Di dalam alam manusia, ada dua hal yang sering kali menarik perhatian kita dengan kuat: hantu dan sosial. Hantu, dengan misteri dan ketakutan yang melekat pada kita, telah mengilhami rasa ingin tahu dan minat yang mendalam untuk ingin mengetahui dan mempelajari hal-hal mistik. Di sisi lain, dimensi sosial merupakan jaringan kompleks hubungan dan interaksi antara individu-individu di dalam masyarakat. Namun, pernahkah kita berpikir bagaimana kedua dunia ini bisa bertemu? Bagaimana hantu dapat berinteraksi dengan aspek sosial kehidupan kita yang secara nyata? Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi perjumpaan menarik antara hantu dan sosial yang nyata, membahas kepercayaan, pengaruh budaya, serta fenomena-fenomena supernatural yang melibatkan interaksi manusia dengan dunia spiritual,hingga keterkaitanya dengan politik di indonesia.
Ketika anak laki-laki itu terpaksa melewati kuburan yang selalu dihindarinya, tiba-tiba ada suara perempuan yang memanggil namanya dari belakang. Dia menyesal menoleh ke belakang, karena ternyata sosok yang memanggilnya memiliki perut yang bolong! Wah, kurang lebih seperti itu cerita horor yang umum ditemui di dunia maya, masyarakat Indonesia memang memiliki banyak kisah horor dan mistis yang dapat membuat bulu kuduk kita merinding, bahkan di siang hari.
Namun, apakah cerita hantu di Indonesia muncul karena adanya makhluk supranatural atau mungkin terdapat permainan sosial-politik di balik setiap ceritanya?, dalam artikel yang sederhana ini. kita akan mencoba mencari tahu pengaruh sosial-politik dalam cerita-cerita hantu Indonesia dan mengapa cerita-cerita tersebut sangat efektif dalam menakuti masyarakat.
Cerita hantu Indonesia memiliki sejarah yang sangat tua. Menurut Paul Sochaczewski dalam tulisannya yang berjudul Curious Encounters of the Human Kind, cerita-cerita hantu Indonesia memiliki kaitan dengan budaya kerajaan-kerajaan kuno Indonesia, bahkan sudah dikenal sebelum abad ke-15.
Menurut Paul, ketakutan masyarakat kita terhadap hantu, khususnya di Pulau Jawa, terkait dengan kepercayaan animisme dan budaya Hindu yang populer pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Kepercayaan-kepercayaan ini terus bertahan dan diadopsi dalam pandangan masyarakat pada masa-masa selanjutnya, terutama ketika peradaban Hindu-Buddha digantikan oleh kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa.
Animisme mengajarkan orang untuk menghormati leluhur dan alam dengan keyakinan bahwa setiap objek dan benda di Bumi memiliki roh penunggu yang akan marah jika diganggu. Sementara itu, dalam kepercayaan Hindu, dikatakan bahwa kita harus bersikap baik terhadap orang yang meninggal dengan keyakinan bahwa mereka yang meninggal karena kekerasan dan dikuburkan secara tidak layak akan menjadi hantu.
Hal ini menyebabkan munculnya hantu-hantu seperti Genderuwo, yang sering menjadi alasan bagi orang-orang untuk tidak sembarangan menebang pohon. Kemudian ada juga pocong, hantu yang kembali ke dunia kita karena tidak dikubur dengan prosedur yang semestinya. Namun, yang membuat cerita hantu di negara kita begitu kuat adalah karena elemen-elemen yang membuat mereka menjadi hantu sering kali memiliki keterkaitan yang sangat relevan dengan kehidupan kita.
Salah satu contohnya adalah cerita babi ngepet dan ruh pesugihan. Menurut sejarawan Christopher Reinhart, rasa takut kita terhadap makhluk-makhluk tersebut bermula dari periode tanam paksa pada tahun 1830-1870. Pada masa itu, muncul kelompok orang kaya baru di kalangan masyarakat Jawa, yang sebagian besar adalah pedagang dari kalangan pribumi dan Tionghoa yang mendadak menjadi sangat kaya.
Fenomena ini membuat para petani saat itu bertanya-tanya dari mana asal kekayaan mereka. Akibatnya, alasan mistis menjadi salah satu dugaan bahwa kekayaan tersebut bisa datang dengan cepat. Menariknya, jika kita melihat dengan lebih mendalam, kecurigaan masyarakat terhadap makhluk seperti babi ngepet dan ruh pesugihan yang membantu seseorang menjadi kaya sebenarnya dapat menjadi pertanda awal kemungkinan terjadinya tindakan korupsi.