Fajar melesak masuk jendela. Pagi di Surabaya menyapa dengan kicauan burung dan lambaian barisan angsana. Pemandangan dari kamar ini betapa menyejukkan sukma.Â
Pedestrian rapih dan jalanan rindang melengkapi petak-petak tanaman taman. Betapa pesonanya selalu dipuji oleh pendatang. Kota yang suram bermetamorfosa kian menawan.Â
Pitakon tertuju pada pimpinan. Bagaimana siasat meriasi metropolitan. Pada dingin tangannya tersolek perubahan. Tuturnya, membangun metropolitan butuh kehati-hatian! Bukan dengan keberanian yang acap didengungkan.
Semasa kami masih bocah. Taman bermain adalah celah di antara rumah. Lapangan ialah kubangan tak terbenah. Kenangan kami bergelimang sampah.Â
Dulu, rumah harus dibangun berlantai atas dan bawah. Namun pada yang ataslah kami sepenuhnya memamah. Sebab setengah tahun lamanya yang bawah akan basah.
Kini pada taman-tamannya tumbuh kehidupan. Kanak dan bocah berlarian bungah. Sesak dan surya perlahan tak terasa. Kanopi hijau jadi pelabuh angan-angan. Mewujudkan kota seimbang.
Kawula baya menyudut rerumpian. Kaum muda bergiat maya. Tersiar tantangan agar segera menyusul Sang Pahlawan!
Basuki Rahmat, 30 September 2016
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H