Mohon tunggu...
Rafael Gerrard
Rafael Gerrard Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Rafael Gerrard Damarjati, Mahasiswa Budi Luhur Jakarta Selatan. Memiliki hobi bercerita, menulis, dan berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pelanggaran Kode Etik Aparatur Sipil Negara

28 Desember 2024   17:33 Diperbarui: 28 Desember 2024   17:33 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jabatan guru besar merupakan jenjang tertinggi dalam karier dosen pengajar di perguruan tinggi. Namun, tidak semua dosen dapat memiliki gelar tersebut,  dikarenakan kuota atau setiap kampus memiliki batas dalam jumlah yang sudah ditentukan didalam suatu bidang keilmuan. Berdasarkan sumber Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), sejumlah dosen di beberapa kampus terlibat praktik perjokian karya ilmiah untuk menyandang gelar guru besar tersebut. Hal tersebut melibakan beberapa pejabat sturktural kampus.

Dugaan perjokian yang dilakukan oleh para calon guru besar ini terjadi di Univeristas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Brawijaya (UB) Malang. Terdapat Tim Joki Guru Besar yang melibatkan mahasiswa dan dosen muda. Tim mengerjakan proses riset, analisis data, hingga membuat manuskrip, namun dosen senior terduga praktik perjokian, dan juga terindikasi minimnya kontribusi. Sementara itu di UB ditemukan adanya calon guru besar berinisial "AW" yang diduga menggunakan tenaga bantuan dari mahasiswa dan dosen-dosen kampus untuk membuat dan juga menerbitkan artikel di jurnal internasional. Tim tersebut terdekteksi menerbitkan artikel ilmiah di Journal of Ecological Engineering, Polandia pada 1 juni 2022. Semua itu dilakukan demi memenuhi syarat untuk menyandang gelar guru besar.

Dalam menanggapi hal tersebut, Ketua KASN, Prof. Agus Pramusinto, menyebutnya sebagai pelanggaran prinsip nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku KASN. Diluar dari peraihan gelar guru besar, para calon guru besar juga melanggar kode etik pengajaran yang ada di kampus mereka masing-masing.

"Tidak ada ruang bagi tenaga pengajar, apalagi dosen berstatus PNS dalam perjokian karya ilmiah, jika terbukti jelas melanggar kode etik ASN, kami akan tindak imbuhnya!"ucap Agus, Senin (13/02/2023).

Jika kita melihat dan meringkus ke arah hukum, kasus perjokian gelar guru besar ini bisa masuk kedalam tindakan yang melanggar integritas akademik. Hal itu terlihat dari adanya konflik kepentingan diri sendiri, dan jelas merugikan beberapa pihak yang terkait. Mengutip dari Kompas.id Direktur Sumber Daya Kemendikbud Ristek, Mohammad Sofwan Effendi menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah memerintahkan dan membenarkan pembentukan tim percepatan dalam ajang peraihan gelar guru besar. "Adapun tim percepatan dalam rangka bimbingan dalam pembuatan karya ilmiah itu si sah-kan saja, namun tidak dalam pengerjaan bahkan sampai dibuatkan itu tidak boleh" ujarnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun