Mohon tunggu...
Radix WP Ver 2
Radix WP Ver 2 Mohon Tunggu... -

Saya seorang liberal-sekuler. Akun terdahulu: http://www.kompasiana.com/radixwp

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya Tidak Suka Bulan Puasa

11 Juni 2016   13:33 Diperbarui: 12 Juni 2016   15:33 2336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu korban pertama bulan puasa. Sumber: Liputan6.com

Saya dulu suka nonton anime Saint Seiya yang ditayangkan RCTI setiap Senin jam 17:30. Di pertengahan cerita—ketika Ksatria Perak Seiya bertualang ke Eropa Utara—serial ini terputus oleh bulan puasa. Seperti biasa, RCTI memutar sinetron religi. Dengan sabar saya menunggu Saint Seiya diteruskan penayangannya. Ternyata setelah lebaran, slot waktunya diisi oleh sinetron lain.

Belakangan, saya dengar dari mailing list bahwa Saint Seiya sebenarnya diprotes oleh seorang ibu lewat surat pembaca di salah satu koran ibukota. Alasannya mengajarkan kekerasan bagi anak-anak. Padahal Saint Seiya, juga sinetron yang menggantikannya, ditujukan kepada penonton remaja. Yang saya paling sakit hati, sebulan lebih saya diberi harapan palsu. RCTI menggunakan momen bulan puasa untuk mengakali para penonton mudanya.

Berkat VCD, sudah lama saya akhirnya bisa menonton kelanjutan anime tersebut. Tapi, bulan puasa tak henti memberikan kesan buruk kepada diri saya.

Sebelumnya, bulan puasa cukup ditandai oleh tempat makan—mulai dari warteg hingga resto fast food—diberi tirai agar yang sedang makan di dalamnya tak terlihat dari luar. Tapi belakangan, mulai muncul keinginan kalangan tertentu agar tempat makan dilarang beroperasi siang hari. Sejumlah pemerintah daerah bukannya mendidik toleransi, malahan mengakomodasi keinginan egois tersebut lewat perda.

Aparat Polisi Pamong Praja yang digaji dengan uang rakyat mulai dikerahkan untuk merazia warung yang buka siang hari. Lebih parah lagi, gerombolan perusuh macam FPI melakukan aksi serupa, sementara polisi hanya bengong membiarkannya dari kejauhan.

Di bidang lain, bioskop jadi sangat dibatasi jam bukanya. Karaoke keluarga—bukan karaoke dewasa yang menggunakan purel—malah dilarang buka sebulan penuh. Saya sudah banyak bertanya tentang logika aturan semacam ini, dan hingga sekarang tak pernah dapat jawaban masuk akal.

Alhasil, acara yang menonjol di TV selama bulan puasa adalah adegan FPI memporakporandakan tempat yang mereka razia. Presiden Gus Dur menentang keras aksi tersebut, tapi jajaran kepolisian hanya memberikan imbauan tanpa makna. Dalam berbagai acara penting, petinggi polisi malah mengundang pimpinan gerombolan perusuh sebagai tamu terhormat. Para habib brutal pun semakin mekar hidungnya, merasa diberi angin.

Di kalangan kepala daerah, baru Gubernur Ahok yang berani tegas kepada FPI. Presiden Jokowi tentu tidak setuju aksi FPI, tapi sejauh ini belum ada tanda-tanda jajaran kepolisian bertekad menghentikan FPI yang sudah lama meresahkan masyarakat luas.

Dalam bulan puasa ini, saya berharap akhirnya masyarakat kita bisa menikmati suasan Bhinneka Tunggal Ika. Tapi, harapan tersebut belum terkabul. Di Situbondo, MUI menyerukan semua tempat usaha mengharuskan pegawainya mengenakan baju koko dan jilbab. Padahal, tempo hari kan MUI memprotes pengusaha yang menerapkan kostum Santa Klaus sekitar natal. What a double standard..

Dari kabupaten Bogor, datang kabar lebih buruk lagi. Warung dirazia, aneka makanan diangkut oleh Satpol PP (hampir pasti dijadikan menu buka gratis bagi mereka), dan para pengunjung yang sedang makan dihukum push up. Anda tidak salah baca, para warga sipil ini benar-benar dikenai hukuman fisik hanya karena tidak berpuasa.

Bupati Bogor malah membenarkan praktik penghukuman tersebut. Setahu saya sih, hal seperti itu hanya ada di Aceh yang diberi wewenang khusus untuk menerapkan syariat, serta di negara-negara Timur Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun