Kita tahu bahwa Singapura adalah kota negara yang sukses mengimplementasikan tempat tinggal model bertingkat atau apartemen selama berpuluh-puluh tahun sejak berdiri menjadi negara independen.Â
Singapura sudah melalui berbagai konflik internal yang ada kaitannya dengan suku dan budaya, bahkan melewati berbagai tantangan hingga pernah berada di titik nadir, lalu bangkit menjadi negara dengan ekonomi terbesar hingga disematkannya status negara maju. Salah satunya tentang kelayakan apartemen di Singapura.Â
Namun, kita yang berada di Indonesia, selalu menganggap Singapura sebelah mata dan tidak belajar hanya karena negara kecil yang lebih kecil dari titik merah di peta dunia.Â
Bahkan ketika apartemen DP nol persen yang digagas Anies Baswedan muncul dan saya sempat mengintip denah apartemen tersebut, terlihat jelas ada begitu banyak kesalahan dalam perencanaan bangunan secara keseluruhan dan cenderung "tidak sehat". Apa saja pertimbangannya?
Terlalu Kecil
Apartemen di Singapura sudah sejak berdekade lalu menentukan dasar ketentuan untuk tempat tinggal yang dianggap sehat.Â
Dan dibentuknya Badan Otoritas Bangunan dan Konstruksi (Building and Construction Authority -- BCA) bukan tanpa alasan, untuk menetapkan dasar ketentuan bangunan yang sehat dan tidak asal tumpuk dan tempel.
Apartemen paling kecil di Singapura sudah hampir "punah", karena pasangan muda di Singapura sekarang menginginkan apartemen dengan ukuran yang lebih luas.Â
Alhasil, pemerintah tidak lagi meluncurkan apartemen ukuran kecil sekarang ini. Apartemen terkecil di Singapura ini sejenis Studio kalau di Indonesia, atau 1-room flat.Â
Untuk ukuran saja sudah disebut fantastis untuk ukuran kita, 33m2. Dibagi menjadi 3 ruangan: ruangan utama (sekaligus kamar), dapur, dan kamar mandi.
Coba bandingkan dengan apartemen tipe ST di Samawa, dimana dapur dan kamar tidur menyatu dan persis di sebelah TV. Kamar mandi justru tepat di pintu depan, desain yang sangat-sangat mirip seperti kamar hotel.
Â