Mohon tunggu...
Ryanda Adiguna
Ryanda Adiguna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pernah jadi: - Paskibraka. - Pertukaran Pemuda. - Duta Wisata. - Penerima Beasiswa. - Pengajar Muda. "Menulislah, agar orang di masa yang akan datang tahu kalau kau pernah hidup di masa lalu"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masih Pantaskah Mengeluh Tentang Ujian Nasional??

15 Januari 2011   09:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:34 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12950826171539267729

Masih dalam lanjutan Pertukaran Pemuda Indonesia-Kanada (PPIK), di sei gohong, Palangakaraya, Kalimantan Tengah. Disini saya dan peserta lain melakukan kegiatan volunteer/sukarelawan. Tempatnya bermacam-macam, dan saya mendapat tempat volunteer di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5. Sekarang saya bisa merasakan bagaimana susah dan senang menjadi guru di sekolah negeri. Ini pengalaman baru karena saya tak pernah jadi guru, dan juga sebelumnya saya belajar di sekolah swasta. Saat di Pekanbaru, saya beruntung mendapat kesempatan belajar di sekolah swasta yang katanya salah satu yang terbaik di Pekanbaru, mungkin di Riau, namanya Cendana dibawah naungan Yayasan Pendidikan Cendana. Hampir seluruh jenjang pendidikan saya lewati di sekolah ini. Mulai dari TK hingga SMA Cendana. Hanya pernah setahun saya menikmati pendidikan di sekolah negeri, yaitu pada saat kelas 1 di SD 005 Kota Dumai, sekitar 200km dari Pekanbaru. Kemudian saya pindah ke SD Cendana di Kota Duri pada saat kelas 2 dan 3. Selanjutnya saat naik kelas 4, di tahun 1998 pada saat Piala Dunia di Prancis, saya pindah ke SD Cendana di Pekanbaru. SMP dan SMA juga saya habiskan di kota ini hingga akhirnya saya lulus SMA di tahun 2007. Fasilitas yang saya dapat di selama di Cendana, mungkin adalah yang terbaik. Kelas nyaman, suasana sekolah tenang jauh dari keramaian, fasilitas olahraga (lapangan sepakbola, basket, volly, softball, dll). Kemudian ekstrakurikuler yang tak semua sekolah memiliki karena butuh biaya besar, salah satunya adalah marching band Bahana Cendana Kartika (BCK), juga merupakan salah satu marching band terbaik di Indonesia dan pernah mendapat kehormatan tampil di Istana Negara. Saya beruntung bisa bersekolah disana dan saya bangga menjadi almamater Cendana. Namun saya tidak sedang menbanggakan sekolah. Saya hanya ingin membandingkan fasilitas pendidikan Indonesia yang masih belum merata, namun ingin disetarakan kualitas lulusannya. Saya yakin banyak sekolah swasta di kota-kota besar di Indonesia dengan fasilitas sama atau mungkin lebih dari Cendana. Juga di Pekanbaru, ada benyak sekolah negeri dan swasta yang fasilitasnya sebanding dengan Cendana. Tidak hanya fasilitasnya, tapi juga guru yang profesional. Di Cendana dan beberapa sekolah lain, guru adalah pekerjaan dengan penghasilan yang baik. Namun di banyak sekolah, guru adalah pengabdian. Pahlawan tanpa tanda jasa yang pengabdiannya juga tidak dihargai dengan imbalan penghasilan memadai. Begitu juga halnya di SMPN tempat saya mengajar. Jauh dari kota, fasilitas sekolah yang hanya sebatas ruang kelas dari tembok. Selebihnya, tidak didukung dengan fasilitas memadai. Kelas yang tidak nyaman, kursi dan meja yang rusak, dll. Fasilitas pendukung juga kurang. Lapangan upacara yang harus dialihfungsi menjadi lapangan olahraga, terkadang juga menjadi tempat parkir. Untuk tenaga pendidik, jumlahnya juga masih kurang. Kurang jumlahnya dan juga kurang penghasilannya. Guru adalah pengabdian, bukan pekerjaan. Tidak jarang tenaga guru harus didatangkan dari Palangkaraya yang jauhnya sekitar 32 km. Dan terpaksa mereka mencari penghasilan lain karena penghasilan yang kurang. Sekolah disini dimulai pada pukul 6.30 pagi dan berakhir pukul 12.30. Namun biasanya saat pelajaran terakhir sekitar pukul 11.30, banyak yang sudah pulang. Alasannya karena tidak ada guru. Atau gurunya memilih pulang cepat karena masih harus mencari pekerjaan tambahan. Pendidikan memanglah tidak tergantung pada fasilitas dan tenaga pendidik. Belajar bisa dimana saja dan kapan saja. Seperti di film Laskar Pelangi, sekolah yang hampir roboh. Guru hanya Bu Muslimah dan Pak Harfan, Kepala Sekolah yang merangkap sebagai guru. Namun anak didiknya berhasil hingga bisa bersekolah di Prancis. Terlepas cerita tersebut fiksi atau terinspirasi dari kisah nyata, kita harus sepakat pendidikan tidak harus tergantung pada guru dan fasilitas. Belajar bisa dimana dan dari siapa saja. Failitas tak sama, bagaimana mungkin menghasilkan lulusan yang setara Hari ini negara menginginkan adanya standar kelulusan minimum bagi setiap sekolah di seluruh Indonesia melalui yang namanya Ujian Nasional (UN). Tetapi dengan fasilitas sekolah yang tidak sama, bagaimana mungkin ada jaminan akan didapat lulusan yang setara. Bagi sekolah seperti Cendana dan sekolah lain yang memiliki fasilitas mendukung, mungkin bukanlah hal yang sulit. Tetapi untuk sekolah-sekolah yang jauh dari kota, seperti sekolah tempat saya mengajar, bagaimana mungkin bisa mencapai standar nasional yang diterapkan? Jaraknya pun hanya setengah jam dari Palangkaraya. Bagaimana dengan sekolah-sekolah di pelosok yang jauh dari kota? Bagaimana merela mengejar standar, yang bahkan bagi beberapa sekolah di kota besar pun masih susah untuk mencapainya. Hari pendidikan nasional masih lama, tanggal 2 Mei. Hari guru juga sudah lewat, tanggal 25 November kemarin. Ujian Nasional yang mungkin semakin dekat. Ujian yang diharapkan menjadi standar ukuran untuk pendidikan nasional. Ujian yang selalu menjadi masalah setiap tahunnya. Bertahun-tahun sekolah, hanya ditentukan oleh 3 hari. Banyak yang mengeluh, termasuk juga saya dulunya. Tetapi itulah kenyataannya, harus dilalui. Dan lega rasanya setelah bisa melalui ujian tersebut. Untuk yang akan mengikuti ujian nasional, saya yakin sedang mempesiapkan diri untuk 3 hari yang menentukan tersebut. Tapi jika itu bisa dilalui, bisa menjadi 3 hari yang paling diingat seumur hidup. Hal yang paling indah dalam hidup, menurut saya, adalah ketika kita memandang "ke belakang" dan melihat keberhasilan yang telah kita lalui. Kalaupun masih harus mengeluh, masih pantaskah kita yang belajar di sekolah dengan fasiltas sangat baik untuk tetap mengeluh? Bagaimana dengan mereka yang belajar di sekolah alakadar, namun dipaksa untuk memenuhi standar kelulusan nasional. Tak malu kah dengan mereka? Sekali lagi selamat belajar untuk yang akan mengahadapi UN. Selamat mengabdi bagi para guru-guru, semoga seiring berjalannya waktu, pengabdian itu diberi imbalan yang sebanding, penghasilan yang memadai. Dan semoga sistem pendidikan dan fasilitas semakin baik dan bertambah baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun