Mohon tunggu...
Radityo Widiatmojo
Radityo Widiatmojo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pekerja Lepas yang sedikit menawan, berjuang mengajarkan fotografi lewat kajian komunikasi visual. Blog Fotografi saya bisa dibaca di http://fototiptrik.blogspot.com.au/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Masak, Noltalgia dan Bersyukur

8 April 2013   20:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:30 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak pernah saya bayangkan jika ternyata saya mempunyai kemampuan masak yang pas-pasan. Saya katakan pas-pasan karena hanya beberapa resep saja yang saya kuasai. Intensitas masak yang hampir setiap hari saya lakukan di negeri kangguru ini membuat saya bernostalgia dengan masa lalu saya.

Saya masih ingat ketika masih berumur 7 tahun, saya mengadakan lomba masak di rumah. Pesertanya adalah saya, Purnomo dan Fatmawati. Berlokasi di dapur rumah lawas peninggalan Belanda, kami berlomba masak nasi goreng. Berhubung kompornya terbatas, maka kami bergantian masaknya. Suasana penuh canda tawa menghiasi dapur yang terpisah dengan rumah, karena dapurnya berada di belakang rumah. Lomba ini jauh sempurna, namun memberi makna yang sempurna bagi saya. Saat itu saya berusaha menginterpretasi asal muasal berbagai rasa. Manis lahir dari benda cair hitam legam bernama kecap. Rasa asin pasti berasal dari garam. Pedas asalnya dari lombok. Itu saja dasar yang saya pakai untuk masak nasi goreng dalam lomba tersebut. Alhasil, 3 bahan inilah yang saya pakai untuk membuat nasi goreng untuk pertama kalinya. Berbekal ingatan bahwa rasanya nasi goreng masakan pembantu saya yang rasanya asin, ada sedikit manis dan pedas. Tak terpikir untuk menggunakan bawang merah, bawang putih, merica dan kawan-kawannya. Saya dan Purnomo menghasilkan nasi goreng yang hampir sama, karena kami hanya menggunakan 3 bahan. Lain halnya dengan Fatmawati, yang sudah sering membantu ibunya masak. Jelas kalah jauh rasa yang terdapat di dalam nasi goreng kami. Tidak yang kalah tidak ada yang menang seperti di acara MasterChef, yang ada hanya perasaan girang tanpa dosa sambil makan bersama.

Lain cerita ketika orang tua saya membelikan buku seri "Mengapa Begini Mengapa Begitu". Salah satu serinya berisi kumpulan eksperimen-eksperimen di dapur. Berhubung saya masih SD kelas 4, rasa penasaran selalu bangkit ketika melihat sesuatu yang baru, maka saya mengundang 3 orang sahabat saya, Nindyo, Teguh dan Arvian, untuk bikin kue. Saya lupa nama kue tersebut, yang jelas hasil akhirnya mirip seperti "dadar gulung". Langkah demi langkah kami ikuti, namun tidak di ikuti dengan bahan yang benar. Apa yang ada di dapur kami pakai. Tangan kami berempat penuh dengan tepung diiringi canda khas anak cowok, colek-colek tepung di muka. Durasi yang dibutuh sebenarnya hanya 30 menit, namun kami membuatnya lebih dari 1 jam. Hasil akhirnya memang mirip kue dadar gulung, NAMUN rasanya itu lho yang bikin kami ngakak terbahak-bahak. Terdapat rasa jeruk yang sangat kuat di kue pertama buatan kami. Rasa tersebut hadir karena hasil imajinasi kami yang terlalu berlebihan, yaitu menambahkan nutri sari bubuk rasa jeruk ke dalam adonan kuenya.Kami pun menamakan kue tersebut "hollywood". Entah mengapa kami menamai dengan nama yang sungguh ke-barat-barat-an. Mungkin kami abis nonton Rambo 1 di layar emas RCTI, yang selalu dipotong oleh Dunia Dalam Berita di masa itu.

Perjalanan memasak saya ternyata tidak berhenti sampai di SD saja. Pada saat SMP saya pindah kota Malang, yang menjadi kota paling saya kengenin saat ini. Saat di Malang, saya serumah dengan yang namanya mas Eko. Dia tinggal di rumah yang populer dengan nama ST12 karena dia operator warnet di rumah ini. Ternyata mas Eko jago masak. Saya pun sering ikut mas Eko masak untuk Mama, meski sering kali kami sekeluarga beli makan di luar karena saat itu tidak ada pembantu di ST12.

2 tahun (aku lupa tepatnya) tanpa pembantu membuat saya sering masak. Setelah itu pembantu saya, Yuk Yem, datang ke ST12 untuk bekerja lagi. Yuk Yem ini boleh saya katakan chef handal. Kalau ikut MasterChef ada kemungkinan masuk 5 besar. Saya banyak belajar dari Yuk Yem. Salah satunya menu favorit saya adalah Ayam Lombok Ijo dan Soto Ayam ala Yuk Yem. Hampir pasti jika berhadapan dengan 2 masakan tersebut saya "imbuh" alias nambah. 2 menu inilah yang akhirnya menjadi andalan saya di negeri kangguru ini. Teman apartemen saya bilang Ayam Lombok Ijo adalah signature dish saya.

Saya tidak membayangkan apabila saya tidak dibekali ilmu masak yang pas-pasan di negeri ini. Bisa jebol bandar ini kalo beli maem di luar. Satu hal yang jelas saya lakukan seusai masak adalah memandangi masakan saya, walaupun sering rasanya kacau atau monoton, sembari berdoa dan bersyukur. Bagi pada jomblowan/wati yang rajin masak untuk mbontot/bekal lunch disaat kerja, jangan berkecil hati, karena suatu saat pasti ada yang memasakkan kita-kita ini yang jomblo. *kok nyinggung jomblo sihh*

Selamat malam dari negeri berawan

2w_^

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun