Mohon tunggu...
Rafendra Aditya
Rafendra Aditya Mohon Tunggu... Staf Biro Informasi dan Hukum Kemenko Kemaritiman -

Menulis membuatku merasakan hal-hal yang tak dapat kurasakan di dunia nyata. Menulis itu membangun rumah, dengan pondasi gagasan, material kata-kata dan atap khasanah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Ayah & Ibu Memilih untuk Tak Lagi Serumah

7 September 2016   16:01 Diperbarui: 7 September 2016   16:09 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah, Ibu, Aku rindu. http://www.huffingtonpost.com

Sepenggal surat terbuka: suara hati anak-anak dengan keluarga yang terpecah.
Untuk Mama dan Papa yang telah tak satu rumah.

Teruntuk Ayah dan Ibu,

yang dulu memilih untuk berpisah.

Kini anakmu ini telah memahaminya...

Ayah, Ibu, walaupun kita telah berpisah, cerai pastilah sesuatu yang kalian hindari dalam keluarga kecil kita. Semua orang bahkan menganggap perceraian identik dengan petaka dalam keluarga, apalagi keluarga yang sudah tidak berdua saja. Kini anakmu telah dewasa. Telah mempelajari bahwa Tuhan memang tidak menyukai perpecahan dalam rumah tangga, tetapi Dia tidak melarangnya. Dari situlah ananda mulai memahami, bahwa ada alasan yang mendasari mengapa perceraian tetap kalian pilih.

Dulu memang ananda tidak terima. Dulu ananda meronta agar kita tetap bisa bersama. Tetapi kini anakmu memahami kenapa kita memang harus berpisah.

Ayah, Ibu, Dulu Memang Ananda Masih Terlalu Lugu.

Duniaku dulu masih hanya sebatas mainan dan kudangan. Ananda belum paham tentang kehidupan yang ternyata tak semanis permen yang kalian belikan. Belum memahami bahwa ada masalah diantara kalian, karena di depanku kalian tetap dengan senyuman. Bersamaku kalian berikan rasa sayang dengan menutupi perdebatan.

Hingga Kalian Lelah Berpura-pura dan Kita Mulai Jarang Bermain Bertiga.

Ananda tak tahu dari mana dan bagaimana semua ini bermula. Kalian menutupi semua karena ingin ananda menikmati masa kecil yang bahagia. Ananda yang belum belia pun bertanya dengan polosnya, kenapa kita mulai jarang bermain bertiga?

"Ibu sibuk memasak kue untuk kita!" padahal dia sedang sendu."Ayah bekerja sayang. Buat beli mainan kesukaan kamu..." padahal ayah sengaja mengurangi waktu bertemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun