Mohon tunggu...
Raditya Abimanyu
Raditya Abimanyu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya menyukai olahraga yang sangat membuat saya sehat, dan saya menyukai menulis dan mengarang sesuatu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Orang yang Malas Bekerja tetapi Bekerja dengan Cara Mengemis

26 November 2024   07:31 Diperbarui: 26 November 2024   07:33 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena orang yang malas bekerja tetapi memilih mengemis adalah kenyataan yang sering ditemui di berbagai tempat. Individu seperti ini biasanya memiliki kemampuan fisik dan mental untuk bekerja, tetapi memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang tanpa usaha berarti. Mereka memanfaatkan belas kasihan orang lain sebagai sumber penghidupan utama, alih-alih memanfaatkan potensi diri untuk bekerja atau berkarya.

Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi adalah karena rasa nyaman yang mereka dapatkan dari cara hidup seperti itu. Dengan mengemis, mereka merasa tidak perlu menghadapi tekanan pekerjaan, tanggung jawab, atau kewajiban tertentu. Dalam sehari, mereka bisa mendapatkan uang dari hasil uluran tangan orang-orang tanpa harus mengeluarkan tenaga besar atau memikirkan keahlian khusus.

Ada juga faktor kebiasaan yang memengaruhi. Beberapa orang tumbuh dalam lingkungan di mana mengemis dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Ketika mereka melihat orang lain berhasil mendapatkan uang dengan mudah melalui cara ini, mereka pun terdorong untuk melakukan hal yang sama. Akibatnya, mengemis menjadi pilihan hidup yang terus berlanjut, meskipun sebenarnya mereka mampu bekerja.

Fenomena ini sering kali menimbulkan kritik dari masyarakat. Banyak orang merasa bahwa bantuan yang mereka berikan kepada pengemis sebenarnya tidak tepat sasaran. Mereka menganggap individu yang memilih mengemis tanpa alasan kuat sebagai orang yang menyalahgunakan belas kasihan. Namun, tidak sedikit pula yang tetap memberikan bantuan dengan alasan kemanusiaan, tanpa memikirkan latar belakang si pengemis.

Dalam jangka panjang, kebiasaan seperti ini dapat membawa dampak buruk, baik bagi individu maupun masyarakat. Secara pribadi, seseorang yang terus-menerus mengemis kehilangan kesempatan untuk berkembang dan memperbaiki kehidupannya. Di sisi lain, masyarakat menjadi skeptis terhadap pengemis secara umum, bahkan terhadap mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan.

Fenomena ini menjadi tantangan sosial yang membutuhkan pendekatan holistik. Edukasi, pelatihan kerja, dan program pemberdayaan masyarakat dapat menjadi langkah awal untuk mengatasi masalah ini. Yang terpenting, membangun kesadaran akan pentingnya kemandirian dan tanggung jawab pribadi harus menjadi bagian dari upaya menyelesaikan persoalan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun