Semula saya pikir hanya sendiri yang kaget membaca berita tentang harta kekayaan calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta. Setelah saya lihat beberapa komentar untuk berita tersebut, ternyata bukan hanya saya.
Akhir pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan hasil verifikasi harta kekayaan para cagub-cawagub yang akan bertarung pada 11 Juli 2012. Berikut urutan nilai kekayaan mereka diurut dari yang terbanyak:
Fauzi Bowo Rp59,3 miliar + Nachrowi Ramli Rp15,7 miliarRp75 miliar
Faisal Basri Rp4,2 miliar + Biem Benjamin Rp33 miliarRp37,2 miliar
Joko Widodo Rp27,2 miliar + Basuki Tjahaja Purnama Rp12.4 miliarRp34,9 miliar
Hendardji Soepandji Rp32 miliar + Ahmad Riza Patria Rp2,7 miliarRp34,7 miliar
Alex Noerdin Rp19,6 miliar + Nono Sampono Rp13,7 miliarRp33,3 miliar
Hidayat Nur Wahid Rp12 miliar + Didik J Rachbini Rp7,7 miliarRp19,7 miliar
Sedangkan jumlah kekayaan per orang dapat diurut sebagai berikut:
--- Cagub dan cawagub yang memiliki jumlah kekayaan lebih dari Rp20 miliar
Fauzi Bowo Rp59,3 miliar
Biem Benjamin Rp33 miliar
Hendardji Soepandji Rp32 miliar
Joko Widodo Rp27,2 miliar
--- Cagub dan cawagub yang memiliki jumlah kekayaan Rp10 miliar hingga Rp20 miliar
Alex Noerdin Rp19,6 miliar
Nachrowi Ramli Rp15,7 miliar
Nono Sampono Rp13,7 miliar
Basuki Tjahaja Purnama Rp12.4 miliar
Hidayat Nur Wahid Rp12 miliar
--- Cagub dan cawagub yang memiliki jumlah kekayaan kurang dari Rp10 miliar
Didik J Rachbini Rp7,7 miliar
Faisal Basri Rp4,2 miliar
Ahmad Riza Patria Rp2,7 miliar
Nah, dari data-data hasil verifikasi KPK itu, pembaca tentu tidak perlu kaget jika melihat jumlah harta kekayaan seorang figur publik yang berani maju sebagai kandidat di Jakarta. Khususnya mereka yang masuk dalam kelompok cagub dan cawagub yang memiliki jumlah kekayaan di bawah Rp20 miliar. Pembaca juga tidak usah kaget atau minimal sudah menduga yang paling kaya adalah Fauzi Bowo, sebagai incumbent. Walau mungkin masih ada terbersit sebaris tanya, mengapa seorang pejabat yang meniti karier sebagai PNS itu bisa sedemikian kaya? Bahkan, dalam dua tahun, kekayaannya meningkat signifikan dari Rp46,93 miliar pada 2010 menjadi Rp59,3 miliar, atau bertambah sebesar Rp12,73 miliar.
Berapa sih sebenarnya gaji gubernur DKI Jakarta? Atau, mungkin saja Fauzi Bowo memiliki usaha lain di samping jabatan publiknya? Saya tidak tahu apakah ada atau tidak aturan tentang ini. Saya hanya teringat sekitar akhir tahun lalu, sempat ramai dibicarakan mengenai perlu tidaknya dibuat semacam peraturan perundang-undangan yang melarang pejabat publik berbisnis, termasuk rangkap jabatan yang berorientasi dapat menghasilkan. Desakan antara lain datang dari KPK, yang meminta Mendagri melarang pejabat publik rangkap jabatan, guna menghindari penyalahgunaan wewenang terkait penggunaan APBN atau APBD.
Kembali kepada pemberitaan soal harta kekayaan Fauzi Bowo, belum ada penjelasan mengenai dari mana sumber tambahan kekayaannya. Baik pihak KPK maupun Fauzi Bowo sendiri, berkelit ketika wartawan menanyakan masalah itu. Katakanlah ini tidak/belum masuk dalam koridor aturan politik atau hukum, namun cukup mengusik bila dibawa ke ranah etika. Dibutuhkan integritas bagi seorang pejabat publik. Asumsinya, pejabat publik yang memiliki rangkap jabatan ataupun berbisnis, secara langsung maupun tidak langsung, bisa mempengaruhi integritasnya dalam menegakkan good governance.
Baiklah, sebenarnya masalah penambahan harta kekayaan Fauzi Bowo ini bukanlah yang saya maksud dengan membuat kaget ketika membaca berita tentang harta kekayaan cagub-cawagub DKI Jakarta. Soal Fauzi Bowo sebatas mempertanyakan saja. Sedangkan yang betul-betul membuat saya kaget adalah ternyata jumlah harta kekayaan Joko Widodo yang mencapai Rp27,2 miliar. Ia termasuk dalam kelompok cagub-cawagub dengan nilai kekayaan di atas Rp20 miliar. Berada di posisi keempat setelah Hendardji Supandji, pensiunan polisi, dan Biem Benjamin, budayawan sekaligus pengusaha.
Dari sejumlah sumber yang saya dapat, Walikota Solo ini sebelum berkiprah di dunia politik adalah seorang pengusaha mebel yang sukses. Sayangnya, saya belum mendapatkan bahan bacaan baru sejauh apa perkembangan usaha mebel yang pernah dirintisnya itusekarang. Mungkin kian berkembang, sehingga memberikan manfaat yang signifikan bagiharta kekayaannya. Ya, saya kaget, karena terus terang tidak menyangka kalau pencitraan yang selama ini dibangunnya, ternyata bertolak belakang dari ‘jeroannya’.
Imej sederhana dan merakyat kerap disuguhkan ke publik, termasuk tampil dengan hanya mengenakan satu model baju.Tentu ia tak bisa menutupi, kalau bajunya yang satu model itu sebenarnya ada beberapa. Lalu, pernah pulaJoko Widodo berkoar tidak akan berkampanye dengan menggunakan media, baik itu luar ruang maupun cetak dan elektronik. Salah satu alasannya adalah kampanye model itu hanya membuang-buang biaya kampanye yang tak seberapa ia miliki.
Faktanya, warga Jakarta bisa melihat sendiri, mana ada tim sukses cagub-cawagub yang tidakmeramaikan ruang publik Jakarta dengan berbagai peraga kampanye? Iklan di TV juga, sebelum calon-calon lain, iklan Joko Widodo sudah tampil lebih dulu dengan tema cerita dukungan pedagang pasar kepadanya. Alih-alih menelan ludah sendiri, mengingkari semangat penghematan yang pernah digemakannya, iamalah berdalih tidak tahu kalau ada iklan besutan Prabowo itu. Bukankah dulu duda putri Soeharto itu yangmengantarkan Joko Widodo mendaftar ke KPU DKI Jakarta?
Seorang pembaca, di berita yang saya baca di media online, pun memberi komentar, “cih ada yang pura-pura miskin, ternyata hartanya puluhan miliar, mau pencitraan seperti apapun pasti ketahuan busuknya…”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H