Urbanisasi dapat didefinisikan sebagai meningkatnya konsetrasi penduduk perkotaan terhadap presentasi wilayah. Urbanisasi menjadi fenomena yang mengalami peningkatan sejak dekade terakhir.Â
Terdata sebanyak 255 juta populasi di Indonesia, 54 persen diantaranya tinggal di perkotaan. Angka tersebut diyakini dapat mengalami peningkatan hingga 67 persen dari total 305 juta populasi pada tahun 2035 (Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat, 2016).
Fenomena urbanisasi ini menimbulkan beberapa dampak, baik secara positif maupun negatif. Dampak positif dari meningkatnya jumlah penduduk akibat migrasi ini diantaranya yaitu; menumbuhkan struktur ekonomi yang bervariasi seperti usaha swasta dibidang properti, jasa dan sektor informal (Kesuma, 2015).Â
Meskipun tidak dipungkiri hal ini menyebabkan beberapa dampak negatif seperti meningkatnya angka hunian yang menyebabkan kerusakan lingkungan semakin menjadi jadi.
Urbanisasi menjadi penyebab penumpukan konsentrasi penduduk di suatu wilayah, penumpukan ini memberikan dampak pembangunan semakin meningkat sehingga disebut sebagai ‘urban sprawl’. Sprawl merupakan pembangunan yang berkembang pesat di sepanjang daerah terluar kota (Dario, 2014).Â
Umumnya dampak ini cenderung dikonotasikan secara negatif dengan segregasi dan kerusakan lingkungan. Segregasi merupakan suatu kata yang bermakna sebagai pemisah baik hubungan sosial, ekonomi maupun etnis. Sedangkan, segregasi urban mencakup aspek infrastruktur maupun perumahan yang dianggap berbeda atau bahkan lebih rendah.
Kota Tangerang Selatan menjadi penyumbang komuter di urutan ketiga sebanyak 8,68 persen dari total persentase arus komuter jabodetabek di tahun 2014 menjadi bukti keikutsertaan sebagai penyumbang fenomena urbanisasi.Â
Faktanya segregasi urban sprawl yang terjadi saat ini di kota Tangerang Selatan sebagai wilayah sub-urban mengalami efek tumpah (spillover effect) hal ini ditandai dengan meningkatnya pembangunan berbasis gated community sebagai pemisah. Spillover effect terindikasi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang terus berdatangan.Â
Dalam mengatasi hal ini, para pengembang tentunya berfikir untuk memenuhi keinginan pangsa pasar. Sehingga para pengembang memilih membangun kawasan dengan lahan yang compact atau bisa dikategorikan sebagai housing cluster (Hapsariniaty, 2013) Housing cluster ini menjadi salah satu bentuk segregasi sebagai pembangunan berbasis gated community.
Pada buku ‘Asian Urbanism and Privatization Of The Cities’ yang ditulis oleh Trevor Hogan menjelaskan karakteristik gated community yaitu dimana suatu wilayah membatasi antara publik dan privat dengan adanya pintu gerbang serta pagar-pagar yang mengelilingi (Hogan, 2011).Â
Selain itu, terdapat penerapan Gated System, dimana pengakses yang melintasi batasan tersebut harus melalui pemeriksaan. Terlepas dari faktor segregasi sebagai tindakan diskriminatif hal ini terbantahkan dengan salah satu masalah spillover effect yang diakibatkan, yaitu meningkatnya kasus kriminalitas (Synder, 1997) (Blakely). Â