Mohon tunggu...
Radhiya Dewi
Radhiya Dewi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 KARS FKM UI

Selanjutnya

Tutup

Healthy

SUMBER DAYA MANUSIA bidang KESEHATAN di INDONESIA: MAMPUKAH BERSAING DENGAN TENAGA KESEHATAN ASING DI KANDANG SENDIRI?

16 Juni 2015   10:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

SUMBER DAYA MANUSIA bidang KESEHATAN di INDONESIA:

MAMPUKAH BERSAING DENGAN TENAGA KESEHATAN ASING DI KANDANG SENDIRI?

Pada bulan Desember 2015, AFTA (Asean Free Trade Agreement) mulai diberlakukan. Dalam kesepakatan yang disetujui Tahun 1992 itu, hanya akan ada satu pasar dan basis produksi dengan lima elemen utama yaitu; bebas aliran komoditas atau barang, bebas aliran investasi, bebas aliran modal dan bebas aliran tenaga kerja terampil. Bidang Kesehatan, merupakan salah satu yang terkena dampak AFTA.

Kesehatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia. Namun, pengaturan pelayanan kesehatan di Indonesia sendiri masih belum terlalu baik. Banyaknya aliran wisatawan kesehatan ke luar negeri merupakan tantangan dan tanda bahwa masyarakat sebagai pengguna jasa layanan kesehatan belum sepenuhnya puas akan kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh anak bangsa sendiri. Walau sudah tersedianya layanan kesehatan yang berkualitas internasional dan mampu bersaing, namun jumlah dan sebaran tenaga kesehatan di Indonesia masih belum memadai.

Sebagai sektor padat modal, padat tenaga dan padat teknologi, pelayanan kesehatan merupakan sektor yang memiliki risiko tinggi. Adanya kesenjangan mutu antar tenaga kesehatan dari berbagai institusi pendidikan, merupakan salah satu risiko yang dihadapi dalam bidang kesehatan. Kementerian Kesehatan R.I dengan dibantu oleh ARSPI (Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Indonesia berusaha menyelaraskan mutu berbagai bentuk pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia sehingga tenaga kesehatan mampu bersaing di negeri sendiri terlebih menyambut AFTA pada akhir Tahun 2015 ini. Dengan adanya AFTA, disinyalir akan meningkatkan jumlah tenaga kesehatan asing. Dalam hal ini, tidak semua tenaga kesehatan yang masuk ini lebih berkualitas dan lebih bertanggung jawab dari tenaga kesehatan anak negeri sendiri. Untuk itu, diperlukan pengaturan mengenai layanan kesehatan.

Seperti layaknya layanan publik lainnya, dalam melaksanakan layanan kesehatan terdapat hubungan interaktif antar pemberi jasa (fasilitas kesehatan bersama tenaga kesehatan / tenaga kesehatan mandiri) dengan penerima jasa (masyarakat). Layanan kesehatan ditantang untuk memberikan layanan yang aman, bermutu, bertanggung jawab dengan koordinasi intra dan lintas sektoral serta efisien dalam pemanfaatan sumberdaya termasuk biaya dan sumber daya manusia seperti yang terncantum dalam UU Praktek Kedokteran, UU Keperawatan, UU Tenaga Kesehatan yang mewajibkan pelayanan kesehatan diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

Sebagai salah satu fasilitas pelayanan, rumah sakit dan semua fasilitas layanan kesehatan dengan berbagai bentuk dan berbagai tingkat layanan harus mulai membenahi diri sehingga menjadi tempat yang anam dan berkualitas dalam melayani kebutuhan kesehatan bagi masyarakat sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Dalam gambaran perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang belum memadai di Indonesia, tidak lantas membuat institusi pendidikan boleh menghasilkan tenaga kesehatan yang substandar karena dengan sendirinya akan tersingkir secara alamiah karena tidak mampu bersaing dengan tenaga kesehatan yang bermutu. Tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas lulusan lebih dari 70 institusi pendidikan dalam rumpun ilmu kesehatan di Indonesia amat beragam. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Penelitian harus berupaya lebih keras dalam pengaturan seleksi institusi dan proses pendidikan tenaga kesehatannya.

Tidak meratanya sebaran tenaga kesehatan di Indonesia disamping belum memadainya jumlah tenaga kesehatannya, merupakan peluang bagi tenaga kesehatan asing untuk memberikan pelayanan di pelosok Indonesia yang dalam jangka panjang akan membuat suasana yang kurang menguntungkan bagi sistim pelayanan kesehatan di Indonesia. Komunikasi merupakan salah satu kelemahan dalam sistim pelayanan kesehatan di Indonesia. Adanya faktor bahasa dan adat istiadat yang berbeda, membuat terjadinya perbedaan persepsi antara pemberi layanan kesehatan dengan penerima layanan kesehatan dalam hal ini masyaraat umum, yang tentunya menginginkan informasi dan komunikasi yang baik. Akreditasi rumah sakit yang saat ini sedang digalakkan diseluruh rumah sakit di Indonesia diharapkan dapat memberikan rangsangan yang tepat sehingga komunikasi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan kesehatan dapat berjalan dengan lancar dan lebih bermanfaat.

Jadi……., siap atau tidak siap, AFTA 2015 sudah disepakati kembali dalam ASEAN Vision 2020 on Partnership in Dynamic Development pada tanggal 14 Juni 1997, sehingga tenaga kesehatan Indonesia mau tidak mau harus siap menjadi tenaga kesehatan yang memiliki daya saing yang baik dengan tenaga kesehatan asing. Mari kita perjuangkan bersama, sehingga tenaga kesehatan di negeri kita mampu memberikan yang terbaik untuk bangsa ini. (RDI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun