Mohon tunggu...
muhammad ardhi
muhammad ardhi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 jurusan Regionalisme di Northern Arctic Federal University, Russia. Saat ini menjabat sebagai kepala divisi LITBANG di Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Russia (PERMIRA).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Negosiasi Israel-Palestina, Ini Kemenangan Siapa?

28 Agustus 2014   14:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:18 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin benar jikalau melihat dari jumlah korban, korban Israel dalam pertempuran 50 hari ini tidaklah ada apa-apanya. Hanya dikisaran 60an, kecil sekali ketimbang Palestina yang harus kehilangan nyawa lebih dari 2.100 orang. Tetapi saya menyakini di sini bahwa terjadinya genjatan senjata adalah ini adalah kemenangan dari Palestina. Mengapa?

Genjatan senjata atau negosiasi adalah hal yang paling “tidak bisa diterima” bagi Israel, terlebih Negara tersebut saat ini dipimpin Partai Likud, Partai haluan keras yang tidak akan pernah bernegosiasi untuk masalah keamanan Israel.

Kalau kita menengok kebelakang. Sebenarnya hal seperti ini persis pernah terjadi di masa kepemimpinan Uhud Olmert tahun 2007. Di saat itu, karena terculiknya satu tentara Israel berpangkat kopral, Israel melakukan serangan besar-besaran ke Libanon selama 34 hari. Sama dengan kejadian sekarang, perang tersebut berakhir dengan genjatan senjata dan negosiasi.

Olmert mungkin dapat menutupi kesalahan kebijakannya dengan mengatakan “Kita telah menghancurkan gudang-gudang roket Hizbullah korban kita tidak sebanyak mereka, dan hal ini dapat menjadi pelajaran berarti untuk Hizbullah dan Negara lainnya jika ingin melawan Israel”. Seperti tidak seirama dengan Olmert, Knesset (Parlemen Isreal) menyatakan bahwa kebijakan Olmert adalah sesuatu kesalahan besar untuk keamanan Israel. Karena hal ini menunjukkan musuh Israel, terutama dunia Arab, bahwa IDF (Israel Defence Force) masih bisa ditahan atau dikalahkan. Tentu hal tersebut adalah hal yang memalukan bagi Israel, mengingat IDF adalah angkatan bersenjata yang sangat diagung-agungkan oleh rakyat Israel lantaran tidak pernah terkalahkan sejak Yom Kippur War 1973. Dengan berfikirnya “IDF tidak sekuat yang dibayangkan”, akan ada banyak musuh-musuh Israel yang bakal “coba-coba” melawannya.

Keputusan Knesset tersebut nampaknya berbuntut panjang. Kehidupan Olmert mulai dikuak-kuak kebobrokannya. Dan ternyata terbukti, bahwa kebijakan dirinya untuk melakukan perang, dalam istilah politik disebut diversionary tactics atau taktik pengalihan. akhirnya pria 68 tahun tersebut saat ini mendekam di penjara karena kasus-kasus korupsinya di masa silam.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dengan Netanyahu saat ini. Kalau ingin berasumsi, haruskah Israel melakukan serangan besar-besaran hanya karena tewasnya 3 remaja Israel. Haruskah melakukan reaksi sekeras itu, padahal pada saat itu belum ada pihak yang menyatakan telah melakukan hal tersebut.

Tentunya melakukan negosiasi  adalah sesuatu yang sangat memalukan bagi Israel. Terlebih jika dicermati negosisasi tersebut secara mendalam, hasil negosiasi tersebut terkesan tidak mencerminkan interest Israel sebagai Negara pemenang. Negosiasi tersebut bahkan terlihat sekali seperti win-win solution (http://internasional.kompas.com/read/2014/08/27/02375701/Ini.Garis.Besar.Kesepakatan.Gencatan.Senjata.Jangka.Panjang.Israel-Palestina). Akhirnya tinggal menunggu hasil dari Knesset, apakah kebijakan melakukan serangan 50 hari ini adalah kebijakan yang bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Jika tidak, maka siap nasib Netanyahu menjadi Olmert kedua. Karena kalau kita mengikuti berita-berita mengenai Netanyahu, beliau ini bukan orang yang bebas korupsi. Perilaku Istrinya yang ‘hedon’ juga menambah rentetan bahwa orang ini tidak bersih. Cek-ceklah isu-isu mengenai dirinya 2-4 bulan sebelum dia melakukan operasi ini, akan terlihat bahwa kehidupan korupsinya sedikit-banyak mulai terkuak. Pertanyaannya, apakah hal ini yang membawa dirinya untuk melakukan kebijakan penyerangan tersebut?

well kita lihat saja nanti...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun