Hampir dua minggu sudah lepas kegiatan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa (KKNM) 2015 UNPAD, namun momen-momen yang saya jalani di Desa Pasirlawang rasanya belum mau lesap dari pikiran. Semuanya masih melekat kuat. Berbagai aktivitas yang saya dan dua puluh teman-teman lainnya lakukan tentu menjadi markah tersendiri di kalender kehidupan kami. Siapa yang menduga, tiga puluh hari di daerah yang sama sekali belum pernah kami singgahi, tinggal di rumah warga yang sebelumnya pernah kami temui, menjadi kenangan paling manis di awal tahun ini. Saya masih ingat betul, ketika hari pertama tiba di pemondokan di Dusun Mekarsari, saya memilih untuk merasa tidak betah di sana.
Meski rasanya sudah cukup enam semester berada jauh dari orangtua di Tangerang, ternyata Allah masih ingin menempatkan saya lebih jauh dari  orang-orang terdekat dan tersayang. Di Pasirlawang, desa kecil yang "hangat" ini, kami mempelajari berbagai pola hidup masyarakat, bagaimana produk budaya dihasilkan dan ditampilkan dan bagaimana para pribumi menyikapi hasil tersebut. Tidak hanya itu, yang paling berkesan adalah kami dituntut untuk tak hanya bisa berbaur dengan masyarakat setemmpat tetapi juga bekerjasama dengan mahasiswa dari jurusan lain, di bawah satu atap. Tentu ini menjadi tantangan sendiri, khususnya bagi saya, yang mudah sekali terkena sindrom homesick. Sempat, saat pertama kali tiba di pemondokan laki-laki, saya tepekur, "Duh cepetan please. Sebulan pasti cepet. Tinggal makan, tidur, kerja, udahlah selesai." Hehehe. Tapi siapa yang sangka, saat di hari ketiga puluh, pikiran saya berubah drastis, "Duh bisa lebih lama gak tinggal di sini?" Saya menyesal sendiri jadinya pas awal-awal sempat berpikiran pesimistis seperti itu. Yah, namanya juga adaptasi. Hehe.
1. Kuliah Subuh
Saya sangat bersyukur bahwa Allah mempertemukan saya dengan orang-orang yang, meskipun tidak banyak, masih memperhatikan adab bergaul dengan lawan jenis dan berkemauan tinggi untuk memperbaiki ruhiyah mereka. Saat pertama kali memilih lokasi KKNM di portal mahasiswa, pikiran-pikiran pesimis dan negatif langsung berdatangan. Gimana kalo ngga cocok sama anak-anaknya? Gimana kalo nanti saya canggung dan jadi bahan guyonan? Gimana kalo nanti saya malah menyendiri gak jelas, dan seterusnya. Tapi saat berada di lapangan, semua pikiran itu hilang karena saya tau anak-anak yang lain pasti juga sempat merasakan hal yang sama.
Satu dari berbagai kegiatan yang paling berkesan selama di KKN adalah kuliah subuhnya. Ya, tiap bada shalat subuh, beberapa orang dari kami membuat lingkaran kecil, satu orang akan memberikan tausiyah singkat, dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab terkait materi atau hal sehari-hari (muamalah). Kegiatan ini sangat membuka wawasan saya dan teman-teman lain yang berada di dalam lingkaran yang sama, mengingat ketika ada satu orang yang melontarkan pertanyaan sementara kita tak tau jawabannya, maka menjadi tugas kita untuk mencari tau jawabannya sendiri di luar lingkaran. Atau ketika jadwal saya yang memberikan tausiyah, saya harus mempersiapkan materinya terlebih dahulu. Hal ini tentu saja membuat kami semakin peka dan sadar bahwa masih banyak hal yang belum kami ketahui.
2. Mengajar Anak-anak Mengaji
Desa Pasirlawang memang desa yang agamis. Wajar saja jika aktivitas warganya disibukkan dengan kegiatan berbau keagamaan, seperti salat berjamaah rutin, rajaban, muludan, dan, yang paling berkesan, mengaji tiap bada maghrib. Kegiatan terakhir itu, sayangnya, hanya digandrungi oleh anak-anak kecil yang berusia dari TK hingga tingkat SMP. Baru dua hari saat tiba di desa, ajengan (imam) Masjid Al-Hikmah, Pak Udin, langsung menunjuk kami para mahasiswa KKN untuk "mengambil alih" tugas beliau mengajar anak-anak ini mengaji. Pak Udin pun melihat antusiasme anak-anak melejit tinggi ketika sesi mengaji diisi oleh 'orang asing'. Yang lucunya, saat hari Jumat tiba, beliau pun menyuruh kami untuk mengisi khutbah Jumat, sementara kami sama sekali belum memiliki persiapan, tapi akhirnya kami mengatakan bahwa kami belum siap, dan khatib Jumat-pun diganti menjadi seorang warga setempat.
3. Muslimatan, Tausiyah, dan Muludan
Di sekitar minggu kedua, undangan muludan, pengajian, dan tausiyah mulai berdatangan ke rumah kami. Berbagai masjid dan musholla tampaknya penasaran dengan "mahasiswa dari universitas pusat", mengingat mahasiswa sebelumnya yang pernah melakukan KKN berasal tidak jauh dari Ciamis, seperti Universitas Galuh dan IAID Ciamis. Saya sendiri sangat tidak menyangka bahwa warga setempat menyambut kami dengan begitu hangat, sampai-sampai hampir setiap acara yang kami hadiri, mereka selalu memberikan makanan penutup (mereka menyebutnya 'berkat') berupa menu yang berisi nasi, lauk, dan camilan.
Tidak hanya itu, saya masuk dalam kelompok orientasi keagamaan, bersama Isman Muayyad dari Fakultas Psikologi dan Rufaidah Syafani dari Fakultas Ilmu Budaya. Berbagai aktivitas keagamaan warga terdekat pun kami pelajari dan akhirnya berhasil membuat sebuah program yang bisa dibilang terobosan. Untuk aktivitas ba'da mengaji tiap Maghrib di Masjid Al-Hikmah, misalnya. Tim orientasi keagamaan sepakat untuk memberikan tausiyah dari mahasiswa tiap Senin dan Kamis. Sempat, ketika acara maulid nabi, saya diminta untuk memberikan taushiyah. Awalnya saya sempat tak pede dengan diri sendiri karena saya takut kalau-kalau salah informasi atau salah hadits saat menyampaikan. Namun, setelah pertama kali ber-tausiyah, saya jadi ketagihan. Hehehe.
Di hari ketiga puluh satu, setelah semua tugas seperti blog, laporan, dan transek selesai, kami lagi-lagi tak menyangka ketika hampir semua warga di Dusun Mekarsari Desa Pasirlawang keluar rumah ketika bus yang akan menjemput kami tiba di depan pemondokan. Beberapa dari kami dan warga tak mampu menyembunyikan air mata saat kami berpelukan dan bertukar janji akan bertemu kembali suatu saat nanti. Hal ini cukup mengejutkan karena tampak beberapa orang yang bahkan kami belum pernah singgahi rumahnya, tapi tetap ke luar untuk melihat kami pergi. Yang paling membuat saya sedih adalah ketika berpisah dengan anak-anak yang saya ajar mengaji di Masjid Al-Hikmah, khususnya Anwar dan Dani.
Di hari ke sekian setelah KKN selesai, suatu ketika saya membaca tulisan ini kembali, saya berharap bahwa ada memori-memori baru yang saya luput untuk tuliskan di sini. Sebulan menjalani rutinitas di tempat yang benar-benar asing membuka wawasan saya tentang hidup sederhana dan penuh syukur. Selain harus blend in dengan kehidupan desa Pasirlawang, saya belajar bahwa KKN adalah tempat saya untuk mengenal diri saya sendiri, melalui teman-teman seatap dan anak-anak desa yang bermotivasi tinggi untuk bersekolah tinggi. Sampai jumpa kembali, Pasirlawang!
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H