Mohon tunggu...
Rafael Ilham
Rafael Ilham Mohon Tunggu... Atlet - mhs

atlet

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pencatatan Perkawinan

21 Februari 2024   00:30 Diperbarui: 21 Februari 2024   00:32 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Analisis Pencatatan Perkawinan di Indonesia

Eka Siti Nuraini (222121173), Elisa Mulyaningsih (222121174),
Nuwaf Al-jamil (222121182), Rafael Ilham Prayogo (222121198)

1. Berikan Analisis Sejarah Pencatatan Perkawinan Di Indonesia
Dilihat dari sejarahnya, nampaknya pencatatan perkawinan ini mengalami banyak perubahan pada setiap zamannya. Pada awalnya ada pengaturan ini yaitu dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Perkawinan, Perceraian dan Permukiman, undang-undang ini pertama kali berlaku di Jawa dan Madura pada tanggal 1 Februari 1947. Setelah adanya Undang-undang No. 32 Tahun 1954 itu hanya direalisasikan dimana-mana di Indonesia.
Tahun 1958 ketika K.H. memenuhi jabatan Menteri Agama. Pak Ilyas ingin menyampaikan prioritas kepentingan umat Islam ke parlemen, karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, dalam sidang DPR, Sumarni dari Fraksi PNI berpendapat bahwa undang-undang perkawinan harus mencakup semua lapisan masyarakat tanpa membedakan agama. ras dan etnis tertentu. Akhirnya setelah banyak perdebatan. pada tanggal 2 Januari 1974, UU Perkawinan yang disahkan DPR disahkan menjadi UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Keputusan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, pencatatan bagi yang beragama Islam menjadi tanggung jawab Departemen Agama Islam Departemen Agama RI, sedangkan bagi yang non muslim Departemen Kebudayaan.
Mengingat tata cara dan tata cara perkawinan menurut hukum masing-masing agama, maka perkawinan harus dirayakan di hadapan Panitera Nikah dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Tak lama setelah akad nikah, kedua mempelai menandatangani akta nikah yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil. Setelah tanda tangan diberikan, pernikahan akan dicatat secara resmi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia melibatkan berbagai faktor, mulai dari kebutuhan statistik dan kepolisian kolonial hingga efektivitas undang-undang yang aktual. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) juga telah mempengaruhi cara pencatatan perkawinan di Indonesia, sehingga proses pencatatan lebih cepat dan efisien.

2. Mengapa Pencatatan Perkawinan Diperlukan?
Perkawinan tidak tercatat memberikan gambaran bahwa tidak adanya bukti yang menjelaskan adanya suatu perkawinan berupa akta nikah, maka tidak ada pula kepastian hukum di dalam perkawinan tersebut. Sehingga, suami yang melakukan perkawinan tanpa dicatatkan dapat urnuk tidak mengakui anak dari istrinya itu.
 Hal ini tentu berdampak pada psikologis dan hak seorang anak. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum, pendidikan, ataupun kesejahteraan sosial Perkawinan yang tidak dicatatkan akan menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu. Akibat yang ditimbulkan perihal tidak dicatatnya perkawinan diantaranya:
pasangan suami istri tersebut tidak memiliki bukti otentik bahwa mereka telah melaksanakan suatu perkawinan yang sah. Akibatnya, dilihat dari aspek yuridis, perkawinan tersebut tidak diakui pemerintah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum (no legal force).
 perkawinan tersebut tidak dilindungi oleh hukum, dan bahkan dianggap tidak pernah ada.
Negara tidak dapat memberikan perlindungan mengenai status perkawinan, harta gono-gini, waris, dan hak-hak lain yang timbul dari sebuah perkawinan, karena untuk membuktikan adanya hak istri harus dibuktikan terlebih dahulu adanya perkawinan antara istri dengan suaminya

3. Berikan analisis makna filosofis, sosiologis, religious, dan yuridis pencatatan perkawinan?
Secara Filosofis adanya pencatatan pernikahan menjamin adanya perlindungan terhadap status suami istri maupun anak dan perlindungan lainnya seperti hak waris dan lain sebagainya

secara sosiologis diakui keberadaannya (pencatatan nikah) yang dapat dilihat dari dua perspektif, yakni pengakuan dari masyarakat dan kebijakan dari pemerintah. pencatatan nikah diakui oleh masyarakat karena secara sosiologis memiliki banyak kegunaan (manfaat) khususnya bagi istri dan anak. Bagi istri manfaat pencatatan nikah adalah hak nafkah, hak waris dan hak harta gono-gini lebih terlindungi.Bagi anak manfaat pencatatan nikah adalah status anak jadi lebih jelas, yang berkaitan dengan harta seperti hak nafkah, hak waris dan juga hak perwalian menjadi lebih terjamin.

 Selain itu, dengan pencatatan nikah maka akan diterbitkan sebuah buku nikah sebagai bukti autentik bahwa pernikahan tersebut telah didaftarkan secara resmi di hadapan pegawai pencatat nikah. Dengan memiliki buku nikah, hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Kelurga (KK), Pasport, Akta Kelahiran, atau bahkan yang berkaitan dengan politik yaitu berhaknya memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum akan lebih mudah dilayani, ketimbang yang tidak memiliki buku nikah.

Secara religious Pencatatan perkawinan dengan unsur keagamaan mengandung makna penting dalam melestarikan nilai-nilai keagamaan dan norma sosial di masyarakat. Proses ini mencerminkan komitmen pasangan untuk menjalani kehidupan berkeluarga sesuai ajaran agama yang dianut, serta menjadi landasan hukum yang mengikat untuk menjaga keutuhan keluarga dalam bingkai nilai-nilai keagamaan.

Secara yuridis pencatatan perkawinan merupakan syarat perkawinan agar mendapatkan perlindungan dan pengakuan hukum dari negara, seperti didasarkan UU no.1 tahun 1974 pencatatan perkawinan merupakan syarat penting yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara.
  4.    Bagaimana menurut pendapat kelompok anda tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologis, religious dan yuridis?
Menurut kelompok kami, pencatatan perkawinan itu sangat penting. di mata negara sebuah perkawinan dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama (untuk muslim) atau Kantor Catatan Sipil (untuk non muslim). Kemudian, anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat sesuai hukum negara, hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Sedangkan hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. Ini artinya anak tidak dapat menuntut hak-haknya dari ayah.
Dengan tidak ada pencatatan tersebut maka perlindungan hukum yang terkait hak-hak bagi pihak perempuan menjadi sangat lemah. Perempuan tidak bisa dilindungi haknya dengan undang-undang yang menyangkut hak untuk mendapatkan nafkah, tempat tinggal, warisan, harta gono gini bila terjadi perceraian. Dikatakan, perlindungan hak-hak atas anak-anak hasil pernikahan siri tersebut sangat lemah. Status anak yang dilahirkan dari pernikahan siri tidak dapat disebut sebagai anak dalam pernikahan yang sah secara hukum (status kelahiran anak tersebut sama seperti anak di luar nikah).
"Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya." Dari sisi administrasi kependudukan, lanjutnya, suami istri yang hidup bersama berdasarkan pernikahan siri, maka tidak bisa dicatatkan dalam dokumen kependudukan, termasuk anak-anak hasil pernikahan siri secara administrasi hanya ada hubungan dengan ibunya saja. Kemudian, dari hukum waris, anak yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga pihak ibunya. Tidak mempunyai hubungan waris dengan ayah kandungnya, sekalipun hasil test DNA menunjukkan bahwa ia adalah anak biologis dari sang ayah.
secara sosiologis diakui keberadaannya (pencatatan nikah) yang dapat dilihat dari dua perspektif, yakni pengakuan dari masyarakat dan kebijakan dari pemerintah. Pertama, pencatatan nikah diakui oleh masyarakat karena secara sosiologis memiliki banyak kegunaan (manfaat) khususnya bagi istri dan anak. Bagi istri manfaat pencatatan nikah adalah hak nafkah, hak waris dan hak harta gono-gini lebih terlindungi.Bagi anak manfaat pencatatan nikah adalah status anak jadi lebih jelas, yang berkaitan dengan harta seperti hak nafkah, hak waris dan juga hak perwalian menjadi lebih terjamin. Selain itu, dengan pencatatan nikah maka akan diterbitkan sebuah buku nikah sebagai bukti autentik bahwa pernikahan tersebut telah didaftarkan secara resmi di hadapan pegawai pencatat nikah. Dengan memiliki buku nikah, hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Kelurga (KK), Pasport, Akta Kelahiran, atau bahkan yang berkaitan dengan politik yaitu berhaknya memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum akan lebih mudah dilayani, ketimbang yang tidak memiliki buku nikah.
Secara religious Pencatatan perkawinan dengan unsur keagamaan mengandung makna penting dalam melestarikan nilai-nilai keagamaan dan norma sosial di masyarakat. Proses ini mencerminkan komitmen pasangan untuk menjalani kehidupan berkeluarga sesuai ajaran agama yang dianut, serta menjadi landasan hukum yang mengikat untuk menjaga keutuhan keluarga dalam bingkai nilai-nilai keagamaan.

Secara yuridis pencatatan perkawinan merupakan syarat perkawinan agar mendapatkan perlindungan dan pengakuan hukum dari negara, seperti didasarkan UU no.1 tahun 1974 pencatatan perkawinan merupakan syarat penting yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun