Mohon tunggu...
Oktavianus Wijaya
Oktavianus Wijaya Mohon Tunggu... -

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berlian-berlian dari Indonesia

23 September 2011   13:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:41 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berlian-Berlian dari Indonesia

Judul Buku: Gading-Gading Ganesha

Pengarang: Dermawan Wibisono

Penerbit: Ganesha Creative Industry, PT Mizan Pustaka

Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Juni 2009

Tebal Buku: 396 halaman

Ukuran Dimensi Buku: 13 x 20 cm, Soft Cover

No. ISBN: 978-979-19908-0-6

Harga Buku: Rp. 59.000

Buku ini ditulis oleh Dermawan Wibisono yang merupakan alumnus dari salah satu sekolah tinggi di Bandung, yaitu ITB(Institut Teknik Bandung). Dia berasal dari angkatan ke-84. Dermawan mendaftar di ITB tidak melalui jalur tes melainkan melewati jalur tanpa tes setelah lulus dari salah satu sekolah negeri di Semarang, yaitu SMAN 3. Dermawan mendapatkan gelar Master, yaitu Master of Engineering by Research di bidang Manufacturing Systems Management dari RMIT(Royal Melbourne Institute of Technology) Australia, yang pada saat itu dia lulus pada tahun 1998 dengan beasiswa dari AIDAB(Australian International Development Bureau) di Australia Grantt (sekarang AusAid). Dermawan mendapat gelar PhD di bidang Performance Management dari University of Bradford di Inggris yang lulus pada tahun 2003, dengan beasiswa dariIslamic Development Bank, Jeddah-Arab Saudi. Ketika di ITB mula-mula menjadi dosen di Jurusan Teknik Industri dari tahun 1991-2003. Pada tanggal 31 Desember 2003, bersama dengan sembilan dosen ITB yang lain, ditugasi oleh Rektor ITB Dr. Kusmayanto Kadiman membantu lahirnya Sekolah Bisnis dan Manajemen di ITB. Sejak Januari 2006 sampai Agustus 2009, Dermawan menjadi Ketua Program Study MBA ITB. Sejak Agustus 2009 dia menjadi Dekan School of Business and Management ITB sampai sekarang. Dermawan menulis beberapa buku mengenai business, yaitu Riset Bisnis–Panduan bagi Praktisi & Akademisi (Gramedia, 2003) dan Manajemen Kinerja: Konsep, Desain dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan (Erlangga, 2006) dan dua buku di antaranya adalah novel, yaitu Sang Juara-Teka-Teki Hilangnya Shierly (MQS, 2008) dan Gading-Gading Ganesha (3G)-Bahwa Cinta itu Ada (Mizan, 2009).

Novel yang berjudul Sang Juara-Teka-Teki Hilangnya Shierly ini tampaknya dapat menggugah semangat untuk berkompetisi dan menumbuhkan percaya diri bagi anak-anak Indonesia bahwa potensi mereka tidak kalah dengan orang bule sekalipun, tapi beberapa kejadian merupakan pengalaman nyata keluarga sang pelaku di Inggris sana. Sebuah pendekatan penulisan fiksi yang mirip dilakukan oleh Pramoedya Ananta Tur dalam novel-novel semi biografinya, sehingga di setiap paragrafnya kita akan selalu dibayangi pertanyaan: benar-benar nyatakah kejadian ini ataukah hanya sebuah imajinasi? Rangkaian di antara berbagai kejadian dan pelaku itu yang digambarkan sedemikian riil dan logis membuat setiap pembacanya terus terdorong untuk mengikuti cerita sampai akhir. Buku tersebut dibuat tipis memang sudah diperhitungkan bahwa anak-anak sekarang tidak terlalu kuat berlama-lama membaca.

Berbeda dengan buku sebelumnya, Gading-Gading Ganesha (3G)-Bahwa Cinta itu Ada membawa pembaca pada kehidupan kampus 1980-an dengan segala dinamikanya. Buku ini bertemakan persahabatan dan cinta dengan menegaskan bahwa hidup bukanlah kesia-siaan. Slamet yang berasal dari Trenggalek, Poltak berasal dari Pematang Siantar, Ria berasal dari Padang, Benny berasal dari Jakarta, Gun Gun berasal dari Ciamis, dan Fuad berasal dari Surabay dapat dipersatukan dalam sebuah persahabatan di kampus yang berada di Jalan Ganesha, Institut Teknologi Bandung. Bersama-sama mereka mulai mengayunkan langkah dengan penuh idealisme dan cita-cita. Bertahun-tahun, anak-anak muda dengan latar budaya dan sosial-ekonomi berbeda-beda itu mengalami berbagai suka-duka di kampus. Banyak kejadian lucu, seru, dan mengharukan yang mereka lalui bersama. Mulai dari kekonyolan-kekonyolan khas mahasiswa baru, persaingan cinta di antara mereka, hingga keterlibatan dalam gerakan mahasiswa menentang rezim politik yang represif. Semua itu semakin mempererat ikatan persahabatan di antara mereka. Waktu berlalu dan satu per satu mereka pun lulus. Selepas dari ITB, mereka menjalani kehidupan masing-masing: menjadi dosen di almamater, pengusaha, pemusik, dan lain-lain. Berbagai kenyataan hidup menghadang mereka, mulai dari cinta, godaan materi, dan cobaan mempertahankan idealisme. Setelah bertahun-tahun, mereka bertemu kembali. Apakah persahabatan lama mereka masih berarti? Apakah segala cita-cita luhur mereka masih berbekas? Terwujudkah impian mereka? Inilah sebuah kisah perjuangan anak bangsa meraih impian yang dipenuhi cerita-cerita mengharukan, kocak, sekaligus inspiratif. Membaca 3G ini seperti merefleksikan perjalanan hidup kita di ITB dengan segala dinamikanya yang membentuk kepribadian alumnus ITB dalam berkiprah di masyarakat.

Novel ini cukup memberikan kesan yang mendalam tentang persahabatan dan cinta. Novel ini juga menyadarkan bahwa kampus tidak hanya sekadar tempat untuk mencari ilmu, melainkan juga untuk membangun karakter yang bersemangat dan pantang menyerah. Novel ini sangatlah menyentuh setiap pembacanya dengan pesan-pesan yang tersirat di setiap kejadian pada cerita di novel tersebut. Novel ini dapat dijadikan bahan refleksi bagi kehidupan kita untuk dapat menjaga persahabatan yang sudah lama sekali berjalan. Namun setelah novel ini dibaca, akan menimbulkan pertanyaan dalam benak kita, yaitu “Apakah mungkin dapat terjadi di masa sekarang ini ?”. Sekarang ini masyarakat lupa akan yang namanya solidaritas. Semua hanya dikerjakan sendiri dan tak ada kerja sama melainkan persaingan. Jadi buku ini terkesan tidak mungkin terjadi di masa ini. Namun untuk beberapa orang mungkin akan terbuka matanya karena novel ini menyajikan beberapa kehebatan dari persahabatan. Jika saja buku ini juga menghadirkan beberapa fakta riil hubungan masyarakat di masa sekarang ini, novel ini akan lebih baik lagi. Kita dapat membandingkan antara cerita di novel tersebut dan kenyataan di masa sekarang ini. Lalu kita dapat memilih mana yang sebaiknya terjadi di masyarakat sekarang ini.

Novel ini diterbitkan oleh Ganesha Crestive Industry dengan dibantu oleh Mizan. Ganesha Creative Industry merupakan sebuah industry bagi anak-anak ITB untuk menghasilkan kreatifitas anak-anak ITB dalam bentuk film ataupun buku. Mizan sendiri berasal dari bahasa Arab yang aslinya berarti "keseimbangan". Mizan didirikan pada tahun 1983 oleh tiga mahasiswa dan dua senior mereka. Mizan ini awalnya bertujuan untuk mengembangkan sebuah genre baru sastra Islam di Indonesia. Dimulai dengan penerbitan buku-buku asing hanya diterjemahkan dari penulis terkemuka Muslim, karakter buku Mizan telah secara bertahap mengambil bentuk buku modern dan serius ditulis mewakili pandangan Islam berbeda.Dalam tanggapan terhadap kebutuhan bisnis yang cepat tumbuh, Mizan Publika Mizan didirikan sebagai holding company pada tahun 1999 dan meluncurkan program rekayasa ulang pada tahun 2001.Dari tiga buku hanya per bulan pada tahun pertama, Mizan Group kini seluruh diproduksi 600 buku per tahun dan berhasil merilis banyak karya laris. Mulai dua tahun lalu, kelompok Mizan telah diperluas dengan bekerja sama dengan bisnis lain dan organisasi, misalnya, Mizan mengambil alih Bentang Budaya dan berkolaborasi dengan Yayasan Lingkar Pena, seorang penulis muda produktif asosiasi-untukmendirikan Lingkar Pena PublishingHouse.

Ada beberapa ungkapan yang menyatakan masa muda adalah masa yang berapi-api dan penuh semangat serta gairah. Remaja yang beranjak dewasa selalu memiliki idealisme yang sangat tinggi dan kokoh, begitu pula yang digambarkan oleh Dermawan Wibisono dalam novel ini. Cerita yang mengambil sebagian besar latar belakang di Bandung ini, menceritakan kisah enam orang sekawan yang menempuh pendidikan dibumi Ganesha. Keenam remaja itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yang mempunyai satu tujuan untuk mendapatkan pendidikan dari salah satu universitas ternama. Diawali dengan perkenalan dari setiap karakter dengan berbagai ciri khas yang menunjukan keaneka ragaman status sosial dan kebudayaan dari berbagai daerah di Indonesia. Keenam karakter itu adalah Slamet dari Trenggalek, Poltak dari Pematang Siantar, Ria dari Padang, Benny dari Jakarta, Gun Gun dari Ciamis, dan Fuad dari Surabaya. Mereka menjalin persahabatan yang mendalam, solidaritas yang tinggi juga kental dalam hubungan mereka Di dalam novel ini juga dijelaskan sejarah ITB dan kemahasiswaan yang dapat mengingatkan mereka sekali lagi yang pernah menjadi mahasiswa di ITB khususnya ataupun bagi masyarakat Indonesia pada umumnya tentang apa tujuan dan hakikat dari mahasiswa. Terdapat juga cerita pada tahun 1978 dimana pada saat itu kampus sedang diduduki oleh tentara. Cerita tersebut diambil dari catatan harian mahasiswa ITB angkatan 1977. Dimana saat itu juga belum ada yang namanya himpunan-himpunan seperti di masa sekarang ini. Yang ada hanya unit-unit yang sesuai dengan minat mahasiswa serta kemahasiswaan terpusat. Cerita di dalamnya membuat mereka, para mahasiswa ITB saat ini, percaya dengan apa yang terjadi saat itu. Cerita yang biasanya hanya kita dengar sekilas lalu kemudian dilupakan karena terlena akan kenyamanan yang telah diberikan oleh ITB sekarang ini.

Novel ini sangatlah menyentuh. Novel ini dapat menyadarkan para mahasiswa yang dulu pernah menempuh pendidikan di ITB bahwa perjuangan para pendahulu mereka sangatlah berat. Bagaimana mereka semua harus menyelamatkan kampus tersebut dari para tentara yang sedang menduduki kampus tersebut. Bahasa yang digunakan juga sangatlah mudah untuk dimengerti. Novel ini mampu dicerna oleh semua kalangan.

Tak ada yang sempurna, semua pasti ada kelemahannya. Begitu juga novel yang berjudul Gading-Gading Ganesha-Bahwa Cinta Itu Ada ini. Novel ini terkesan tidak terlalu memaparkan fakta. Cerita-cerita yang bertemakan persahabatan dan cinta ini terkesan tidak realistis jika dibandingkan dengan kejadian-kejadian pada masa sekarang ini.

Novel ini memberikan cukup banyak insight sesudah membacanya. Seperti kalimat, ”Think out of the box”, memberikan sesuatu hal yang baru pada kita bahwa sesuatu itu tidak harus selamanya saklek seperti itu, melainkan kita bisa memberikan banyak inovasi dalam setiap bidang yang sedang kita jalani. Ada juga kutipan seperti, “ Tak harus kita selalu kita menempuh jalan yang sama. Banyak jalan menuju Roma.” Disini juga memiliki makna, bahwa kita tidak harus selamanya melalui jalan yang sama dengan orang lain untuk mencapai kesuksesan

Menurut saya novel ini sangat menggambarkan semangat juang seorang remaja demi mencapai cita-citanya dengan berbagai macam daya upaya yang disertai segala macam intrik-intrik yang ada. Buku ini sangat cocok dibaca oleh para remaja yang semangatnya atau idealismenya masih berkobar-kobar. Alur cerita yang sederhana dan menarik membuat orang mampu menikmati jalan ceritanya. Bagi para mahasiswa dan alumnus ITB, novel ini mampu membangkitkan kenangan yang unik akan ITB. Untuk pihak diluar ITB, dapat menambah wawasan tentang ITB dan segala intrik dan karateristik yang ada pada sebagian mahasiswa dan kondisinya. Setelah membaca novel ini semangat idealisme dan nasionalis kita akan bangkit kembali demi Indonesia Jaya.

Bahasa yang digunakan dalam novel ini cukuplah mudah untuk dimengerti. Jadi hampir semua kalangan mungkin dapat mengerti cerita dalam novel ini. Selain itu novel ini juga menggunakan banyak bahasa-bahasa daerah, seperti “mikul dhuwur mendem jero” yang berarti, “menjunjung tinggi martabat dan menyimpan segala kekurangan dan aib” sehingga sesudah membacanya kita dapat mendapatkan banyak kosakata baru dari bahasa-bahasa daerah yang terdapat pada novel ini. Banyak juga bahasa asing yang digunakan dalam novel ini terutama Bahasa Inggris karena dalam cerita tersebut terdapat percakapan tokoh dengan orang asing. Contohnya, “It’s not my business !” yang berarti “itu bukan urusanku”. Pada intinya bahasa yang digunakan dapat dicerna dengan mudah sehingga kita dapat mengerti cerita yang terdapat pada novel tersebut.

Buku ini sudah cukup ringan untuk dinikmati para pembaca. Banyak nilai-nilai yang bisa kita ambil dari cerita-cerita yang terdapat pada novel ini. Refleksi kehidupan yang sangat mendalam sebenarnya jika kita mau memaknainya. Cover buku yang digunakan juga sudah cukup memikat untuk dibaca. Novel ini juga tergolong novel yang tidak terlalu tebal, sehingga banyak remaja yang tertarik untuk membaca novel tersebut. Sesudah membaca novel ini semangat nasionalis akan bangkit kembali dan mulai mengingat-ngingat perjuangan bangsa ini. Selain itu, novel ini juga memberikan banyak informasi bagi para pembaca mengenai ITB. Jadi siapapun yang ingin mencari makna persahabatan, dapat membaca novel ini.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun