Seorang remaja berusia 16 tahun, duduk di kamarnya sambil menatap layar ponselnya. Seperti kebiasaan sehari-harinya, ia membuka Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya, menjelajahi unggahan-unggahan terbaru dari teman-temannya, selebritas favoritnya, hingga akun-akun yang sedang populer. Saat ia melihat foto liburan teman-temannya, video orang-orang yang berpenampilan sempurna, dan tren yang sedang viral, perasaannya bercampur aduk.
 Ia sering merasa senang karena merasa terhubung dengan dunia luar dan selalu mengetahui perkembangan terbaru. Namun, tanpa disadari, seiring berjalannya waktu, kebiasaan ini mulai berdampak negatif pada suasana hatinya. Ia sering merasa kurang percaya diri dan mulai membandingkan hidupnya dengan apa yang ia lihat di media sosial.Â
Pikirannya dipenuhi dengan pemikiran bahwa hidupnya tidak semenarik atau seindah orang lain, membuatnya merasa kurang berharga dan sering kali tidak bahagia dengan dirinya sendiri. Situasi ini memperlihatkan bagaimana media sosial, yang awalnya hanya hiburan, perlahan-lahan membentuk pandangannya terhadap diri dan kehidupannya.Â
Penggunaan media sosial memiliki dua sisi yang saling bertentangan. Di satu sisi, media sosial dapat berperan sebagai alat yang sangat bermanfaat untuk berkomunikasi, mendapatkan informasi, dan mengekspresikan diri.Â
Melalui media sosial, seseorang bisa terhubung dengan keluarga dan teman-teman yang tinggal jauh, mengikuti berita terbaru, hingga belajar hal-hal baru yang menarik. Banyak pula remaja yang menemukan tempat untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan bakat serta minat mereka, seperti melalui konten kreatif atau diskusi di forum daring.Â
Di sisi lain, penggunaan media sosial yang berlebihan bisa memicu dampak negatif, terutama bagi kesehatan mental. Berdasarkan sejumlah penelitian, remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial lebih rentan mengalami kecemasan, depresi, dan gangguan tidur dibandingkan mereka yang menggunakan media sosial dengan lebih bijak.Â
Kemudahan akses media sosial membuat banyak remaja terdorong untuk terus-menerus memeriksa akun mereka, bahkan sampai larut malam, sehingga waktu tidur mereka terpengaruh. Di sinilah pentingnya membedakan antara penggunaan media sosial yang sehat dan yang berlebihan.Â
Bayangkan seorang remaja bernama Andi yang setiap hari melihat unggahan teman-temannya di media sosial. Di antara unggahan itu, ia melihat foto-foto liburan teman-temannya ke tempat-tempat indah, foto dengan gaya busana yang selalu terlihat keren, serta pencapaian mereka dalam hal akademis dan sosial. Andi, yang menjalani hidup sehari-hari seperti remaja pada umumnya, mulai merasa bahwa kehidupannya tidak seindah atau semenarik orang lain. Pemikiran seperti, "Kenapa hidupku tidak sesempurna itu?" atau "Apa aku tidak cukup baik?" sering kali mengganggu pikirannya. Perasaan tidak puas dan cemas pun mulai menguasai hatinya, membuatnya merasa tidak berharga dan tertinggal dari orang lain. Akibatnya, Andi sering merasa stres dan bahkan mulai menghindari pertemanan di dunia nyata karena merasa dirinya "kurang". Ilustrasi ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat mengubah pandangan seseorang terhadap kehidupan dan dirinya sendiri, membuat mereka merasa selalu kurang dibandingkan orang lain.Â
Dampak negatif dari media sosial terhadap kesehatan mental remaja didukung oleh sejumlah penelitian. Salah satunya menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan cenderung menyebabkan gangguan tidur pada remaja.Â
Gangguan ini terutama dipicu oleh paparan cahaya biru dari layar ponsel yang mengganggu ritme sirkadian tubuh, yaitu siklus alami yang mengatur waktu tidur dan bangun seseorang. Selain itu, interaksi negatif di media sosial, seperti perundungan siber atau cyberbullying, juga meningkatkan risiko depresi dan kecemasan pada remaja.Â
Riset menunjukkan bahwa remaja yang mengalami cyberbullying merasa lebih terisolasi, rendah diri, dan takut untuk berinteraksi dengan orang lain, baik di dunia maya maupun nyata. Gangguan tidur dan perundungan di media sosial ini menunjukkan dampak nyata yang dapat diakibatkan oleh penggunaan media sosial yang tidak bijak, terutama pada masa remaja yang merupakan masa perkembangan mental dan emosional yang penting.Â