Pernahkah Anda merasa lebih lega setelah berbicara dengan dokter yang mendengarkan keluhan Anda dengan penuh perhatian? Itulah kekuatan komunikasi terapeutik. Dalam dunia medis, komunikasi ini bukan hanya soal menyampaikan informasi medis, tetapi juga membangun hubungan yang saling mendukung antara dokter dan pasien. Ketika dokter mampu berbicara dengan empati dan mendengarkan dengan tulus, pasien tidak hanya merasa didengar, tetapi juga lebih percaya dan termotivasi untuk sembuh. Sayangnya, dalam praktiknya, membangun komunikasi yang efektif sering kali menjadi tantangan tersendiri. Melalui artikel ini, kita akan melihat lebih dekat bagaimana komunikasi terapeutik dijalankan dan mengapa hal itu menjadi bagian penting dari layanan kesehatan.
Komunikasi terapeutik adalah seni berbicara dan mendengarkan yang bertujuan membangun hubungan saling mendukung antara dokter dan pasien. Praktik ini melibatkan penggunaan bahasa sederhana, nada suara yang menenangkan, serta kontak mata yang menciptakan rasa nyaman. Selain itu, komunikasi ini berlandaskan prinsip etik seperti empati, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat pasien. Ketika teknik dan nilai-nilai ini diterapkan, komunikasi terapeutik menjadi lebih bermakna dan efektif, memperkuat kepercayaan antara dokter dan pasien.
Sebelum memulai observasi, ada banyak persiapan yang dilakukan untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Langkah pertama adalah memahami teori tentang komunikasi terapeutik yaitu apa yang harus diamati dan bagaimana cara mencatatnya. Setelah itu, lembar observasi dibuat untuk mencatat hal-hal penting, seperti bagaimana dokter berbicara atau bagaimana pasien merespons. Persiapan ini penting agar observasi tidak hanya menjadi pengamatan biasa, tetapi juga menghasilkan wawasan yang berguna. Dengan persiapan matang, proses observasi menjadi lebih terarah dan memberikan hasil yang akurat.
Observasi dilakukan pada tanggal 6 November 2024, pukul 18.00 hingga 20.00, di Rumah Sakit Siloam Surabaya. Di ruang konsultasi, saya menyaksikan langsung bagaimana dokter berinteraksi dengan pasien. Fokus saya adalah melihat bagaimana dokter menggunakan kata-kata yang ramah, nada suara yang menenangkan, dan gerakan tubuh yang mendukung komunikasi. Saya juga mengamati apakah dokter menunjukkan empati dan penghargaan terhadap pasien. Selama dua jam itu, saya belajar banyak tentang bagaimana komunikasi terapeutik benar-benar diterapkan di dunia nyata.
Selama observasi, saya menemukan beberapa hal menarik terkait cara dokter berkomunikasi dengan pasien. Berikut poin-poin utama yang saya amati:
a. Penggunaan bahasa sederhana: Dokter menjelaskan kondisi pasien dengan kata-kata yang mudah dipahami, seperti saat seorang pasien bertanya, "Dok, apa itu infeksi saluran kemih?" dan dokter menjawab, "Infeksi ini terjadi di saluran yang membawa urine, dan biasanya disebabkan oleh bakteri. Jangan khawatir, dengan pengobatan yang tepat, bisa cepat sembuh."
b. Nada suara yang tenang: Dokter berbicara dengan nada yang menenangkan, menciptakan suasana konsultasi yang nyaman.
c. Kontak mata dan bahasa tubuh: Dokter sering kali menatap pasien dengan penuh perhatian dan mengangguk sebagai tanda mendengarkan.
Namun, ada juga beberapa kendala:
a. Waktu konsultasi yang terbatas: Interaksi terkadang terasa terburu-buru, sehingga pasien tampak ragu untuk menyampaikan semua keluhannya.
b. Kurangnya eksplorasi keluhan tambahan: Beberapa pasien tampak mengharapkan lebih banyak pertanyaan dari dokter, tetapi waktu yang terbatas membuat hal ini sulit dilakukan.