Keluarga adalah kerjasama yang mempunyai pemimpin dan anggota yang tidak memiliki sikap egois yang mementingkan diri sendiri. Peran orangtua memberikan ajaran-ajaran yang berguna kepada anaknya. Dan anak menerima ajaran tersebut yang diwariskan demi perkembangkan dirinya, maka kerja sama ini harus dilakukan untuk menjaga keluarga yang harmonis. Keluarga harmonis  memiliki visi dan misi yang sama dan dapat menciptakan rasa aman yang di peroleh antara orangtua dan anak.
Anak adalah seorang dilahirkan dari perkawinan antara perempuan dan laki-laki dalam pernikahan ataupun di luar penikahan yang sah. Dalam artian Negara, anak merupakan penerus bangsa. Dan bagaimana pola didikan menjadi pengaruh dari lingkungan yang diberikan untuk menentukan generasi penerus bangsa. Karena itu, anak juga mendapat perlindungan secara hukum melalui Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak yang dilahirkan dari perkawinan antar seorang perempuan dan seorang laki-laki sampai waktu ia mencapai usia dewasa, sebagaimana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak, pasal 1 ayat (1) "anak adalah seorang yang belum berusai 18(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan".
Keluarga yang harmonis apabila kerja sama antara semua fungsi dan peranan bekerja dengan baik. Sebaliknya, kerja sama yang tidak bekerja dengan baik dapat timbulnya ketidak harmonisan, retaknya hubungan keluarga, menganggunya psikis anak, bahkan bisa terjadinya perceraian orang tua. Dalam hal ini disebabkan dengan kurangnya komunikasi, adanya pengkhianatan, gagalnya peran orang tua untuk anak dan emosi yang tidak stabil.
Keluarga yang tidak harmonis akan berdampak juga pada psikis anak atau terganggunya kesehatan mental. Kesehatan mental merupakan keadaan sejahtera mental yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitasnya. Salah satu faktor utama yang berdampak pada kesehatan mental adalah ketidak harmonisan keluarga. Terganggunya psikis anak bisa terjadi jika adanya kekerasan dalam keluarga ataupun trauma dengan tidak baiknya hubungan ayah dan ibu bahkan perceraian orang tua.
Menurut  data kemenpppa (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak) jenis kekerasan psikis menjadi tiga besar, yaitu 2.513 pada semua kalangan termasuk anak-anak, periode kasus tahun 2024.  Anak yang psikisnya terganggu merasa trauma dan menghambat pertumbuhan dari cara berfikirnya dan lain sebagainya. Negara juga memberikan perlindungan hukum melalui UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 21 ayat (2), dan  Pasal 59A huruf a :
Pasal 21 ayat (2)
 "Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak."
Pasal 59A huruf a
"penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;"
Kesimpulannya, kunci utama pertumbuhan anak ada pada orang tua. Apabila pertumbuhan anak terganggu, salah satunya dikarenakan tidak harmonis keluarga anak akan mengalami gangguan mental termasuk psikisnya. Terganggunya psikis anak akan menghambat cara berfikir, dan merasa suram dalam menjalani keehidupannya. Maka dari itu menjadi tanggungjawab orang tua dalam kesehatan mental anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H