Mohon tunggu...
Radika Bunga Pratiwi
Radika Bunga Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pamulang

Saya memiliki hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rahasia Kecil Ara

1 Juli 2024   12:02 Diperbarui: 1 Juli 2024   13:06 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku berusaha untuk bangun, tetapi tubuhku tidak mau mengikuti keinginanku. Suara itu terus memenuhi pendengaranku, aku mulai takut dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya aku bisa menggerakan tubuhku dan aku beranjak bangun. Mengambil posisi duduk dan melempar bantal ke arah handphone untuk menutupinya. Aku berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, dadaku terasa sakit karena terus saja berdetak dengan cepat, air mataku mengalir aku begitu ketakutakan. Tangisanku mulai pecah, aku mulai berteriak memanggil orang tuaku, mereka datang ke kamarku dengan wajah panik.

"Ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Ibuku sambil mengelus kepalaku dengan lembut.

Aku menceritakan hal yang baru saja terjadi meski dengan isak tangis yang tak kunjung mereda. Ayahku marah karena mengira aku mimpi buruk akibat terlalu sering melihat hal-hal yang menyeramkan, ia membawa handphone ku keluar.

Ibu menatapku, aku mencoba meyakinkannya bahwa itu bukanlah mimpi. Ibu mengangguk dan bilang bahwa ia percaya padaku.

"Ibu, aku tidak ingin tidur di sini" ucapku pada Ibu.

Ibu yang mengerti perasaanku mengajakku untuk tidur di ruang tamu. Ibu mengambil kasur kecil untuk kami dan menyalakan televisi agar aku tidak takut lagi.

Cara ibu memanglah manjur, aku sudah tidak merasa takut dan mulai nyaman untuk memejamkan mataku. Aku pun kembali terlelap dalam tidur.

Namun, tak lama dari itu aku mulai kembali merasakan aku tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhku. Lagi-lagi aku hanya bisa membuka mata dan hal pertama yang aku lihat cukup membuatku sangat terkejut. Aku melihat 4 bayangan dengan siluet yang sangat jelas, aku tahu bahwa itu adalah postur dari pocong. Aku begitu ketakutan, padahal ada Ibu di sampingku tapi aku tidak bisa bergerak atau pun bersuara. Aku terus menyaksikan bayangan itu seperti sedang memperhatikanku. Bayangan itu terukir jelas di dinding, berjejer dengan rapihnya.

Semenjak kejadian itu, aku selalu diganggu dengan kehadiran makhluk halus. Meski tidak dapat melihat mereka secara nyata, tetapi gangguan demi gangguan selalu mengusikku. Sudah bertahun-tahun berlalu, kini aku sudah besar dan mulai terbiasa dengan semua gangguan yang terjadi. Meski demikian, ternyata hal itu tidak membuatku takut untuk menonton film bergenre horror, aku tetap tertarik bahkan selalu tertarik. Namun, ada satu pelajaran yang aku terima dari kejadian tersebut. Aku belajar, bahwa menyukai sesuatu secara berlebihan adalah suatu hal yang buruk, sudah seharusnya aku menjaga batasan pada apapun itu dan berlaku sewajarnya saja.

Dengan bangga aku mengakhiri cerita dan menyaksikan ekspresi teman-temanku itu. Belum sempat aku menanyakan pendapat mereka, tiba-tiba saja salah satu guru mendatangi tenda kami.

"Ara, jangan berdiam di tenda seperti itu. Ayo ikut menikmati api unggunnya" ajak Pak Guru dengan tersenyum. Aku mengangguk dan keluar dari tenda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun