Pandemi Covid-19 : Tantangan Ekonomi Dan Bisnis Islam
Data WHO mencatat sampai dengan tanggal 1 Juni 2020, virus ini telah menyebar di 216 negara, dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif mencapai 6.016.976 orang dan telah menyebabkan kematian 370.153 orang di seluruh dunia. Sementara di Indonesia, pada tanggal yang sama, jumlah kasus positif telah mencapai 26.940 orang dan telah menyebabkan kematian 1.641 orang.
Kecepatan penyebaran dan dampaknya yang mematikan, membuat pandemi Covid-19, menimbulkan kriris kesehatan di seluruh dunia. Pandemi Covid-19 ini tidak hanya menciptakan krisis kesehatan, tetapi juga krisis multidimensi, menyerang semua sektor kehidupan manusia, mulai dari politik, pendidikan, kehidupan keagamaan, hingga yang paling terpukul adalah pada bidang sosial dan ekonomi. Lalu bagaimana hal ini dilihat dari sisi Islam ?
Kerangka Ekonomi Islam
Terdapat sebuah kerangka maqashid syariah yang menyatakan bahwa tujuan syariah (pengaturan dalam Islam) adalah menjaga agama (Hifdzun ad-diin), menjaga jiwa (Hifdzun an-nafs), menjaga akal (Hifdzun Aql), menjaga keturunan (Hifdzun Nasl) dan menjaga harta (Hifdzun Maal). Maqashid Syariah menegaskan bahwa semua pengaturan berorientasi untuk melindungi manusia dan melindungi kehidupan manusia.Â
Dalam urusan ekonomi, kerangka maqashid syariah menempatkan kesejahteraan manusia sebagai tujuan dari setiap kegiatan ekonomi. Kesejahteraan dalam kerangka maqashid syariah adalah meliputi kesejahteraan jasmani, kesejahteraan materi dan kesejahteraan ruhani. Lebih jauh, makna kesejahteraan dalam perspektif maqashid syariah adalah tidak hanya dalam kehidupan seorang individu di dunia, tetapi juga nanti di akhirat.
Tantangan Ekonomi Islam
- Turunnya permintaan terhadap produk-produk bisnis syariah
- Di tengah merebaknya Covid-19, tingkat kunjungan wisatawan asing dan wisatawan domestik merosot drastis. Juga terjadi penurunan aktivitas konsumsi masyarakat telah mulai terjadi pada semua produk non bahan pokok, termasuk produk-produk makanan dan minuman halal, kosmetika halal dan fesyen muslim.
- Kenaikan biaya produksi
- Biaya produksi dapat naik karena disebabkan oleh gangguan rantai pasokan maupun yang disebabkan oleh perubahan ketenagakerjaan. Gangguan rantai pasokan terjadi karena ketergantungan Indonesia yang masih cukup tinggi pada bahan-bahan baku dan barangbarang modal dari luar negeri.
- Terhambatnya realisasi penanaman modal
- Ketidakpastian yang tinggi di tengah merebaknya Covid-19 kemungkinan akan memaksa para investor untuk menunda atau bahkan membatalkan sebagian rencana penanaman modal mereka. Tidak terkecuali, investor yang berencana menanamkan modalnya pada bisnis- bisnis syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H