Sepenggal surat terbuka: suara hati anak-anak dengan keluarga yang terpecah.
Untuk Mama dan Papa yang telah tak satu rumah.
yang dulu memilih untuk berpisah.
Kini anakmu ini telah memahaminya...
Ayah, Ibu, walaupun kita telah berpisah, cerai pastilah sesuatu yang kalian hindari dalam keluarga kecil kita. Semua orang bahkan menganggap perceraian identik dengan petaka dalam keluarga, apalagi keluarga yang sudah tidak berdua saja. Kini anakmu telah dewasa. Telah mempelajari bahwa Tuhan memang tidak menyukai perpecahan dalam rumah tangga, tetapi Dia tidak melarangnya. Dari situlah ananda mulai memahami, bahwa ada alasan yang mendasari mengapa perceraian tetap kalian pilih.
Dulu memang ananda tidak terima. Dulu ananda meronta agar kita tetap bisa bersama. Tetapi kini anakmu memahami kenapa kita memang harus berpisah.
Ayah, Ibu, Dulu Memang Ananda Masih Terlalu Lugu.
Duniaku dulu masih hanya sebatas mainan dan kudangan. Ananda belum paham tentang kehidupan yang ternyata tak semanis permen yang kalian belikan. Belum memahami bahwa ada masalah diantara kalian, karena di depanku kalian tetap dengan senyuman. Bersamaku kalian berikan rasa sayang dengan menutupi perdebatan.
Hingga Kalian Lelah Berpura-pura dan Kita Mulai Jarang Bermain Bertiga.
Ananda tak tahu dari mana dan bagaimana semua ini bermula. Kalian menutupi semua karena ingin ananda menikmati masa kecil yang bahagia. Ananda yang belum belia pun bertanya dengan polosnya, kenapa kita mulai jarang bermain bertiga?
"Ibu sibuk memasak kue untuk kita!" padahal dia sedang sendu."Ayah bekerja sayang. Buat beli mainan kesukaan kamu..." padahal ayah sengaja mengurangi waktu bertemu.