Sejatinya lazimnya pesta, Pemilu 2019 adalah hal yang menyenangkan, cair dan hangat. Tapi apa lacur, pesta yang akan digelar April tahun depan sudah rusuh bahkan sejak panitia ditetapkan. Kebohongan dibalas kedustaan, cacian dibalas hinaan, makian dibalas dampratan, fitnah berbalas prasangka dan seterusnya dan seterusnya. Dan ini akan semakin mendidih sampai tahun depan. Pesta demokrasi layaknya Tarkam di desa atau pentas dangdut di lapangan. Yang rusuh bukan pemain bola ataupun biduan..tapi disekililing lapangan bola dan panggung dangdut.
Begitu juga yang terjadi di Pilpres 2019. Ketika dua pasangan mulai jarang muncul dipermukaan. Orang disekitar garis lapanganlah yang saling lempar botol. Saling adu koreografi yang penuh sindiran dan saling bertukar ejekan. Awalnya terasa wajar dan indah karena memang begitulah pertandingan atau tontonan. Ada bumbu yang menyedapkan.Â
Akan jadi masalah ketika bumbu itu mulai melebihi takaran sehingga saling menafikan dan meniadakan. Situasi akan semaik runyam jika wasit dan aparat keamanan salah dan terlambat ambil tindakan. Terjadilah kerusuhan yang tumbuh dari gesekan kecil dan menjelma menjadi ancaman.
Jangan sampai kerusuhan yang terjadi membuat enggan penonton yang melihat dari kejauhan untuk datang di Bilik Pilihan karena takut dalam jebakan  lingkaran perusuh pertandingan.
So. marilah kita batasi ruang gerak perusuh pertandingan sehingga semua nyaman sampai munculnya orang pilihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H