Mohon tunggu...
Rifki Radifan
Rifki Radifan Mohon Tunggu... -

Hanya sebatas pencinta sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Merindukan Milan yang Dulu

14 Maret 2015   20:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa anda masih ingat permainan Winning Eleven di Playstation X? Bila anda pernah memainkannya kemungkinan umur anda sekarang diatas 23 tahun. Terlintas ketika itu, sekitar awal tahun 2000an bermain menggunakan AC Milan untuk meladeni teman yang menggunakan Real Madrid. Walaupun bukan penggemar Milan, tetapi pada saat itu, Milan dihuni oleh pemain-pemain top. Sebut saja Rui Costa, Rivaldo, Shevchenko, Inzaghi, Maldini, Cafu dan Gattuso. Nama-nama tersebut adalah jaminan untuk dapat mengimbangi lawan yang menggunakan Real Madrid yang pada saat itu dihuni oleh pemain-pemian  seperti Zidane, Ronaldo, Figo, Hierro, Morientes dan kapten Raul Gonzalez.

Tapi sekarang Milan seperti terjun bebas dari masa kejayaannya. Nama besar Milan seakan tidak lagi menjadi magnet untuk pemain-pemain top dunia.Kita tidak melihat pengganti sepadan dengan Shevchenko (walaupun setelah pindah ke Chelsea malah membuat kariernya menurun) dan striker opurtunis macam Inzaghi di lini depan. Atau pemain seganas Gattuso sebagai pemain tengah. Dan juga seorang fantasista seperti Rivaldo dan Rui Costa. Lalu sekarang mencoba menerka apa yang dipikirkan oleh para tifosi mereka ketika melihat Pirlo bermain cemerlang di kota Turin. Tapi, berhubung saya penggemar liga Inggris, saya tidak memperhatikan mulai kapan Milan semakin menurun permainanya sampai seperti yang kita lihat sekarang.

keterpurukan Milan bisa dianggap sebagai imbas dari krisis moneter yang melanda Eropa. Krisis ekonomi yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran membuat bertambahnya kasus bunuh diri di Italia. Jumlah pengganguran ini juga yang mempengaruhi banyaknya penonton yang hendak secara langsung menyaksikan pertandingan di stadion. Mereka lebih memilih menonton di rumah atau datang ke bar, ini bisa dibuktikan jika kita mau memperhatikan di televisi bahwa semakin sedikitnya jumlah penonton pertandingan Serie A dibandingkan liga Inggris, Spanyol dan Jerman. Dalam satu dekade terakhir, Italia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi paling lambat di zona Euro. Milan dikabarkan sudah menjual bus mereka dalam upaya penghematan. Kabar pun berhembus bahwa Milan siap melepas saham sebesar 25% demi memperbaiki neraca keuangan mereka. Terbaru adalah kasus Parma tidak mampu membayar pemain dan offical mereka. Saya anjurkan bagi pencinta sepakbola di Italia, mereka harus belajar dari Indonesia cara melihat klub yang belum membayar gaji pemainya dengan tenang dan santai.

AC Milan adalah salah satu klub yang berjasa dalam mengharumkan nama Serie A di dunia. Banyak pembelian yang memecahkan rekor transfer berasal dari Italia pada tahun 90an, termasuk dari klub yang bermarkas di San Siro tersebut. Tapi itu sekitar 20 tahun lalu. Tuhan pun seakan iba, dengan takdirnya Kaka secara cuma-cuma hijrah dari Madrid menuju Milan (pada tahun 2013 sebelum sekarang bermain di MLS). Lalu mereka harus menunggu lama hanya untuk mendatangkan Keisuke Honda dan Adil Rami secara gratis (terjadi pada tahun 2014). Lalu yang tidak kalah heboh adalah peminjaman Fernando Torres dari Chelsea sebelum hijrah ke Atletico Madrid ditukar dengan Alessio Cerci pada transfer musim dingin tahun 2015. Tidak hanya itu, masih banyak juga pemain yang didatangkan secara gratis seperti Diego Lopez (Real Madrid), Alex (PSG) dan  Jeremy Menez (PSG). Sebenarnya masih banyak lagi pemain gratis maupun pinjaman yang didatangkan oleh Milan, tapi tak sampai hati untuk menulis yang lainya.

Mungkin, salah satu cara Il Rosoneri untuk memulai memperbaiki diri sendiri adalah dengan membuat Milan membenahi area markas mereka. Hal ini bisa dilhat dari  kesuksesan Bayern Munich. Munich belajar dari tim-tim olahraga di Amerika Serikat yang mampu membuat pertandingan olahraga menjadi hiburan tersendiri, bukan hanya sekedar pertandingan. Bahkan dalam American Football jutaan dollar dapat diraih hanya dengan menjual marchandise. Atau untuk contoh yang berada di Eropa, Milan bisa mencotoh klub-klub BPL dalam mengurus stadion dan mencotoh Bundesliga dalam masalah Sponsorship.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun