Mohon tunggu...
Ryanda Adiguna
Ryanda Adiguna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pernah jadi: - Paskibraka. - Pertukaran Pemuda. - Duta Wisata. - Penerima Beasiswa. - Pengajar Muda. "Menulislah, agar orang di masa yang akan datang tahu kalau kau pernah hidup di masa lalu"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Datang di Kawah Candradimuka, Paskibraka

3 Agustus 2011   06:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:08 3634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : http://4.bp.blogspot.com/_Dgd8FpRCobA/THQ9XGutAEI/AAAAAAAAAHA/0qDEsA-noLg/s1600/pengibaran+istana.bmp

Secara harfiah kawah Candradimuka dapat diartikan :

  • kawah = kawah gunung, lubang, kuali
  • candradimuka = sinar bulan

Kawah Candradimuka menurut cerita pewayangan, adalah tempat dimana Gatotkaca (anak Wrekudara dan Arimbi) di rebus supaya kuat. Setelah keluar dari Kawah Candradimuka diceritakan kalau Gatotkaca memiliki otot kawat, tulang besi, kebal dari segala senjata, dan sakti mandraguna. - - - - - - - - - - - - - - -

Tanggal 21 Juli 2011 yang lalu, pelatihan Paskibraka Nasional tahun 2011 secara resmi dibuka oleh Mentri Pemuda dan Olahraga, Bapak Andi Malarangeng. Sehari sebelumnya, hari Rabu tanggal 20 Juli 2011, 66 orang ditakdirkan berkumpul di PP-PON Cibubur Jakarta untuk menjadi bagian dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2011. Mereka mewakili 33 provinsi dari seluruh Indonesia, masing-masing 1 putra dan 1 putri. Ditugaskan negara untuk mengibarkan Duplikat Bendera Pusaka Merah Putih di Istana Merdeka tanggal 17 Agustus nanti. "Latihan ini akan keras, karena 17 Agustus tahun ini akan berlangsung saat bulan puasa, tapi nikmatilah. Saya dulu pernah mengibar di tingkat sekolah, tapi masih saya ingat sampai hari ini. Apalagi kalian yang bisa mengibar hingga tingkat nasional". Begitu salah satu pesan Menpora dalam upacara pembukaan. *Mari kita kesampingkan dulu masalah poltik, kasus wisma atlet, dan masalah lain yan dituduhkan terhadap Menpora dan Kementrian Pemuda Olahraga. Sejarah Paskibraka dikutip dari sini [caption id="" align="aligncenter" width="635" caption="sumber : http://4.bp.blogspot.com/_Dgd8FpRCobA/THQ9XGutAEI/AAAAAAAAAHA/0qDEsA-noLg/s1600/pengibaran+istana.bmp"][/caption] Banyak yang bertanya apa itu bendera pusaka dan apa bedanya dengan duplikat bendera pusaka, serta bagaimana kaitan sejarah antara keduanya. Dan sebenarnya saya pun baru tau cerita detailnya. Bendera pusaka adalah bendera yag dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati Soekarno dan dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur 56, saat proklamasi kemerdekaan RI di Jakarta, oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Bendera pusaka berkibar siang dan malam di tengah hujan tembakan. Karena aksi teror Belanda semakin meningkat, presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dengan menggunakan kereta api meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Bendera pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam koper pribadi Soekarno, hinggaibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya sejak tahun 1946 hingga 1949, bendera ini dikibarkan di Istana Gedung Agung Yogyakarta. Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua di Yogyakarta. Pre­siden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi Indonesia akhirnya ditawan Belanda. Namun, pada saat-saat genting dimana Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Soe­karno sempat memanggil salah satu ajudannya, Mayor M. Husein Mutahar. Sang ajudan lalu ditugaskan untuk untuk menyelamatkan bendera pusaka. Penyelamatan bendera pusaka ini merupakan salah satu bagian "heroik" dari sejarah tetap berkibarnya Sang Merah putih di persada bumi Indonesia. Saat itu, Soe­karno berucap kepada Mutahar:

"Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya."

Sementara di sekeliling mereka bom berjatuhan dan tentara Belanda terus mengalir masu melalui setiap jalanan kota, Mutahar terdiam. Ia memejamkan mataya dan berdoa, Tanggungjawabnya terasa sungguh berat. Akhirnya, ia berhasil memecahkan kesulitan dengan mencabut benang jahitan yang menyatukan ke­dua bagian merah dan putih bendera itu.

Dengan bantuan Ibu Perna Dinata, ke­dua carik kain merah dan putih itu berha­sil dipisahkan. Oleh Mutahar, kain merah dan putih itu lalu diselipkan di dasar dua tas terpisah miliknya. Seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya dijejalkan di atas kain merah dan putih itu. Ia hanya bisa pasrah, dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Yang ada dalam pemikiran Mutahar saat itu hanyalah satu: bagaimana agar pihak Belanda tidak mengenali bendera merah-putih itu sebagai bendera, tapi ha­nya kain biasa, sehingga tidak melaku-kan penyitaan. Di mata seluruh bangsa Indonesia, bendera itu adalah sebuah "prasasti" yang mesti diselamatkan dan tidak boleh hilang dari jejak sejarah.

Benar, tak lama kemudian Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Prapat (kota kecil di pinggir danau Toba) sebelum dipindahkan ke Muntok, Bangka, sedangkan wakil presi­den Mohammad Hatta langsung dibawa Bangka. Mutahar dan beberapa staf kepresidenan juga ditangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Ternyata mere­ka dibawa ke Semarang dan ditahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Mutahar berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.

Di Jakarta Mutahar menginap di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir, yang sebelumnya tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta. Beberapa hari kemudian, ia kost di Jalan Pegangsaan Timur 43, di rumah Bapak R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala Kepolisian RI yang pertama).

Selama di Jakarta, Mutahar selalu mencari informasi dan cara bagaimana bisa segera menyerahkan bendera pusa­ka kepada presiden Soekarno. Pada suatu pagi sekitar pertengahan bulan Juni 1948, akhirnya ia menerima pemberitahuan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta. Pemberitahuan itu menyebutkan bahwa ada surat dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepadanya.

Sore harinya, surat itu diambil Mutahar dan ternyata memang benar berasal dari Soekarno pribadi. Isinya sebuah perintah agar ia segera menyerahkan kembali bendera pusaka yang dibawanya dari Yogya kepada Sudjono, agar dapat diba­wa ke Bangka. Bung Karno sengaja tidak memerintahkan Mutahar sendiri datang ke Bang­ka dan menyerahkan bendera pusaka itu langsung kepadanya. Dengan cara yang taktis, ia menggunakan Soedjono sebagai perantara untuk menjaga kerahasiaan perjalanan bendera pusaka dari Jakarta ke Bangka.

Itu tak lain karena dalam pengasingan, Bung Karno hanya boleh dikunjungi olehanggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Na­tions Committee for Indonesia). Dan Su­djono adalah salah satu anggota dele­gasi itu, sedangkan Mutahar bukan.

Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, Muta­har berupaya menyatukan kembali ke­dua helai kain merah dan putih dengan meminjam mesin jahit tangan milik seo-rang istri dokter yang ia sendiri lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahitnya persis mengikuti lubang bekas jahitan tangan Ibu Fatmawati. Tetapi sayang, meski dilakukan dengan hati-hati, tak urung terjadi juga kesalahan jahit sekitar 2 cm dari ujungnya.

Dengan dibungkus kertas koran agar tidak mencurigakan, selanjutnya bende­ra pusaka diberikan Mutahar kepada Soedjono untuk diserahkan sendiri kepa­da Bung Karno. Hal ini sesuai dengan perjanjian Bung Karno dengan Mutahar sewaktu di Yogyakarta. Dengan diserahkannya bendera pusaka kepada orang yang diperintahkan Bung Karno maka selesailah tugas penyelamatan yang dilakukan Husein Mutahar. Sejak itu, sang ajudan tidak lagi menangani masalah pengibaran bendera pusaka.

Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekar­no dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka de­ngan membawa serta bendera pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949, bendera pu­saka dikibarkan lagi di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.

Naskah pengakuan kedaulatan lndo­nesia ditandatangani 27 Desember 1949 dan sehari setelah itu Soekamo kembali ke Jakarta untuk memangku jabatan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah empat tahun ditinggalkan, Jakarta pun kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Hari itu juga, ben­dera pusaka dibawa kembali ke Jakarta.

Untuk pertama kalinya setelah Prok­lamasi bendera pusaka kembali dikibar­kan di Jakarta pada peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1950. Setelah itu bendera terus dikibarkan setiap tanggal 17 Agustus hingga berakhirnya masa pemerintahan Soekarno.

[caption id="" align="aligncenter" width="693" caption="sumber : http://infokito.files.wordpress.com/2009/08/benderapusaka.gif"]

sumber : http://infokito.files.wordpress.com/2009/08/benderapusaka.gif
sumber : http://infokito.files.wordpress.com/2009/08/benderapusaka.gif
[/caption]

Pengibaran Bendera Merah Putih di Gedung Agung Yogyakarta dikutip dari sini

Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Ke-2 Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Soekarno memanggil salah seorang ajudan beliau, Mayor (L) Hussein Mutahar. Selanjutnya Hussein Mutahar diberikan tugas mempersiapkan dan memimpin upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Hussein Mutahar mempunyai pemikiran bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa, maka pengibaran Bendera Pusaka sebaiknya dilakukan oleh pemuda se-Indonesia. Kemudian beliau menunjuk 5 (lima) orang pemuda yang terdiri atas 3 (tiga) putri dan 2 (dua) putra perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta. Penunjukan atas 5 (lima) orang tersebut sebagai simbol dari Pancasila. Pengibaran Bendera Pusaka ini berlanjut tahun berikutnya sampai tahun 1949 di Yogyakarta. Setelah empat tahun ditinggalkan, Jakarta kembali menjadi Ibukota RI. Pada hari itu, Bendera Pusaka Sang Merah Putih juga dibawah ke Jakarta. Untuk kali pertama peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1950 diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu pengibar dari tahun 1950-1966 dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan. Salah satu yang pernah menjadi anggota paskibraka adalah Megawati Soekarno Putri padda tahun 1964, yang juga pernah menjadi Presiden ke 5 RI. Dan hingga hari ini, Hussein Mutahar dikenal sebagai Bapak Paskibraka, karena ide cerdas beliau tentang pengibaran Sang Merah Putih tersebut.

Pembentukan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka Tahun 1967-1968

Saat berakhirnya dimulainya pemerintahan orde baru, Soeahrto kembali mempercayakan proses pengibaran bendera ini kepada H. Mutahar. Tanggal 17 Agustus 1968 merupakan tahun pertama upacara pengibaran bendera di bawah pemerintahan Soeharto. Namun seiring berjalannya waktu, kondisi bendera pusaka yang dijahit oleh Ibu Fatmawati semakin memprihatinkan. Semakin lusuh dan mendekati rusak, sehingga jika terus dikibarkan, takut bendera ini akan hancur. Maka Presiden Soeharto berinisiatif untuk membuat duplikat bendera pusaka. Tetapi oleh Mutahar, ide pengibaran bendera duplikat itu sebaiknya ditunda dulu. Bendera pusaka harus tetap dikibarkan pada tahun pertama pemerintahan Soeharto (*mungkin ini yang membuat pemerintahan Soeahrto tahan lama). Soeharto menyetujui dan pada tanggal 17 Agustus 1968, merupakan tahun terakhir pengibaran bendera Pusaka, untuk selanjutnya disimpan.

Kemudian bendera duplikat dibuat dengan beberapa syarat yang diajukan Mutahar. (1) bahannya dari benang sutera alam, (2) zat pewarna dan alat tenunnya asli Indonesia, dan (3) kain ditenun tanpa jahitan antara merah dan putihnya. Sayang, gagasan itu tidak semuanya terpenuhi karena keterbatasan yang ada. Pembuatan duplikat bendera pusaka itu memang terlaksana, dan dikerjakan oleh Balai Penelitian Tekstil Bandung, dibantu PT Ratna di Ciawi Bogor. Syarat yang ditentukan Mutahar tidak terlaksana karena bahan pewarna asli Indonesia tidak memiliki warna merah standar bendera. Sementara penenunan dengan alat tenun asli bukan mesin akan memakan waktu terlalu lama, sedangkan bendera yang akan dibuat jumlahnya cukup banyak. Duplikat akhimya dibuat dengan bahan sutera, namun menggunakan bahan pewarna impor dan ditenun dengan mesin, sehingga bagian merah dan putihnya tanpa sambungan jahitan.

Selanjutnya tanggal 5 agustus 1969 di Istana negara berlangsung upacara penyerahan duplikat bendera pusaka dan copy teks proklamasi kepada perwakilan tingkat I (Provinsi), tingkat II (kabupaten/kota) seluruh Indonesia dan perwakilan RI di luar negeri.

Tanggal 17 agustus 1969 s.d. 17 agustus 2001 duplikat dikibarkan di Istana, sedangkan bendera pusaka tetap dibawa, tetapi hanya mendampingi dikibarkan mendampingi bendera duplikat. *jika ada yang pernah menonton upacara pengibaran bendera setelah tahun 2001, ada salah 1 prosesi sakral. Dimana hanya seorang paskibraka putri naik dengan anggun dan tenang ke ataas podium untuk mengambil bendera. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="sumber : http://l.yimg.com/a/i/sea/id/mtoday7/600ant_merdeka-09-detikprok.jpg"]

sumber : http://l.yimg.com/a/i/sea/id/mtoday7/600ant_merdeka-09-detikprok.jpg
sumber : http://l.yimg.com/a/i/sea/id/mtoday7/600ant_merdeka-09-detikprok.jpg
[/caption] Namun selama kurun 1969-2001, saat upacara, 2 orang pembawa baki naik bersamaan ke atas podium untuk mengambil bendera duplikat dan bendera pusaka secara bersamaan.
- - - - - - - - - - - - - Selamat Datang di Kawah Candradimuka Saat ini sedang berlangsung pelatihan Paskibraka Nasional di Cibubur Jakarta, yang secara resmi telah dimulai sejak tanggal 21 Juli yang lalu.  Juga menyusul dan mungkin telah lebih dulu, pelatihan Paskibaraka di 33 Provinsi 497 Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Banyak yang berharap semoga tidak ada kejadian tidak diinginkan pada 17 Agustus nanti. Tidak ada bendera terbalik, baki terjatuh, sepatu lepas, dll. Tapi lebih penting dari itu, kalau sukses tidaknya pengibaran yang menjadi tolak ukur, maka rasanya sia-sia negara mengeluarkan uang untuk pelatihan ini. Bayangkan banyaknya uang yang harus dikeluarkan untuk mengumpulkan siswa-siswi tersebut dari daerah masing-masing. Belum lagi biaya selama pelatihan uang makan, penginapan, transportasi. Ditambah lagi biaya pembuatan baju, sepatu, baju latihan, dll. Jika hanya keberhasilan pengibaran yang menjadi tolak ukur, mungkin sebaiknya negara menugaskan TNI/POLRI yang sudah memiliki dasar baris-berbaris lebih baik untuk mengibarkan bendera pusaka, sehingga peluang terjadinya kesalahan mungkin lebih kecil. Jauh dari itu, diharapkan pelatihan ini menjadikan peserta paskibraka lebih baik. Seperti judul di atas, semoga pelatihan ini seperti Kawah Candradimuka. Gatot kaca setelah masuk kawah ini menjadi kuat sakti mandraguna, urat kawat tulang besi. Semoga peserta paskibraka ini juga menjadi pribadi yang bisa memberikan sesuatu untuk bangsa ini. Selamat datang Paskibraka. Selamat bertugas adik-adik ku Pasibaraka 2011, yang sekarang sedang berlatih di Lapangan PP-PON Cibubur Jakarta. Semoga berhasil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun