Penerimaan negara Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Setelah dilakukan revisi melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 Tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, target penerimaan pajak tahun 2022 sebesar Rp1.783,98 triliun. Angka tersebut menyumbang 78% dari total target penerimaan negara.
      Oleh karena besarnya pengaruh pajak terhadap penerimaan negara, maka sudah seharusnya seluruh masyarakat melek ilmu perpajakan. Ditambah lagi salah satu "starter pack"  untuk menginjak dewasa adalah kemampuan mengelola keuangan. Tentunya persoalan pajak, sebagai salah satu pos pengeluaran, sudah semakin menjadi ketertarikan bagi banyak orang.
Hal itu pula yang mendasari angan untuk terpenuhinya kepatuhan sukarela (voluntary compliance) yang tinggi, menjadi salah satu tujuan utama dalam Reformasi Perpajakan Jilid III yang sedang digalakkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Kejutan pajak bagi yang baru menginjak dewasa
      Pernahkah kalian membayangkan jikalau toko yang kalian bangun bertahun-tahun gulung tikar karena terlilit utang pajak? Bukan kah itu ironi? Jatuh bukan karena saingan atau sepi pembeli namun karena ketidaktahuan mengenai perpajakan.
      Bukannya menakut-nakuti, namun memang ada saja kasus seperti itu. Walau pun hakikatnya pajak itu bukan mengambil daging sapi namun hanya mengambil susunya. Artinya, pajak itu bukan diciptakan untuk memeras wajib pajak hingga bangkrut, namun mengumpulkan penerimaan negara sesuai dengan peraturan yang berlaku yang ujung-ujungnya untuk menjaga perekonomian negara.
      Banyak sekali Anak Baru Gede (ABG) yang kaget mengenai munculnya surat teguran melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara tiba-tiba di rumah mereka. Saya pun bisa membayangkan posisi mereka, jikalau saya tidak berlatar belakang pendidikan perpajakan.
      Pemilik toko yang bangkrut karena utang pajak dan ABG yang panik karena mendapatkan surat teguran merupakan salah dua contoh wajib pajak yang tidak patuh. Bagaimana mau patuh jika tidak dibekali dengan ilmu perpajakan dasar? Setidaknya mereka harus paham hak dan kewajiban perpajakan sebagai warga negara yang baik.
      Oleh karena itu, ilmu perpajakan sudah seharusnya menjadi hak segala bangsa. Salah satu caranya dengan mengajarkan ilmu perpajakan pada anak-anak yang nantinya menjadi calon wajib pajak. Lebih bagus lagi jika ilmu ini dijadikan mata pelajaran wajib di sekolah.
Mata pelajaran pajak di sekolahÂ
      Saat ini edukasi di sekolah masih berfokus pada ilmu-ilmu murni seperti matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa dan sebagainya. Ilmu tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi ilmu terapan di tingkat perguruan tinggi. Ilmu-ilmu murni tersebut diajarkan sejak bangku sekolah karena merupakan landasan atau dasar dalam mengembangkan ilmu terapan.