Di pekat malam dingin nan sepi
Di ujung jalan pedalaman Banyuwangi
Kauberjejak meniti
Liku jalan berkilo-kilo tanpa alas kaki
Rancap kerikil kecil menikam kulit ari
Tak menyudahiÂ
Suluh bambu berpendar memandu
Pada pesta hajatan yang kautuju
Kacang rebus berjejal dalam bakul gembung menggunung
Melendeh manja dalam gendongan di punggung
Tak peduli rapuh tubuh nyeri meraung
Demi jerit tangis anak-anakmu yang terus menggaung
Mustaka bermahkota putih menyunggi karung lusuh bak belacu
Berpacu bersama sangkala terus melaju enggan menunggu
Berharap kacang-kacang jualanmu cepat laku
Diborong penonton pertunjukkan janger malam itu
Peperanganmu melawan ganasnya hidup sudah sedari dulu
Keturunanmu alasan utama kausingsingkan lengan baju
Bahumu kekar
Kasihmu mekar di tengah belukar kehidupan, tajam mencakar
Keberanianmu menggertak ketakutan
Kegigihan mendobrak kelemahan
Pilu pandai disembunyikan
Di balik keriput tangan
Ketabahanmu, kekuatanmu menjadi penolong
pun penyokong
Saat lambung-lambung kosong
Kian melolong
Di akhir hayatmu
Hidup layak tetap berseteru
Alih-alih menghampirimu
Menyapamu pun tak mau
Ragamu luruh digerogoti usia
Raib dimangsa penyakit berbahaya
Menghempas sukma kembali ke nirwana
Mewariskan nama membenam di jiwa
Gurat-gurat di wajahmu
Terlukis perjalanan kisah mengharu biru
Senyummu khas membalut paras
Mulia tak bercela anggun kirana merembah makna