Rencana pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada berbagai barang dan jasa, mulai dari layanan dasar hingga layanan pendidikan (termasuk sekolah), telah memicu beberapa perdebatan di masyarakat.bagi bahan pokok atau sembako dan jasa pendidikan. Kebocoran  isi draf Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Pajak (RUU KUP) menuai reaksi riuh di media sosial.Â
Hal ini berpotensi menambah beban hidup masyarakat yang sudah dibebani kondisi sulit adanya pandemi Covid-19.
Pemerintah harus mengkaji ulang secara sosiologis baik dari sisi produksi ataupun konsumsi terhadap rencana tersebut, dikarenakan kenaikan PPN terhadap bahan pokok sangat berpotensi semakin memberatkan kehidupan masyarakat
Meluruskan kesalahpahaman, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia menjabarkan bahwa draf tersebut diperuntukan untuk sembako premium dan jenis pendidikan yang memiliki nilai tinggi dalam menyalurkan dana pendidikan.pajak atau PPN akan mengakibatkan biaya melahirkan makin mahal. Rencana pengenaan pajak tersebut tertuang dalam draft Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam Pasal 4A Ayat 3 dijelasakan, jasa pelayanan kesehatan medis yang terdapat dalam poin A dihapus dari jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.Â
Karena menurut saya Indonesia dengan kekayaan alam yang dimiliki nya dapat bersaing dengan negara-negara lain untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun kendala yang dialami adalah kurang nya pemahaman akan teknologi yang semakin berkembang oleh masyarakat Indonesia yang masih menggunakan cara-cara tradisional dan tidak tersedianya teknologi canggih bagi para petani lokal sehingga pemenuhan kebutuhan pokok serta hasil dari bahan pokok masih tertinggal dari negara-negara lain yang sudah maju.Jadi untuk penerapan seperti ini masih  susah untuk di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H