Pembatalan keberangkatan ibadah Haji 2020 oleh Menteri Agama RI Fachrul Razi mendapatkan tanggapan dari dua ormas Islam di Indonesia, Muhammadiyah dan PBNU. Bagaimana tanggapan mereka?
Sikap Muhammadiyah
Sekretaris Jendral PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai Keputusan Menteri Agama RI, Fachrul Razi dalam pembatalan keberangkatan jama'ah haji 1441 H adalah keputusan yang tepat. "Keputusan Pemerintah tentang pembatalan haji 1441H merupakan langkah yang tepat dan tepat waktu," kata Mu'ti (seperti yang penulis kutip dari kompas.com) Mu'ti Menilai, keputusan Kementrian Agama tersebut didasarkan berbagai faktor. "Secara syariah (keputusan pembatalan itu) tidak melanggar, karena di antara syarat haji selain mampu secara ekonomi, kesehatan, mental, dan agama, juga aman selama perjalanan," ujar Mu'ti. Selain itu, Faktor yang turut mempengaruhi ialah Faktor Pemerintah Arab saudi yang hingga detik ini belum memutuskan mengenai pelaksanaan Ibadah Haji 2020 ditengah pandemi virus corona.
Sikap PBNU
Wakil Sekretaris Jendral PBNU Andi Najmi Fuad menilai keputusan tersebut sudah tepat. "Menurut saya keputusan pemerintah sangat bijak, melihat situasi dan kondisi yang tidak bisa menjamin keselamatan dan kenyamanan jemaah haji," kata Andi dikutip dari Kompas.com. Hal yang berbeda justru dlontarkan oleh Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj, menurutnya, keputusan tersebut dianggap mendahului Keputusan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. "Mendadak kemarin Kemenag membatalkan haji tanpa menunggu keputusan Saudi Arabia. Saudi Arabia belum memutuskan haji terselenggara atau tidak terselenggara, tahu-tahu Kementerian Agama sepihak membatalkan, katanya sampai batas akhir Mei ini mendesak," ujar Said di kantor PBNU dikutip dari detikcomÂ
Disisi lain, Said pernah berpendapat Jika Haji dilarang karena corona beliau berpendapat itu adalah udzur syar'i. "Dalam Islam namanya uzur syar'i, wabah penyakit itu kehendak Allah, bukan kehendak kita. Selama kita punya niat baik, insyaallah sudah dicatat kebaikan," kata Said Aqil usai menjadi imam Shalat Jumat di Mapolda Jatim, Jumat (6/3/2020) dikutip dari kompas.com
Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan kedua ormas tersebut memiliki pendapat yang berbeda, ada yang mendukung dan ada yang tidak. PBNU misalnya, Wakil Sekjen dan Ketua Umumnya memiliki pandangan yang berbeda. Begitupula dengan Muhammadiyah, mungkin di internalnya ada yang tak sependapat dengan sekjennya. dan itu merupakan hal yang wajar dan alamiah. Kita boleh berbeda pandangan dalam hal apapun, namun jangan sampai perbedaan itu membuat kita berdebat, nantinya malah gak selesai-selesai, kan? Jadi, buat apa harus memperdebatkan pandangan Muhammadiyah dan PBNU?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H