Mohon tunggu...
Rafael Darian Kapuangan
Rafael Darian Kapuangan Mohon Tunggu... Lainnya - siswa

suka kucing

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gak Usah Campur Tangan: Inilah Individu yang Tidak Layak Mengajukan Dirinya Sebagai Profesor

17 Agustus 2024   20:05 Diperbarui: 17 Agustus 2024   20:23 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Profesor. Gelar tertinggi yang bisa dicapai seseorang. Terbentuklah sarang individu-indvidu dengan topeng, karena ingin memegang langit tanpa menumbuhkan sayap, mereka membangun tangga hasil rekayasa dan bohongan mereka.

Gelar profesor bukan main-main. Menjadi profesor memerlukan berbagai persyaratan berat yang tidak sembarang orang bisa memenuhi. Beberapa persyaratan tersebut antara lain adalah pengalaman mengajar sebagai dosen selama minimal sepuluh tahun, memiliki gelar S3, memiliki publikasi jurnal internasional yang bereputasi, memenuhi standar KUM, dan lainnya.  Persyaratan yang berat ini membuat beberapa individu tergoda untuk merekayasa riwayat pencapaian mereka agar bisa mendapatkan gelar profesor tanpa kerja keras yang diperlukan. Ini dapat terlihat pada kasus Bambang Soesatyo dan Reda Manthovani.

Pada kasus Bambang Soesatyo yang merupakan Ketua MPR RI, dilansir dari tempo.com, diduga mengajukan dirinya sebagai profesor tanpa memenuhi ketentuan yang ada. Ia diduga melakukan rekayasa riwayat pendidikan dan pekerjaannya yang belum cukup untuk menjadi seorang profesor. Riwayat mengajarnya yang belum mencapai sepuluh tahun serta riwayat pendidikannya yang tahun kelulusannya telah dihapus dari mata publik karena keanehan dalam kapan ia mendapatkan gelar master dan sarjana. Untungnya, hal ini masih diproses dan ia belum menganggap dirinya profesor. Namun, ini masih menjadi perhatian publik karena dipertaruhkan integritas akademik serta transparansi pengajuan gelar profesor.

Selain kasus Bambang Soesatyo, adapun kasus Reda Manthovani, yang merupakan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung. Dilansir dari tempo.com, ia mengajukan loncat jabatan dari lektor ke guru besar menggunakan International Journal of Cyber Criminology (IJCC) dan International Journal of Criminal Science (IJCJS) untuk menerbitkan empat artikel ilmiahnya. Belakangan ini dipelajari bahwa kedua jurnal tersebut bermasalah karena tidak lagi terbit dan diduga dibuat perusahaan paper mill. Reda Manthovani menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa ia tidak mengetahui apapun tentang kondisi jurnal tersebut saat ini.

Individu-individu yang tergoda untuk mengambil jalan pintas ini bagaikan koala yang malas bekerja keras dan memilih untuk tidur. Kasus-kasus ini hanyalah kasus-kasus yang ditemukan buktinya dan dibawa ke mata rakyat. Bagaimana dengan kasus-kasus lainnya yang masih belum diketahui? Harus dipertanyakan integritas yang dimiliki sistem pengajuan gelar profesor. Ini karena apabila ditemukan bahwa ada yang menjadi profesor dengan riwayat pencapaian yang direkayasa, profesor-profesor yang asli bisa hancur reputasinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun