UU ITE atau UU No. 11 Tahun 2008 telah mengalami 2 kali perubahan. Perubahan pertama dilakukan pada tahun 2016 (UU No. 19 Tahun 2016) kemudian baru-baru ini revisi kedua UU ITE disahkan karena pada perubahan sebelumnya justru mendapat banyak kritik oleh kalangan masyarakat dan politikus yang disebabkan oleh terbatasnya kebebasan berpendapat yang justru menjadi bumerang kepada orang yang menyampaikan pendapatnya.
Perubahan kedua yang disahkan pada hari Selasa tanggal 5 Desember 2023 memiliki 20 substansi pasal perubahan dan atau pasal-pasal sisipan.Â
Dari 20 substansi tersebut, terdapat beberapa poin penting yaitu perubahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang sengaja dan tanpa hak untuk menyebarkan informasi dan dokumen elektronik yang mengandung unsur pelanggaran kesusilaan serta memuat unsur perjudian.Â
Kemudian poin penting berikutnya yaitu larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan sesuatu hal agar hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi dan dokumen elektronik, dan perubahan ketentuan mengenai pengiriman informasi dan dokumen elektronik yang berisi unsur hoaks/informasi sesat, dan hasutan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
Melihat poin-poin penting diatas Revisi Kedua UU ITE kali ini berfokus pada permasalahan penyebaran informasi dalam media elektronik. Hal ini jauh dari permasalahan utama yang seharusnya menjadi revisi total oleh DPR. Seperti Pasal 27 Ayat 1 dan 3 yang seharusnya dihapus atau diubah namun hanya mendapatkan perubahan ketentuan pidana saja padahal sebenarnya membatasi kebebasan berekspresi dan kritik. Selain itu terdapat juga Pasal 28 Ayat 2 yang juga hanya mendapat perubahan ketentuan pidana.Â
Revisi Kedua UU ITE ini juga dinilai tidak melibatkan masyarakat sama sekali padahal sebelum RUU disahkan menjadi UU harus menjalani penerapan dalam kehidupan masyarakat sehingga peraturan tersebut dapat bekerja secara maksimal dalam lingkungan masyarakat bukan menjadi bumerang untuk menyerang rakyat.
Jika kita lihat pada revisi kali ini, UU ITE masih belum dikatakan menjamin kondisi kebebasan berekspresi dan berpendapat terkhususnya kritik masyarakat yang lebih baik karena masih adanya pasal-pasal yang bermasalah dan terkesan membatasi ruang berekspresi masyarakat.Â
Tidak hanya itu pada revisi kali ini hanya menyasar kepada ketentuan perlindungan anak dalam menggunakan elektronik dan penambahan/pengurangan ketentuan pidana saja yang padahal harapan masyarakat yaitu penghapusan atau perubahan terhadap pasal-pasal bermasalah.Â
Revisi Kedua UU ITE ini juga dinilai gagal menerapkan unsur demokratis karena mengabaikan partisipasi masyarakat dalam pembuatan UU dan Rapat Paripurna yang dilaksanakan oleh DPR bersifat tertutup dan tidak transparan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H