(Mikael Ekel Sadsuitubun-Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng)
 Pada akhir abad ke-18, Mayoor Sahiri Parengkuan merupakan kepala Walak Kakaskasen yang berkedudukan di Lotta-Kali (kini kecamatan Pineleng). Ia seringkali melihat dua orang Tontemboan dari Tolok (desa di Kawangkoan), yang bernama Lumingkewas dan Rantung. Mereka berdua kerap melewati wilayah Kerajaan Lotta untuk pergi ke Manado, mengambil garam (mendonasin atau maasin) yang pada waktu itu memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Meskipun situasi pada masa itu begitu rawan, seperti aksi pembegalan dan pengayuan (pemenggalan kepala), namun hal itu tidak menyurutkan nyali kedua orang itu untuk pergi ke Manado. Mayor Sahiri yang pada masa itu suka mengumpulkan orang-orang sakti untuk melawan suku Bantik, akhirnya memanggil kedua orang Tontemboan tersebut. Ia mengadakan pembicaraan dengan mereka dan terjadilah suatu kesepakatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H