Mohon tunggu...
RADOT SIMAMORA
RADOT SIMAMORA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Pemulung, CEO rumahpemulung.com

"...Teman Pemulung dan Sahabat Buruh..."

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Suami Berhenti Merokok, Apa Kata Istri?

11 Juni 2016   17:36 Diperbarui: 11 Juni 2016   17:45 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pagi - pagi betul, si Andi putra kedua tetangga sebelah kanan saya menangis seperti kehilangan akal karena uang Rp. 2000 (dua ribu rupiah) tak kunjung diberikan Pak Munawar. November tahun 2007, uang sebanyak itu sudah beli buku sinar dunia 38, sehari setelah pagi yang menyesakkan hati itu, Ibu Andi mengutarakan betapa suaminya sangat pelit memberikan uang kepada anaknya padahal untuk beli rokok beliau menghabiskan paling sedikit Rp. 15.000 (lima belas ribu rupiah). Kalau dilihat dari jumlah uang yang menumpahkan airmata Andi tak menunda pak ayahnya merokok, namun saat itu hanya termangu dan empathy dengan kejadian yang penuh bentak dan berakhir pemukulan fisik luapan amarah si ayah melihat anaknya tak mau berangkat ke sekolah.

Cerita diatas bukan menggambarkan kesulitan keuangan tetangga saya tahun 2007 - 2008, ribut kecil pagi cerah itu menyimpan misteri betapa Suami sulit memutuskan dikala memilih uang yang ada dikantong untuk membeli Rokok atau memberi beli kebutuhan anak sekolah. Sebegitunya kah? YA. Itulah realitas yang pernah saya lihat. Dibalik amarah si Ayah, rupa-rupanya di Kantongnya si bapak tersisa Rp. 9000 (sembilan ribu rupiah) kalau si bapak memberikannya Rp. 2.000 kepada sianak, uang Rp. 7.000 tidak cukup membeli 1 bungkus rokok untuk di hisap sembari minum kopi. Si Istri sebenarnya masih menyimpan uang yang cukup untuk si anak, tapi jauh dihati si Istri, kenapa Suaminya tak rela memberi permintaan anak demi membeli sebungkus rokok yang jelas-jelas menjadi asap ketika dihembuskan terbang bersama angin.

Kisah itupun saya kenang karena sebulan sebelumnya, baru saja saya mencatat sejarah baru pada tanggal 19 Oktober 2007 pukul 05 pagi saya meminta Istri saya berdoa untuk saya "Mam, doakan saya berhenti merokok - demikian permintaan saya ditempat tidur tak kala doa pagi", sejak saat itu saya STOP MEROKOK, Puji Syukur. Malam hari sebelum hari bersejarah bagi saya itu, 18 Oktober 2007 kurang lebih pukul 23, saya ngotot untuk membeli rokok, menonto big match tanpa rokok adalah perasaan yang serba kurang, tak ada pilihan kecuali keluar rumah demi sebungkus rokok untuk menambah kenikmatan nonton bola, malam ini sengit sekali perdebatan karena tiba-tiba istri saya bereaksi dan tak ketinggalan langsung ngomel "masak udah jam segini bela-belain keluarin motor hanya untuk beli rokok, emang gak bisa tidur saja dan beli besok pagi?" tak tahan saya langsung menjawab istri dengan spontan "udah sana tidur, rokok aja diurusin, orang beli pake duit saya, kok larang-larang saya beli" itu sangat memorable sampai sekarang, tak bisa kulupakan. 9 Tahun, rasanya seperti baru tahun lalu bisa BERHENTI MEROKOK.

Setahun kemudian, setelah BERHENTI MEROKOK, entah ada korelasinyaatau tidak, Tuhan mempercayakan berkat bagi saya, September 2008 putri sulung sedang ditenun oleh Tuhan dalam rahim istri saya. Tak sengaja membaca artikel tentang bahaya nikotin bagi ibu hamil, saya seperti dikembalikan kepada nuansa perbincangan malam 19 Oktober tahun sebelumnya, memang tak ada kekerasan fisik, tapi perkataan kasar tak sadar terucap seolah-oleh Janji Nikah itu hanya sebatas lembaran sejarah yang kehilangan nilai hanya karena membeli rokok. Betapa saya menjadi Pria yang sangat bersyukur kalau Tuhan memberi saya kekuatan melawan nafsu merokok. Tak jarang teman sepermainan, sekantor, se-Warga RT, RW, sanak saudara, disekeliling pun yang menganalogikan bahwa hanya Pria dibawah jajahan istrilah yang tadinya perokok sejati menjadi hidup bebas rokok. Pernah satu kali sangat tergoda, ketika rapat panitia pernikahan Putra Pak Andre (tetangga rumah ketiga) memberikan jatah rokok sebungkus sempat saya membukanya, namun berdoa sambil memejamkan mata dan syukur tak jadi saya hisap kemudian saya berikan kepada teman sekantar yang kerap meledek saya karena berhenti merokok.

Sebulan, rasanya bercampur tak karu-karuan, asem dan mual, seperti gigi ini hampir lepas dari gusinya, macam-macam saja rasanya yang memengaruhi untuk mencoba sebatang. Momen yang demikian pun juga banyak, perusahaan mengadakan outing sekali setahun, panitia mengadakan berbagai perlombaan, dan saat ceria teman sekantor tak lupa menawarkan untuk mencoba-coba lagi. Enambulan pertama, mimpi pun tak ketinggalan, terkadang bermimpi membeli rokok kesayangan lalu tiba2 terbangun dan beranjak seperti mencari rokok padahal itu terbangun dari mimpi. Rokok itu seperti melekat dengan jiwa, lebih baik berhenti makan siang dari pada berhenti merokok sambil ngopi. lebih parah lagi ketika masa berpacaran, milih putus cinta dari pada berhenti merokokpun rela, namun akhirnya berhenti sangat fantastik, bagi saya betul - betul anugrah yang tak tersetarakan dengan uang.

satu tahun, dua tahun dan tahun ketiga sudah mulai terbalik. Kalau lagi ngobrol dengan teman perokok, sudah mulai empathy dengan kecanduan mereka. hasrat untuk berbagi tentang upaya berhenti merokokpun sudah mulai tergerak secara natural. Menyarankan berhenti merokok ala Pria itu memang beda, itulah kalau saya mulai tulisan ini dengan judul "Suami BERHENTI MEROKOK, apa kata Istri"? beberapa teman dikantor sering pagi-pagi sudah tampak murung karena sebelum ke kantor cekcok ringan setelah istri tak memberi uang untuk membeli rokok, meskipun suami sudah modus dengan berkata minjam uang untuk beli rokok (padahal suami-istri kan tak ada pinjam meminjam). Itulah dampak betapa pentingnya rokok itu. Tak sedikit suami yang menempeleng istri karena perkara rokok. Mengapa Suami sangat fitam dikala istri sudah menghitung uang yang habis membeli rokok dan membandingkannya dengan kebutuhan lain? Mengapa pula Suami sangat tersinggung kalau minta uang beli rokok si Istri bilang tak ada uang? Suami candu rokok, Istri melihat kesia-siaan. seperti rel kreta. Kebanyakan Suami selepas marah kepada istri oleh karena tidak dibeli rokok menyesali kemarahannya, lalu kenapa suami tak juga berhenti? disitulah saya belajar sharing dengan teman-teman yang ingin berhenti merokok.

Putri sulung saya (Patricia) lahir, akhirnya saya mendengar komentar istri saya tentang keberhasilan saya berhenti merokok. Tak ternilai bahagia melihat suami tak merokok ditengah perkumpulan pria merokok! jadi menurut saya, SUAMI BERHENTI MEROKOK, apa kata Istri? jawabnya adalah Kebahagiaan Tiada tara melihat suami tanpa rokok diantara pria perokok. Terpujilah Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun