Perusahaan penerbangan merupakan salah satu usaha transportasi yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan negara, baik perusahan penerbangan dalam negeri maupun luar negeri. Tinggi pasar perjalanan penerbangan di Indonesia akan berpengaruh besar pada peningkatan penghasilan yang diterima perusahaan penerbangan.Â
Namun yang penting Anda diketahui, terdapat aspek perpajakan yang dikenakan dalam penghasilan tersebut. Lantas, apa saja ketentuan dan tarif yang diberlakukan atas penghasilan perusahaan penerbangan? Simak pembahasan selengkapnya berikut ini.
Ketentuan Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
Perusahaan penerbangan dalam negeri dikenai PPh 15 atas penghasilan dari perjanjian charter, termasuk sewa ruangan pada pesawat udara untuk orang atau barang. Tarif pajak penerbangan dalam negeri adalah 1,8% dari peredaran bruto.
Peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari satu bandara ke bandara lain di Indonesia dan dari bandara di Indonesia ke bandara di luar Indonesia. Dengan demikian, atas angkutan dari bandara di luar Indonesia ke bandara di Indonesia tidak terutang PPh Pasal 15
Dalam hal ini, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan oleh pemilik usaha penerbangan yang berkedudukan di dalam negeri.
Pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,8% dari peredaran bruto dilakukan oleh pihak penyewa
Perusahaan penerbangan harus meminta dan menyimpan bukti pemotongan PPh Pasal 15
Perusahaan penerabangan wajib melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dan mengkreditkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke dalam SPT Tahunan PPh.
Jika pihak penyewa tidak dikategorikan sebagai pemotong pajak, maka perusahaan penerbangan harus melakukan penyetoran PPh Pasal 15 secara mandiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Pelaporan atas pemotongan PPh 15 ini harus disampaikan melalui SPT Masa PPh paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Sementara itu, pihak penyewa charter yang bertindak sebagai pemotong pajak mempunyai beberapa kewajiban yang harus dijalankan, di antaranya: