Mohon tunggu...
Radja Haehta Sembada
Radja Haehta Sembada Mohon Tunggu... Pengacara - Penikmat keresahan ☕🌿

Kekuasaan tanpa Hukum sewenang wenang, Hukum tanpa Kekuasaan angan-angan ⚖️☕

Selanjutnya

Tutup

Hukum

SEJARAH & CARA KERJA MAHKAMAH KONSTITUSI, SAMPAI "OPEN LEGAL POLICY"

23 Desember 2023   12:03 Diperbarui: 23 Desember 2023   12:29 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara tentang hukum biasanya orang-orang pada langsung malas atau mungkin takut sedangkan kita tinggal di negara hukum atau rechstat dan seharusnya semua orang itu punya pemahaman yang sama mengenai hukum dan seharusnya hukum ini bisa dibawa di dalam percakapan yang sangat  casuals ,akhir-akhir ini Mahkamah Konstitusi lagi dapat perhatian yang sangat signifikan dari publik Mungkin kita juga sering lihat berita yang berseliwuran di media sosial tentang MAHKAMAH KONSTITUSI.

putusan Mahkamah Konstitusi yang menuai banyak pro kontra mengenai batasan usia capres dan cawapres, tapi sebelum kita bahas lebih dalam ke inti masalahnya kita masuk dulu ke pengertianya supaya  menyamakan terlebihdulu presepsi kita, hal yang super simpel Apa itu mahkamah konstitusi mahkamah konstitusi merupakan salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman yang mempunyai fungsi untuk melakukan pengujian Undang-Undang yang dibentuk pada Agustus 2003, lembaga yang yang sangat baru di Indonesia.

Indonesia adalah negara ke-78 yang membentuk mahkamah konstitusi dan merupakan negara pertama yang membentuk lembaga tersebut, di abad ke-21, sejarah praktik pengujian undang-undang atau judicial review bisa kita temukan di kasus marburry versus Madison tahun 1803 marburry versus Madison merupakan kasus yang sangat signifikan dalam pembentukan tata negara dan hukum di dunia, sebelumnya terlebih dahulu akan menjelaskan kasus marburry versus Madison tapi ini kasusnya Emang sangat membingungkan bahkan untuk anak-anak hukum sekalipun.  

kita flashback tahun 1801 Di mana saat itu presiden yang sedang menjabat adalah John Adams itu presiden Amerika Serikat yang sedang menjabat dia adalah dari partai Federal John Adams ini sedang berada di masa akhir jabatannya dia akan digantikan oleh Thomas Jefferson, Thomas Jefferson ini sebagai oposisi dari partai demokratik Republik, Tapi sebelum John Adam cabut dari masa jabatannya dia mengangkat beberapa Hakim  dalam Mahkamah Agung atau Supreme court of the United States untuk memperkuat partai federal salah satunya adalah William marbry.

"ini dia William marby, nah di saat yang bersamaan Thomas Jefferson mengangkat James Madison sebagai sekretaris negara dan sekretaris negara yang dahulu yaitu John Marshall naik posisi menjadi ketua Mahkamah Agung masalahnya muncul ketika William marbry tidak mendapatkan surat pengangkatan atau commissions yang dibuat oleh John Adams sehingga dia nuntut James Madison dan meminta Supreme court agar mengeluarkan writ of mandamus, writ of mandamus itu adalah perintah pengadilan agar surat pengangkatannya dia diberikan, akhirnya Mahkamah Agung atau Supreme court of the United States membuat keputusan sebagai berikut, 

pertama bahwa marburry memang memiliki hak untuk mendapatkan surat pengangkatan, kedua writ of mandamus yang diminta oleh marbry adalah instrumen yang benar untuk mendapatkan surat pengangkatannya tersebut, keputusan yang ketiga adalah hal yang sangat shocking bagi seluruh warga negara Amerika pada saat itu bahwa MA atau Mahkamah Agung tidak mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan writ of mandamus atau perintah pengadilan karena bertentangan dengan article 3 section 2 of the US constitution, dari Kejadian ini semua akhirnya melahirkan kesadaran akan butuhnya lembaga sendiri, lembaga sendiri yang menguji undang-undang terhadap konstitusi yaitu bukan di Mahkamah Agung atau MA kasus ini yang menjadi cikal bakal kewenangan judicial review yang saat ini sangat identik dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi, 

"Nah itu kan semua di Amerika Apa kabar Indonesia...? sejak kemerdekaan Indonesia ide akan sebuah pengujian terhadap undang-undang konstitusional atau judicial review sebenarnya sudah banyak diperdebatkan oleh Supomo dan Muhammad Yamin dan mereka memperbincangkan susunan rencana konstitusi dalam sidang BPUPKI Yamin mengusulkan bahwa seharusnya ada Balai Agung atau Mahkamah Agung yang Diberi wewenang untuk membanding undang-undang atau melakukan judicial review namun usulan Yamin ini disanggah oleh Supomo dengan alasan bahwa dalam undang-undang dasar yang telah disusun tidak mengenal konsep Separation of Powers atau pemisahan kekuasaan, adanya adalah pembagian kekuasaan distribution of Powers.

tetapi dengan berjalannya waktu kebutuhan akan adanya mekanisme judicial review di Indonesia semakin terasa kebutuhan tersebut baru bisa terlaksana atau terpenuhi setelah adanya reformasi yang membuahkan perubahan undang-undang Dasar 1945 dalam TAP MPR III/MPR/2000 yang menjadi embrio lahirnya MK di Indonesia.  tahap perubahan ketiga undang-undang Dasar 1945 dirumuskanlah pasal 24c yang memuat ketentuan tentang MK dan akhirnya RUU tersebut disepakati dan disahkan dengan undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden saat itu Megawati pada hari yang sama.

"lanjut kepada kewenangan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban.

  • Satu, menguji undang-undang terhadap undang-undang 1945 maksudnya MK itu bisa ngecek Apakah undang-undang baru yang dibuat ini oleh pemerintah dan Parlemen udah sesuai apa belum sama konstitusi kita 
  • kedua, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang Dasar 1945 yang dimaksud adalah kalau misalnya ada masalah antara pemerintah dan lembaga negara lain MK bisa bantu memutuskan masalah tersebut 
  • ketiga, memutuskan pembubaran partai politik jika ada partai politik yang melakukan pelanggaran di sini MK bisa memutuskan Apakah mereka harus dibubarkan atau tidak 
  • keempat, memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum, kalau terjadi pertengkaran tentang hasil pemilu di sini MK bisa membantu memecahkan masalahnya 

kewajiban MK itu ada satu yaitu 

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau wakil presiden menurut undang-undang dasar, pelanggaran yang dimaksud itu tertuang dalam Pasal 7A UUD 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa penghiatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya atau perbuatan tercela dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. 


 sumber gambar: liputan6.com
 sumber gambar: liputan6.com

"fungsi MK, simpelnya adalah menjaga agar semua hukum dan peraturan yang kita miliki tidak melanggar konstitusi atau UUD 1945, makanya MK juga sering dijuluki sebagai Guardians of the constitution atau the soul interpreter of the constitution artinya MK adalah sebagai penjaga besar yang memastikan semua aturan yang kita miliki di negara Indonesia selalu sesuai dengan aturan dasar kita yaitu UUD 1945 ,,,sifat putusan MK tuh kayak gimana? sifat putusan MK itu final and binding, What does that mean ? berarti putusan MK adalah putusan Pertama Dan Terakhir yang tidak ada ruang lagi untuk menguji putusan tersebut.

putusan MK itu sangat penting dan harus dihormati oleh semua orang bahkan jika ada undang-undang baru tidak bisa membatalkan putusan MK hanya dengan mengubah undang-undang dasar 1945 kita baru bisa merubah apa yang sudah diputuskan oleh MK, tugas dan fungsi lembaga negara di Indonesia dibagi menjadi tiga.

  • pertama,ada fungsi legislatif yang dimiliki oleh DPR dan DPD yaitu untuk membuat dan merancang undang-undang ,...alur pembuatan undang-undang tuh kayak gimana?  alurnya adalah adanya ,1. perencanaan, 2. penyusunan, 3. pembahasan,4. pengesahan, 5. pengundangan. di mana undang-undang ini yang dibuat oleh DPR itu harus disahkan oleh presiden.
  • kedua, ada lembaga yang disebut lembaga eksekutif yaitu yang menjalankan undang-undang kewenangan tersebut dimiliki oleh presiden wakil presiden dan para mentri.
  • ketiga, ada lembaga yudikatif lembaga yudikatif ini lembaga yang mengadili penyelewengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintah kewenangan tersebut diber berikan kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dan ingat MA dan MK punya fungsi dan tugas yang berbeda lembaga yudikatif ini harus berdiri secara independen sebagai kekuasaan kehakiman di mana tidak boleh ada campur tangan atau intervensi dari pemerintah dia harus indie banget anaknya, keberadaan MK itu penting untuk menyesuaikan Apakah ada sistem checks and balances dalam pemerintahan kita agar pembentukan undang-undang tidak sewenang-wenang miliki oleh DPR dan presiden.

"sejauh apa MK bisa ikut serta dalam menguji undang-undang untuk mengetahui hal ini kita perlu tahu hierarki perundang-undangan di Indonesia yang diatur didalam  UU Nomor 12 Tahun 2011.

  • Pertama, Undang-Undang 1945 / UUD 1945
  • kedua,ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau TAP MPR 
  • ketiga, undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang
  • keempat, Peraturan Pemerintah 
  • kelima,Peraturan Presiden 
  • keenam, peraturan daerah provinsi 
  • ketujuh, peraturan daerah kabupaten atau kota 

"GASSkeun.. kita ke pembahasan Open legal policy, mungkin Kita sering dengar akhir-akhir ini ada istilah Open legal Policy, apa yang dimaksud oleh Open legal Policy, Kenapa istilah tersebut bisa menuai perdebat yang sangat hangat di antara masyarakat Indonesia simpelnya Open legal Policy atau kebijakan hukum terbuka adalah kebebasan yang dimiliki oleh para pembuat undang-undang yaitu DPR, jadi DPR punya kekuasaan punya kebebasan untuk membentuk suatu undang-undang namun perlu diingat kalau kebebasan tersebut itu tetap harus dalam ranah konstitusi kita, harus sesuai dengan UUD 1945 itulah yang disebut undang-undang yang konstitusional sehingga para pembuat undang-undang atau DPR tidak boleh sewenang-wenang dalam membuat undang-undang.

di sinilah pentingnya peran MK untuk memutus apakah suatu undang-undang dianggap konstitusional atau tidak, udah sesuai belum produk hukum ini dan atau undang-undang ini sama konstitusi kita, jadi ketika ada undang-undang yang digugat ke MK tapi tidak bertentangan dengan Undang-Undang 1945 maka tidak bisa diputuskan oleh MK karena adanya prinsip Open legal Policy ini kebebas para pembuat undang-undang, kecuali norma yang digugat dinilai melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang tidak dapat ditolerir maka MK dapat memutuskan dalam hal ini, ini bukan lagi Open legal Policy.

ingat walaupun Open legal Policy dimiliki oleh para pembuat undang-undang tapi mereka tidak bisa menjalankan kebebasan dengan sebebas-bebasnya dan harus memperhatikan tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum ini semua sudah diatur dalam pasal 28j ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, di sinilah di mana MK dapat melakukan judicial review atas norma dalam undang-undang dan Open legal Policy dikesampingkan, dalam judicial review terdapat dua ujian, uji formil dan uji materil. uji formil adalah pengujian oleh lembaga yudikatif untuk melakukan pengujian atas pembentukannya dan uji materiil adalah pengujian atas materi di dalam undang-undang tersebut.

"Lalu kenapa tetap putusan MK ini menjadi pembicaraan hangat di antara masyarakat, simpelnya Open legal Policy ini dalam putusan MK sering menunjukkan adanya kepribadian yang berbeda di dalam MK nya sendiri seperti ada kepribadian ganda, ada kubu yang lebih condong menggunakan judicial activism dan ada kubu yang lebih condong menggunakan judicial restraint, artinya judicial activism merupakan legal adaptasi terhadap perubahan sosial dengan cara mengembangkan prinsip-prinsip yang diambil dari teks konstitusi dan putusan yang telah ada guna mengimplementasikan nilai-nilai dasar konstitusi secara progresif dalam pendekatan judicial activism MK berperan sebagai positif legislator di mana MK melakukan pemaknaan dan penambahan norma baru terhadap norma yang diujikan.

jadi ketika MK bersikap sebagai judicial activism dia itu sedang berperan sebagai positif legislator di mana dia akan menambahkan norma-norma baru yang sebenarnya tidak ada, tetapi MK melakukan perluasan pengertian yang sebenarnya tidak ada secara spesifik di undang-undang dasar, tetapi terkadang MK juga menggunakan pendekatan judicial restraint di mana pengadilan harus dapat melakukan pengekangan diri dari kecenderungan untuk bertindak layaknya sebuah mini parlemen, dalam sikap judicial restraint berarti MK berperan sebagai negatif legislator di mana MK hanya membatalkan norma atau aturan yang bertentangan dengan undang-undang 1945 dan tidak menambahkan atau membuat norma baru.

"kenapa sikap MK yang melakukan judicial activism ini sering menuai kritik, karena di sini orang-orang merasa ada campur tangan lembaga Yudisial yang dianggap merendahkan dan merusak sistem demokrasi serta prinsip pemisahan kekuasaan atau Separation of Powers di mana seharusnya tadi, lembaga-lembaga Ini udah punya peranannya masing-masing sebgaimana dalam trias politica Tetapi tiba-tiba MK mengambil peran legislatif.

"Misalnya contoh kasus putusan MK,  di sini ada dua contoh kasus MK terkait Open legal Policy yang dinilai masyarakat controversial yang pertama adalah putusan angka nomor 46/ puu-14/26 tentang Ketentuan tindak pidana zina putusan ini terkait pasal 284 KUHP di mana MK pada saat itu menolak perluasan makna zina yang selama ini hanya menjerat perelaku perzinaan antara laki-laki beristri dan perempuan yang bersuami padahal perzinahan di luar itu misalnya di kalangan remaja dianggap telah merusak sistem tatanan sosial dan keluarga dalam permohonan tersebut pemohon meminta MK untuk memperjelas rumusan delik kesusilaan yang diatur dalam pasal 284 KUHP dan juga pasal 285 dan pasal 292.

dalam putusan ini ada lima hakim konstitusi yang berpendapat bahwa secara substansial permohonan secara mendasar baik subjek yang dapat dipidana perbuatan yang dapat di pidana serta sifat melawan hukum perbuatan tersebut maupun sanksi ancaman pidananya itu udah bukan wilayah MK, Karena itu adalah wilayah Criminal Policy maka MK menilai dalil pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum dalam pertimbangannya MK menjelaskan permohonan pemohon meminta mahkamah untuk memperluas ruang lingkup karena sudah tidak sesuai dengan masyarakat hal itu berakibat pada perubahan hal prinsip atau hal pokok dari pasal tersebut dan itu benar-benar menyangkut hukum pidana again, Criminal Policy dan bukan kewenangan MK untuk melakukan judicial review.

dalam putusan tersebut MK memiliki argumentasi bahwa kewenangan perluasan pidana adalah kewenangan pembentuk undang-undang Yang intinya menyerahkan perluasan definisi tersebut kepada pembuat undang-undang atau Open legal Policy bahwa dengan seluruh pertimbangan di atas bukanlah berarti MK menolak gagasan pembaruan dan bukan berarti bahwa norma hukum pidana yang ada dalam KUHP sudah lengkap tetapi Mahkamah Konstitusi hanya mengatakan bahwa norma dalam pasal-pasal KUHP yang dimohonkan pemohon tidak bertentangan dengan UUD 1945, Jadi intinya Mahkamah Konstitusi tidak merasa bahwa mereka punya kewenangan untuk memperluas arti dari zinah tersebut yang mempunyai kewenangan itu adalah DPR atau para pembentuk undang-undang, makanya itulah pentingnya adanya KUHP yang baru yang sekrang sudah menjadi UU No 1 tahun 2023.

contoh lain yang sekarang paling hangat adalah gugatan batas usia capres dan cawapres, kita bisa lihat dalam perkara nomor 90/ puu-1/2023 putusan MK nomor 90/puu-21/2023 tentang batas usia capres dan cawapres MK mengatakan kalau gugatan atas perkara pasal 169 huruf q, undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, tidak bersinggungan langsung dengan UUD 1945 atau tidak dibahas secara jelas dalam konstitusi sehingga norma tersebut berkaitan dengan open legal Policy yang artinya keputusan tersebut ada di tangan DPR atau presiden namun MK menyadari bahwa gugatan tersebut melanggar prinsip ketidakadilan atau membatasi kemungkinan seseorang untuk ikut serta dalam kontestasi pemilu sehingga pada 16 Oktober 2023 mengubah pasal 169 huruf q undang-undang nomor 7 tahun 2017 yang sebelumnya berbunyi berusia paling rendah 40 tahun menjadi paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota.

Hakim konstitusi Guntur Hamzah menjelaskan kalau batas usia itu tidak dijelaskan atau tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945 akan tetapi kalau melihat banyak negara yang sudah mempraktikkan kemungkinan adanya presiden dan wakil presiden atau kepala negara suatu figur pemerintahan yang berusia di bawah 40 tahun hal itu sangat memungkinkan terjadi.

Guntur Hamzah juga menjelaskan kalau pemaknaan terhadap batas usia tidak hanya secara tunggal namun semestinya ada syarat lain yang disetarakan dengan usia yang dapat menunjukkan kelayakan dan kapasitas seseorang untuk ikut serta dalam kontestasi sebagai capres dan cawapres pada dasarnya MK bilang, sudah sepantasnya generasi muda yang memiliki pengalaman dalam menjabat sebagai pemerintah dan memiliki dukungan rakyat mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan tanpa memandang batas usia minimal.

Oleh karena itu MK menilai bahwa batas usia minimal capres dan cawapres yang 40 tahun itu adalah ketidakadilan yang intolerable "lalu bagaimana respon publik atas putusan MK ini..?, menurut peneliti pusat studi hukum dan kebijakan ada beberapa hal yang perlu dikritisi, 

pertama, aspek materil Ada pendapat bahwa MK hanya mengikuti keinginan DPR dan pemerintah dalam perubahan undang-undang yang terjadi terkesan secara instan dan tergesa-gesa tanpa adanya partisipasi publik peneliti menilai MK seharusnya berpegang teguh kepada predikat kekuasaan kehakimannya yakni mengoreksi menyeimbangkan dan mengontrol berbagai lembaga negara atau istilahnya dalam fungsi checks and balances. 

kedua, MK terkesan inkonsisten sebelumnya kita tahu kalau misalnya gugatan batas usia minimal capres dan cawapres itu sudah pernah diajukan oleh anggota PSI namun ditolak dengan alasan pengujian akan tetapi ketika seorang mahasiswa dari Solo mengajukan gugatan yang sama MK merubah putusannya dan mengabulkan sebagian gugatan. "

"Itulah yang mungkin menjadi contoh kasus mengenai peran MK dan bagaimana cara MK menyikapi kasus-kasus yang bersinggungan dengan open legal Policy, memang benar Open legal Policy itu sebenarnya istilah yang cukup baru digunakan dalam peradilan Indonesia karena selama ini kita mengenal istilah Open Legal Policy hanya dalam ruang lingkup kebijakan publik maka sebenarnya permohonan rakyat itu cuma satu bahwa sebenarnya harus ada batasan-batasan yang jelas dalam istilah Open legal Policy dan bagaimana MK akan menyikapi hal tersebut sehingga ke depannya akan lebih jelas lagi sikap dan peran Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yudikatif.

kita bisa lihat kalau misalnya inkonsistensi peran MK Apakah mereka sebagai negatif legislator atau positif legislator, sering dikacaukan dalam pengujian undang-undang. balik lagi kita tinggal di negara HUKUM, seharusnya MK tidak melakukan Cherry picking atau tidak asal milih-milih dalam menafsirkan Open legal Policy sehingga Visi MK itu bisa tercapai yaitu menegakkan Konstitusi melalui Peradilan yang modern dan terpercaya, Sebagai GUARDIAN OF CONSTITUTIONS


Semoga Bermanfaat.

Indonesia Negara Hukum , Asslamualaikum.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun