PPh Pasal 23 adalah jenis PPh yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan, seperti modal, penyerahan jasa, ataupun hadiah serta penghargaan, selain yang sudah dipotong oleh PPh Pasal 21. Salah satu kewajiban penting dari pihak pemotong PPh 23 adalah menyediakan bukti pemotongan kepada penerima penghasilan. Berikut adalah beberapa jenis bukti pemotongan yang umum digunakan dalam pelaporan PPh 23.
3 Jenis Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
Dalam transaksi yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23, Wajib Pajak dapat menggunakan tiga jenis bukti pemotongan pajak elektronik yang tersedia di e-Bupot. Ketiga bupot ini memiliki fungsinya masing-masing. Berikut adalah penjelasannya.Â
1. Bukti Pemotongan (Bupot)
Bupot PPh Pasal 23 merupakan formulir atau dokumen yang dibuat oleh pihak sebagai tanda bahwa penghasilan yang dikenai PPh 23 telah dipotong pajaknya.Dokumen ini dikeluarkan oleh pemotong dan diberikan kepada pihak yang pajaknya telah dipotong.
2. Bukti Pemotongan Pembetulan
Bukti pemotongan pembetulan adalah jenis bupot yang digunakan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam pengisian bukti potong yang telah dibuat sebelumnya. Jika terdapat kesalahan dalam pembuatan bupot seperti perhitungan yang salah atau kesalahan penulisan item, pemotong dapat melakukan pembetulan melalui jenis bupot ini.
3. Bukti Pemotongan Pembatalan
Bupot pembatalan adalah bupot PPh 23 yang dibuat oleh pemotong untuk membatalkan transaksi atau pelaporan dari bupot sebelumnya.
Mekanisme Pemotongan PPh Pasal 23
Prosedur pemotongan PPh 23 pada dasarnya dilakukan oleh pihak yang membayar penghasilan kepada WP. Pihak tersebut, antara lain, adalah badan pemerintah, Bentuk Usaha Tetap (BUT), subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh DJP, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Setelah dilakukan pemotongan, pihak pemotong harus menyetorkan pajak tersebut melalui Bank Persepsi yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Sebelum melakukan pembayaran, penting untuk membuat ID Billing terlebih dahulu. Pastikan juga untuk memperhatikan batas waktu pembayaran PPh 23, yaitu tanggal 10 bulan berikutnya setelah periode pajak terkait.
Ketentuan Pelaporan PPh Pasal 23
Setelah membayar PPh 23, sangat penting untuk menyimpan bukti potongnya dalam dua rangkap. Rangkap pertama harus diserahkan kepada Wajib Pajak yang terkena pemotongan pajak. Sedangkan rangkap kedua akan digunakan untuk dilampirkan dalam laporan pajak.
Selain memotong PPh 23, pihak pemotong juga wajib melaporkan pemotongan pajaknya. Proses pelaporan ini melibatkan pengisian formulir SPT Masa PPh Pasal 23. Pelaporan ini dapat dilakukan secara langsung melalui KPP atau melalui fitur lapor pajak online atau e-Filing. Penyerahan SPT ini bisa dilakukan hingga batas waktu maksimal tanggal 20 pada bulan berikutnya.
Kesimpulan
Pada intinya, terdapat tiga jenis bukti pemotongan dalam pelaporan PPh 23, yakni bukti pemotongan pajak, bukti pemotongan pembetulan, dan bukti pemotongan pembatalan. Jenis-jenis bukti pemotongan PPh 23 tersebut merupakan bagian penting dalam pelaporan dan pemenuhan kewajiban perpajakan PPh 23. Pemahaman yang baik tentang jenis-jenis bukti ini dapat membantu para pemotong dan penerima penghasilan dalam memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H