[caption caption="OSUI Mahawaditra mendapatkan penghargaan "perak""][/caption][/caption]
OSUI (Orkes Simfoni Universitas Indonesia) Mahawaditra baru saja menorehkan sejarah pada dunia orkestrasi di Indonesia dalam dunia internasional. Satu Minggu yang lalu, orkestra mahasiswa tertua yang berusia 32 tahun ini mengikuti sebuah festival musik internasional, AIMF (Australian International Music Festival) 2015 pada tanggal 27 Juni-3 Juli 2015 di Sydney, Australia. Ini adalah pertama kalinya sebuah orkestra mahasiswa melakukan perjalanan musiknya ke luar negeri. Berbeda dengan kelompok-kelompok paduan suara dan marching band yang sudah memiliki wadah tersendiri dalam berkompetisi ataupun festival di dalam maupun di luar negeri. Keikutsertaan Mahawaditra dalam festival tersebut juga membawa pernghargaan "Perak" dari hasil adjudication performance yang dinilai oleh para juri yang sudah ahli di bidang musik.
Kepergian Mahawaditra ke Sydney membawa 52 orang pemain dari mahasiswa dan anggota aktif dengan dua di antaranya adalah alumni, satu orang konduktor, dan satu orang direktur musik sekaligus alumni. Mereka membawakan sebanyak delapan buah lagu untuk ditampilkan di empat panggung di Sydney. Lagu-lagu pilihan dari direktur musik, Metta Faurizka tersebut adalah lagu rakyat Indonesia, lagu baru ciptaan anak bangsa, musik latar film, dan satu buah lagu Barat. Di bawah baton konduktor Michael Budiman Mulyadi, Mahawaditra membawakan En Bateau karya Claude Debussy, From The Break of Morning karya Marisa Sharon, Es Liling-Warung Pojok aransemen Cheppy Soemirat, Engklek karya Fero Aldianya, In A Persian Market karya Albert Katelbey, Pirates of The Caribean karya Clause Badlet Varia Ibukota gubahan Moctar Embut, dan The Phantom of The Opera karya Andrew Lloyd Webber.
Sempat ada rasa khawatir dalam mempersiapkan keberangkatannya. Seharusnya Mahawaditra ikut serta dalam AIMF 2014, namun karena kendala biaya hal tersebut harus diundur. Kendala lainnya adalah hubungan politik antara Indonesia dan Australia yang kurang baik beberapa waktu belakangan. Adanya vonis hukuman mati dari Indonesia kepada warga Australia menjadi salah satu konflik yang ada antara kedua negara tersebut. Tujuan keberangkatan Mahawaditra tidak lagi sebagai orkestra yang bermain di luar negeri atau sekedar misi budaya, tapi juga sebagai sarana diplomasi di tengah kondisi yang kurang baik tersebut. Ide people to people diplomacy ini dicetuskan oleh pembina Mahawaditra sekaligus Gubernur Lemhanas Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, DEA. Diplomasi yang Mahawaditra lakukan selain menjalin hubungan baik memperkenalkan budaya musik Indonesia, juga beramah-tamah dengan peserta lain, berbagi pengalaman dan saling mendukung dalam bidang musik.
Keberangkatan Mahawaditra ke Sydney terbagi menjadi tiga kelompok, kelompok extend yang berangkat pada 26 Juni, kelompok non-extend transit pada 27 Juni siang, dan kelompok non-extend direct pada 27 Juni malam. Pembagian kelompok ini dikarenakan jumlah anggota yang cukup banyak dan tidak adanya ketersediaan tiket pesawat untuk dapat berangkat bersama menuju Sydney, Australia.
Sesampainya di Sydney Kingsford Smith International Airport, Mahawaditra dijemput oleh Robert Cleary, experience manager, yang akan menemani Mahawaditra selama berada di Sydney dan mengikuti AIMF. Kelompok non-extend akhirnya bertemu di bandara dengan kelompok transit yang sudah menunggu kedatangan kelompok direct. Tiga puluh orang kelompok non-extend diantarkan ke bus yang dikendarai oleh Trevor. Menatapi pemandangan Sydney dari jendela Bus sambil mendengarkan Rob bercerita tentang Sydney, bus melaju menuju tempat penginapan kelompok extend. Akhirnya Mahawaditra sudah utuh dan pergi bersama mengelilingi Sydney. Rob tidak langsung mengantarkan ke hotel karena belum bisa check-in, akhirnya Mahawaditra diajak berkeliling kota hingga tibalah di Bondi beach. Musim dingin Australian tidak menurunkan tekad para anggota Mahawaditra untuk mencelupkan kaki mereka ke air laut.
[caption caption="OSUI Mahawaditra berfoto lengkap untuk pertama kalinya di Sydney, Australia"]
Akhirnya petualangan penampilan orkestra mahasiswa ini dimulai. Sore hari setelah puas jalan-jalan, Mahawaditra bersiap dengan penampilan pada pembukaan acara AIMF 2015 di Sydney Opera House (27/6). Penampilan pada ikon negara kangguru tersebut, membuat Mahawaditra menjadi orkestra Indonesia kedua setelah Twilite Orchestra dan orkestra mahasiswa Indonesia pertama yang menginjakkan kaki di panggung bergengsi tersebut. Selama 20 menit di atas panggung, selain memboyong peralatan musik kebudayaan Eropa, Mahawaditra juga membawa dua alat musik asal Indonesia, angklung yang dimainkan pada lagu Engklek dan kendang Sunda yang dimainkan pada lagu Es Lilin-Warung Pojok. Untuk memenuhi waktu penampilan tersebut, Mahawaditra membawakan sebanyak empat buah lagu berturut-turut, En Bateau, From The Break of Morning, Es Lilin-Warung Pojok, dan Engklek. En Bateau menggambarkan sebuah kapal yang sedang berlayar. Claude Debussy sebagai komponis menciptakan lagu tersebut terinspirasi dari gamelan yang dibawa dari Indonesia.
From The Break of Morning adalah lagu yang secara khusus dibuat untuk Mahawaditra yang menggambarkan suasana bagaimana matahari akan terbit dari hari yang masih gelap, secara pelan-pelan semburat matahari mulai terlihat, dan akhirnya menjadi terang menghangati bumi. Lagu ini menggunakan pentatonik Sunda di dalamnya dengan kehadiran solo clarinet terpanjang sepanjang sepuluh bar bertempo 100 tanpa diiringi apa pun, membawa suasana mistis Indonesia pada dinding-dinding Opera House. Es Lilin-Warung Pojok adalah lagu rakyat dari Sunda yang di dalamnya dimuat cadenza cukup panjang untuk Kendang Sunda dengan soloist Muhammad Fajry, mahasiswa Ilmu Sejarah FIB UI 2010. Lagu terakhir, Engklek, cukup memukau penonton yang hadir pada malam itu. Mereka sedikit terheran ketika delapan orang dari pemain orkestra berdiri di kiri panggung membawa bambu-bambu anglung. Namun, ketika lagu sudah dimainkan semua sudah menikmatinya termasuk juga para pemain.
Perjalanan Mahawaditra tidak hanya sekedar tampil di panggung, tapi juga menambah ilmu dari para coacher dalam sebuah workshop di Sydney Conservatorim of Music The University of Sydney. Ini adalah hal yang baru bagi sebuah orkestra, tidak seperti paduan suara yang seringkali ada pelatihan atau workshop. Hampir semua anggota mempertanyakan akan seperti apa workshop yang akan mereka dapatkan nanti. Para coacher kami adalah Stephen William dari Symphony Australia, Ralph Hultgren dari Quensland Conservatorium Griffith University. Pada Minggu malam (28/6) Steve turun tangan untuk mengolah orkestra mahasiswa yang tidak memiliki jurusan musik di dalamnya. Membawakan lagu Pirates of The Caribean, Steve memberikan polesan yang membuat warna suara kami lebih indah. Pada hari berikutnya di pagi hari (29/6), giliran Ralph yang turun tangan menjadi coacher pada pagi itu. Dengan kondisi anggota yang masih mengantuk akibat perbedaan waktu tiga jam lebih cepat daripada di Jakarta, Ralph memoles permainan En Bateau dan The Phantom of The Opera. Lagu-lagu yang dimainkan pada saat workshop adalah pilihan dari Tim Artistik kami, Metta dan Michael. Mereka sengaja memilihkan lagu Barat daripada lagu Indonesia karena para coacher lebih familiar dan dapat dengan mudah memberikan masukan kepada kami.
[caption caption="Suasana Workshop OSUI Mahawaditra di bawah Ralph Hultgren"]