Mohon tunggu...
Rafael Kiano
Rafael Kiano Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - .

Sedang berusaha untuk berkontribusi ke masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saminisme, Perjuangan Anti Kekerasan di Indonesia

29 September 2022   22:51 Diperbarui: 29 September 2022   23:02 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan yang lalu, aku membaca buku biografi dari Badshah Khan. Seorang tokoh perjuangan kemerdekaan India dan 'partner' dari Mahatma Gandhi. Buku itu menceritakan sejarah perjuangan dan revolusi kemerdekaan India melawan penjajahan Inggris, dengan cara anti kekerasan. Yaitu, dengan cara pembangkangan sipil kepada perintah Inggris. Revolusi anti kekerasan tersebut hanya bermodalkan keberanian dan kesabaran, tidak memerlukan persenjataan. Setelah aku membaca buku itu, aku berpikir mengenai mengapa revolusi kemerdekaan di Indonesia tidak menggunakan strategi yang sama seperti di India, yakni anti kekerasan. Beberapa hari yang lalu, aku baru tahu bahwa revolusi anti kekerasan pernah dipraktikkan di Indonesia walaupun dalam skala yang tidak terlalu besar. Orang yang menginisiasi gerakan ini adalah Samin Surosentiko.

Samin Surosentiko lahir di Blora pada tahun 1859. Tokoh ini berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang biasa disebut ningrat. Ia merupakan pelopor dari ajaran saminisme. Paham ini pertama kali disebarkan pada tahun 1890. Walaupun Samin seorang ningrat, ia juga bekerja sebagai petani yang menyebabkan ia dapat lebih mudah berbaur dengan masyarakat dan menyebarkan ajarannya. Cara pengikut Saminisme melakukan perlawanan adalah dengan tanpa kekerasan, seperti menolak membayar pajak, kerja bakti, dan mengumpulkan hasil tani. Pengikut saminisme menganggap cara perjuangan konvensional atau dengan kekerasan selalu gagal dalam sejarah sebelum Samin Surosentiko lahir.

Menghadapi ajaran ini, pemerintah kolonial awalnya tak menghiraukan penyebaran ajaran ini. Konflik dengan masyarakat Samin baru terjadi pada 1905, ketika pembangkangan yang mereka lakukan mulai mengganggu pemerintah Belanda. Jumlah pengikut ajaran ini juga berkembang dengan cukup pesat, sehingga menimbulkan kekhawatiran di pemerintahan. Hingga puncaknya pada tahun 1907, muncul isu bahwa Saminis akan melakukan pemberontakan di Blora. Isu tersebut membuat pemerintah kolonial panik dan melakukan tindakan represif dan agresif kepada Saminis. Gerakan ini akhirnya dilarang, dan pemimpinnya, Samin Surosentiko diasingkan ke Padang hingga akhir hayatnya.

Walaupun paham Saminisme telah berumur lebih dari 1 abad, paham ini tetap eksis dan relevan hingga saat ini. Mereka tersebar di sejumlah daerah, seperti Kudus, Blora, dan Pati. Ciri khas dari masyarakat Saminis adalah cara mereka memperlakukan alam dan sesama manusia. Alam diperlakulan sebaik-baiknya, tidak eksploitatif, dan mengambil seperlunya. Mereka memperlakukan sesama dengan setara dan tanpa membeda bedakan. 

Kita sebagai masyarakat modern haruslah mengambil pelajaran dan inspirasi dari Saminis. Walaupun Saminisme adalah paham kuno, ajarannya tetap relevan dan bahkan dibutuhkan di masa sekarang. Tentang bagaimana para Saminis dapat hidup selaras dengan alam dan sesama manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun