lagi daerah-daerah yang selama ini telah dengan suka rela menyumbangkanisi perutnya.

Sekali lagi jangan gugat rasa nasionalisme saya, jika anda belum tahu apa arti nasionalisme itu sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun