Ketika pengatasnamaan terjadi tanpa sepengetahuan orang yang diatasnamakan, di situlah konflik tidak dapat dihindarkan.Â
Apa yang terjadi? Mengapa hal tersebut terjadi?
Bulan April tahun 2024 merupakan periode yang penuh dengan skandal di Indonesia. Satu diantara kasus yang menarik perhatian adalah kasus pencantuman nama Dosen Universiti Malaysia Terengganu oleh Profesor Kumba Digdowiseiso dari Unas Jakarta. Beliau melakukan pencantuman nama tersebut dengan tujuan meroketkan jumlah pembaca dan sekaligus meningkatkan kredibilitas penelitiannya. Permasalahan terletak pada ketidaktahuan para Dosen UMT yang namanya telah dicantumkan sebagai kolaborator pembuatan penelitian Profesor Kumba. Hal ini sangat disayangkan apabila kita menimbang fakta bahwa beliau memiliki jabatan profesor yang terhormat serta telah membuat banyak sekali penelitian yang menjadikan semuanya menjadi tidak credible.Â
Mengungkapkan data dan fakta
Salah satu hal yang janggal setelah munculnya dugaan pencantuman nama oleh Profesor Kumba adalah Rektor Unas memberhentikannya sebagai Dekan FEB (Fakultas Ekonomi dan Bisnis) Universitas Nasional Jakarta dan sekaligus pemberhentian sementara Profesor Kumba Digdowiseiso sebagai dosen tetap Unas selama dua tahun. Hal ini disusul dengan pengajuan Rektor Unas pada Profesor Kumba Digdowiseiso untuk memberikan permintaan maaf kepada semua dosen UMT yang namanya telah dicantumkan dalam penelitian-penelitiannya. Berdasarkan laporan yang didapatkan dari Retraction Watch, terdapat setidaknya 24 staff pada UMT yang mengaku bahwa mereka tidak pernah mengetahui siapa Profesor Kumba dan tidak mengetahui bahwa nama mereka telah dicantumkan pada penelitiannya.
Beberapa data terkait kasus pencantuman nama yang dilakukan oleh Profesor Kumba telah berhasil didapatkan dan kini menjadi bukti yang memberatkan kasus tersebut hingga dapat menyatakan bahwa Profesor Kumba terbukti bersalah. Dilaporkan bahwa proses pencarian data-data, pemeriksaan klarifikasi dari berbagai pihak yang terkait dengan kasus ini, serta penyusunan kronologis telah dilakukan oleh pihak ketiga (TPF), dan TPF menyimpulkan bahwa tuduhan-tuduhan yang diberikan kepada Profesor Kumba Digdowiseiso benar (1). Disimpulkan bahwa pelanggaran (misconduct) telah dilakukan oleh Profesor Kumba Digdowiseiso atas etika serta kepatutan ilmiah dan juga integritasnya sebagai dosen.Â
Analogi untuk aksi ketidakjujuran tersebut
Aksi yang telah dilakukan oleh Profesor Kumba bagaikan sebuah ular yang memangsa telur-telur burung yang belum menetas di sarangnya. Burung induk tidak mengetahui bahwa telur-telurnya telah diambil dan menjadi korban dari tindakan yang mengerikan. Hal ini menggambarkan kondisi para dosen di Universiti Malaysia Terengganu yang tidak tahu bahwa mereka telah menjadi mangsa bagi seorang ular bernama Profesor Kumba. Komitmen untuk menjadi yang terbaik apapun caranya telah menyebabkan skandal yang sangat merugikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H