Di suatu waktu di kerajaan lidah yang notabene banyak rakyatnya, lidah seorang anak kecil mengamati lidah Jokowi. Lidah Jokowi adalah lidah penguasa, namun banyak merasakan pahit getir makanan, dia jarang mengenal makanan manis, makanan berminyak dibatasi, makanan yang terlalu banyak garam jarang ditemui, apalagi vitsin dan segala hal yang enak. Semua makanan yang akan dirasakan sang lidah telah melalui seleksi para ahli gizi, ada pahit ada manis, ada asin ada asam, semua masuk namun dengan porsi yang seimbang. Lidah sang anak kecil melihat dengan seksama apa yang terjadi pada lidah Jokowi, dia melihat dengan sedih setiap kali makanan pahit masuk, betapa dia sangat membenci makanan dengan makanan jenis itu, namun dia selalu heran, mengapa makanan pahit kadang melewati lidah Jokowi.
Suatu waktu yang lain dia mengamati lidah Agnezmo, sang artis terkenal. Betapa baiknya lidahnya, merah muda sedikit lapisan putih tipis dan tampak amat segar. Namun selagi dia mengagumi lidah ini, dia terkejut, makanan pahit yang berupa sayur sayuran hijau yang selalu dipaksa oleh ibunya untuk dimakan selalu melewati lidah Agnezmo ini, jarang sekali makanan manis masuk serta hampir tidak pernah makanan berminyak masuk. Sangat menyedihkan sekali hidup sang lidah ini pikir lidah sang anak. Hidup yang menyenangkan adalah hidup yang selalu merasakan manisnya makanan, pikirnya.
Sambil berjalan lalu, dia mengamati lidah seorang tukang bangunan, dan dia merasakan kagum yang teramat sangat pada lidah tukang bangunan tersebut. Lidah sang tukang bangunan selalu bertemu dengan makanan lezat. Selalu makanan manis asin dan berminyak masuk, jeroan dan kulit sering menyapa lidah tukang bangunan ini, sayur sayuran hijau dan buah buahan sangat jarang bertemu dengan sang lidah. Betapa mewahnya hidup lidah tukang bangunan ini, ingin ku hidup sepertinya pikir lidah sang anak. Dia membandingkan betapa baiknya kehidupan lidah sang tukang bangunan, dan dia bergidik saat membayangkan lidah Jokowi, apalagi lidah Agnezmo.
Waktu pun terus berlalu, sudah 10 tahun berjalan, lidah sang anak sudah tumbuh menjadi dewasa, dia sudah bertemu dengan begitu banyak lidah hingga akhirnya dia kembali berpapasan dengan lidah jokowi, lidah Agnezmo dan lidah tukang bangunan tadi. Dia melihat lidah jokowi masih dalam keadaan yang sama dengan 10 tahun yang lalu dia temui, masih aktif bergerak kesana kemari, tidak berkekurangan apapun, dan masih saja menemukan berbagai makanan yang melaluinya selalu tertata oleh ahli gizi, bermacam macam rasa, dan selalu ada rasa pahit yang dibencinya. dia juga bertemu dengan lidah Agnezmo, lidah ini masih sehat dan bugar, serta tampak penuh vitalitas, dengar dengar pahit nya sayur dan buah yang membuatnya tetap kuat dan penuh vitalitas seperti itu, mungkin itu benar, karena saat makanan pahit masuk, ia selalu melihat lidah Agnezmo tersenyum menghadapinya, tidak pernah ada keluhan, ini berbeda dengan lidah sang anak, yang selalu mengeluh melihat makanan pahit dan selalu menginginkan makanan lezat lewat.
Lidah Jokowi dan lidah Agnezmo masih sama seperti 10 tahun lalu, maka sang lidah ingin melihat lidah tukang bangunan juga, dia berjalan beberapa lama hingga akhirnya bertemu dengan lidah sang tukang. Tidak disangka dan dinyana, lidah sang tukang bangunan ini tampak keadaannya sangat berbeda, tampak lapisan kuning tebal disekitarnya dan seluruh dagingnya berwarna merah keungu unguan. Semua makanan yang lewat juga pahit semua, lebih ekstreem dari lidah Agnezmo. Sepanjang hari itu hanya makanan masam dan pahit yang melintas. Betapa menyedihkan keadaan nya, pikir lidah sang anak. Karena penasaran maka ia bertanya kepada lidah perawat yang mengitari lidah sang tukang, mengapa seperti ini. Lidah sang perawat tersenyum dan menjawab, ia berkata "Sang tukang terkena kanker karena pola dietnya, oleh karena itu sekarang dia sedang terapi naturopati, banyak makan buah dan jus sayur untuk mengembalikan enzim tubuhnya". Lidah sang anak terhenyak, namun saat dia hendak bertanya lagi, lidah sang perawat berkata lagi "sang pencipta mendesain kita dapat mengecap pahit manis asin masam rasa, jadi baik jika kita merasakan mereka didalam hidup sesuai dengan kebutuhan kita, jangan hanya menginginkan dominan manis dan asin saja, itu dapat menyebabkan kanker". Lidah sang anak terdiam mencerna perkataan lidah sang perawat yang meninggalkannya dan kembali berputar di sekitar lidah sang tukang bangunan. Ternyata diet makanan lezat dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker, betapa mengerikannya, pikir lidah sang anak.
Sambil terdiam dan merenung, dia terus berjalan dan berjalan dan dia bertemu dengan lidah Kahlil Gibran, keduanya asik bercakap cakap dan bercerita tentang kerja, tentang hakikat kesulitan dalam hidup dan tentang kenikmatan kehidupan. Dengan bekerja menghadapi semua kesulitan hidup, maka seseorang akan menemukan nikmatnya hidup. Betapa benar lidah sang pujangga ini pikir lidah sang anak. Dan akhirnya lidah sang anak menemukan pencerahan, bahwa sebenarnya semua kesulitan dan kesusahan didalam hidup ini seperti rasa pahit yang selalu dikeluhkannya. Seharusnya ia mengucap syukur dapat merasakan pahit, karena pahit menyehatkan, hanya dengan merasakan semua rasa maka dia berfungsi sebagaimana mestinya seperti yang diciptakan oleh sang penguasa, dan menikmati kebahagiaan dalam hidup ini. Akhirnya setiap kali makanan pahit melewati lidah sang anak, ia selalu tersenyum, tak pernah mengeluh lagi, cerita tentang kerja selalu terngiang didalam benaknya.
Â
Cerita ini adalah cerita fiksi, jokowi dan agnesmo disini adalah fiksi juga, nama dan segala kesamaan adalah juga tidak berhubungan dengan presiden joko widodo dan Artis agnes monica dan pribadi apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H