Mohon tunggu...
Rafael Maximiliano
Rafael Maximiliano Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA

Berkomitmen meneliti, serta menyelesaikan permasalahan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Globalisme yang Semakin Memudarkan Nasionalisme Anak Muda Indonesia

3 April 2023   08:27 Diperbarui: 3 April 2023   08:29 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisme sendiri merupakan sebuah paham yang telah berkembang di dunia sejak abad ke 20, dan telah mencakup seluruh dunia kita pada hari ini. Globalisasi sendiri berasal dari kata “global” yang artinya mencakup seluruh dunia. Sementara, pengertian globalisme menurut KBBI adalah suatu paham kebijakan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang layak diperhitungkan, terutama dalam bidang politik dan ekonomi. Dengan kata lain, globalisme merupakan suatu paham yang memperhitungkan dunia, dan bergantung pada globalisasi. Globalisme sendiri telah menyebabkan berbagai hal buruk kepada kondisi sosial politik negara Indonesia. 

Diharapkan bahwa globalisasi dapat membawa kemajuan teknologi serta kemakmuran ekonomi bagi Indonesia. Namun ternyata bukan hanya itu yang dibawa oleh globalisme. Globalisasi membawa budaya asing masuk ke dalam Indonesia, yang tentunya mempengaruhi cara pandang masyarakat Indonesia, terutama para kalangan muda. Tentunya ini bukanlah hal yang baik bagi kondisi sosial dan politik masyarakat Indonesia. 

Mudahnya budaya-budaya asing untuk masuk ke dalam Indonesia disebabkan oleh rasa terlalu terbuka oleh masyarakat, terutama oleh kalangan muda yaitu para remaja dan anak-anak. Karena kurangnya semangat untuk mencintai negara sendiri (nasionalisme), beberapa dari mereka lebih tertarik untuk mengkonsumsi hiburan-hiburan berbudaya luar. Contoh dari hal ini adalah budaya K-Pop yang telah merajalela di Indonesia, dan telah menarik perhatian terutama bagi para kalangan muda. Kita bisa melihat ini telah terjadi, dimana sebagian dari kalangan muda di daerah metropolitan seperti Jakarta lebih memilih untuk menonton konser K-Pop Blackpink pada hari minggu 12 Maret 2022 daripada berjuang untuk melestarikan kebudayaan asli asal Indonesia. 

Hilangnya rasa nasionalisme ini sendiri merupakan hasil dari kesalahan pemikiran oleh kalangan muda. Mereka menganggap hal-hal yang berasal dari luar negeri sebagai hal yang “berkualitas” dan hal yang dari dalam negeri itu “kuno” dan “tidak menarik”. Jika kita melihat aspek historis, hal ini telah ada sejak zaman kolonialisme Belanda, dimana masyarakat Nusantara dipaparkan dengan pemikiran bahwa hal-hal yang berasal dari luar (dari Belanda khususnya pada masa itu) sebagai hal yang berkualitas. Dengan kata lain, terdapat suatu asimilasi budaya yang membuat masyarakat Nusantara dan sampai sekarang masyarakat Indonesia berpikiran bahwa budaya luar adalah budaya yang lebih berkualitas dibandingkan budaya lokal. Tentunya dengan tantangan-tantangan baru yang disebabkan oleh masuknya budaya luar melalui globalisasi, kalangan muda akan terpapar oleh media-media luar negeri dan dengan mudah langsung menerimanya jika tidak dilakukan suatu penyaringan budaya terlebih dahulu, antara mana yang baik dan mana yang sudah pasti negatif. 

Terkait konteks nasionalisme, kita bisa melihat bahwa pada zaman dahulu tidak lama setelah kemerdekaan, banyak kaum muda yang rela mengorbankan segenap kehidupan dan jiwanya demi terlaksananya kedaulatan negara Indonesia. Kisah pahlawan Usman dan Harun merupakan salah satu contoh dari rasa nasionalisme dan juga patriotisme yang luar biasa, mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi terlaksananya kedaulatan Indonesia. Namun jika kita melihat kondisi kaum muda pada masa modern yang dipenuhi oleh pandangan globalisme ini, semakin banyak kaum muda yang segan untuk mencintai dan berkorban bagi negaranya. Dalam jangka panjang, jika kita membiarkan nasionalisme semakin pudar, negara kita akan melemah. Data penurunan nasionalisme akibat pemikiran globalisme yang paling terlihat serta relevan adalah dari kondisi masyarakat Eropa yang menunjukkan pemudaran rasa nasionalisme ini. 

Solusi yang terbaik untuk mengatasi hal ini adalah tentunya dengan menjunjung tinggi nilai Pancasila, menyaring budaya-budaya dari luar negeri yang masuk ke Indonesia melalui pemikiran logis, serta berbasis akan apa efek yang mungkin disebabkan oleh penerimaan budaya tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak-dampak negatif yang mungkin muncul dengan ketidakselarasan antara budaya asing dan budaya nasional. Selain menyaring budaya luar, pemerintah Indonesia perlu untuk lebih menggalakkan ajaran nasionalisme kepada kaum muda, serta mempromosikan industri lokal agar produk-produk dalam negeri dapat berkompetisi dengan produk luar negeri. Hal ini dapat semakin mendorong rasa kebanggaan di dalam diri masyarakat Indonesia akan produk-produk yang dibuat di dalam negeri Indonesia. 

Seperti kata Franklin D. Roosevelt, “kita tidak selalu bisa menciptakan masa depan yang baik untuk para kaum muda kita, namun kita bisa mempersiapkan kaum muda kita untuk masa depan”. Runtuhnya atau bertahannya suatu negara sejatinya bergantung pada masyarakatnya, dan masa depan masyarakat tersebut bergantung pada kaum mudanya. Apabila kaum muda Indonesia tidak nasionalis dan lebih senang dengan budaya-budaya luar negeri, berpikiran terlalu globalis, maka masa depan bangsa Indonesia akan dapat dipastikan. Namun jika kaum muda Indonesia memiliki rasa nasionalisme yang kuat, rasa persatuan dan kesatuan yang erat, maka masa depan Indonesia dapat dipastikan akan cerah. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun