Mohon tunggu...
Rafael Darian Kapuangan
Rafael Darian Kapuangan Mohon Tunggu... Lainnya - siswa

suka kucing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merajut Toleransi, Memegang Perbedaan dengan Erat

18 November 2024   18:50 Diperbarui: 18 November 2024   19:23 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Manusia suka menghitung masalah mereka, tetapi ia tidak menghitung kegembiraannya. Jika manusia menghitungnya seperti seharusnya, ia akan melihat bahwa setiap hal memiliki kegembiraan yang cukup yang telah tersedia di dalamnya.
~Fyodor Dostoevsky


Keberagaman. Indonesia memiliki keberagaman yang begitu indah dan istimewa. Keberagaman inilah yang menyentuh setiap hati warga negara Indonesia dan membentuk sebuah persepsi dan ideologi kesatuan yang begitu mengesankan. Perbedaan dan keberagaman yang kita alami dan temukan setiap harinya semuanya begitu indah dan banyak. Bersyukurlah karena keberagaman yang kita miliki ini.

Siang hari, beberapa siswa SMA Kanisius turun dari bis. Sepatu mereka menginjak jalanan tanah merah yang berdebu. Mereka tampak semangat dan mata mereka bergemilang di bawah terik matahari. Sampailah mereka di Pondok Pesantren Al-Falah di Pandeglang, Banten.

Pondok Pesantren Al-Falah merupakan pesantren terpadu yang didirikan pada tahun 1989. Pesantren ini berawal sebagai sebuah pesantren salafi, tetapi setelah beberapa waktu, SMK didirikan sehingga bentuk pesantren diubah dengan adanya edukasi formal. Bahkan, pada tahun ini sebuah SMP juga dibangun dekat Pesantren Al-Falah.

Siswa Kanisius kelas 12 yang sampai di Pondok Pesantren Al-Falah dengan segera disambut oleh kiai yang merupakan pemimpin pesantren tersebut. Ia bersama beberapa guru dan seorang ustaz. Dengan cepat, para siswa Kanisius dibawa ke sebuah gedung yang teduh. Tak ada AC, tempat duduk, hanya sebuah tikar untuk duduk mengikuti sambutan dari kiai. Lingkungan ini sangat berbeda dengan apa yang biasanya dirasakan oleh para siswa Kanisius di Kanisius.

Dalam sambutan dari kiai, para siswa Kanisius mendapatkan konteks Pondok Pesantren Al-Falah ini. Ternyata, pesantren ini sangat kekurangan dana. Sesungguhnya, mereka jika memiliki dana ingin menyediakan fasilitas yang baik untuk para santri. Namun, karena belum cukup dana yang dimiliki, inilah realita pesantren mereka. Kesenjangan di daerah yang begitu dekat dengan Jakarta sangat memprihatinkan.

Pak Kiai kemudian menjelaskan bagaimana skema kegiatan atau jadwal sehari-hari mereka di pesantren. Keseharian mereka dipenuhi oleh berbagai kegiatan. Para santri diajak untuk mengaji, mengikuti Maulid Diba, Istigasah, dan tentu saja mengikuti kegiatan pembelajaran di SMP/SMK pada pagi hingga siang hari. Pada ekskursi para siswa Kanisius kali ini, mereka diajak untuk ikut mengikuti kegiatan para santri, sambil berbaur dalam lingkungan yang begitu berbeda, seperti di pesantren ini.

Dalam perjalanan yang dialami oleh para siswa Kanisius di Pondok Pesantren Al-Falah Pandeglang, terdapat satu nilai yang menonjol di tengah direalisasikannya keberagaman di antara siswa kanisius dan santri yang berasal dari pesantren ini. Nilai tersebut adalah toleransi. Toleransi merupakan sifat saling menghargai dan saling menghormati antara dua atau lebih pendirian yang bisa berupa pendapat, pandangan, kepercayaan, agama, kebiasaan, dan lainnya.

Toleransi yang ditunjukkan oleh siswa Kanisius dan santri dari pesantren ini cukup unik. Berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka mampu untuk berteman, bercanda, dan bersahabat. Keberagaman hanyalah sesuatu yang semakin menarik relasi yang mereka miliki. Inilah yang membuat adanya kehangatan dalam lingkungan yang baru bagi para siswa kanisius yang datang ke Pondok Pesantren Al-Falah ini.

Dalam lingkungan yang baru ini, toleransi dapat muncul karena sesungguhnya kita semua ini adalah sama di mata Tuhan. Kita adalah manusia biasa, yang walaupun berbeda latar belakang, sejatinya tetap meyakini satu Tuhan yang sama. Cara yang berbeda untuk memuja Tuhan, bukan berarti kita memiliki Tuhan yang berbeda. Tuhan yang Maha Esa, merupakan kepercayaan yang sama-sama dimiliki oleh agama-agama di Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita saling hidup berdampingan dan saling menghormati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun